Jakarta, ICMES: Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Grand Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan perang negaranya dengan Amerika Serikat (AS) tidak akan terjadi, namun menekankan bahwa perlawanan adalah pilihan terakhir bagi rakyat Iran.
Kantor Kepresidenan Rusia, Kremlin, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima jaminan dari Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengenai Iran, dan bahwa sikap yang ditunjukkan Iran belakangan ini merupakan tanggapan atas tekanan yang ada terhadapnya.
Anggota biro politik Front Demokrasi untuk Pembebasan Palestina (Democratic Front for the Liberation of Palestine/DFLP), Ali Faisal, mengatakan bahwa Iran merupakan kendala besar bagi hegemoni AS atas kawasan Timur Tengah sehingga pemerintahan Presiden AS Donald Trump belakangan ini melancarkan tekanan hebat terhadap Iran.
Sembilan kawanan bersenjata anggota kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah tewas di terjang operasi penerjunan pasukan yang dididukung Angkatan Udara untuk menumpas kawanan teroris di daerah gurun Lembah Horan, provinsi Anbar, Irak barat.
Berita selengkapnya:
Ayatullah Khamenei Tanggapi Spekulasi Perang Iran-AS
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Grand Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan perang negaranya dengan Amerika Serikat (AS) tidak akan terjadi, namun menekankan bahwa perlawanan adalah pilihan terakhir bagi rakyat Iran.
“Perang tidak akan terjadi. Pilihan terakhir bagi rakyat Iran adalah perlawanan terhadap AS. Dalam konflik ini, AS akan terpaksa mundur,” tegasnya dalam pertemuan dengan petinggi Iran, Selasa (14/5/2019), saat menyinggung alasan ketidak sediaan Iran berunding lagi dengan AS.
Ayatullah Khamenei menjelaskan, “Ini bukan konflik militer, karena seharusnya tidak ada perang. Kita tidak mencari perang, AS pun juga tidak mencarinya karena mereka menyadari bahwa hal itu bukan untuk kepentingan mereka. Ini adalah konflik kehendak, dan kehendak kita lebih kuat, sebab selain berkehendak, kita juga bertawakkal kepada Allah.”
Ayatullah Khameini menyebut gagasan untuk bernegosiasi dengan AS sebagai racun belaka.
“Selagi AS bertindak demikian, bernegosiasi dengan pemerintah AS saat ini adalah racun mematikan. Negosiasi artinya ialah interaksi, tetapi di mata AS, negosiasi adalah berkenaan dengan titik-titik kekuatan kita,” terangnya.
Dia melanjutkan, “AS ingin bernegosiasi mengenai pertahanan Iran dan memangkas jarak jelajah rudal agar Iran tidak dapat membalas jika mereka menyerang Iran,” ujarnya.
Karena itu, menurutnya, “setiap warga negara Iran yang memiliki ghirah dan keberanian pasti menolak tawar menawar mengenai kekuatan militernya maupun seluk beluk strateginya di kawasan. “
“Jadi, landasan negosiasinya salah, bahkan dengan orang yang terhormat, dan mereka (AS) adalah orang-orang yang tidak menghormati dan mematuhi apa pun. Tak seorang pun yang berakal di Iran bersedia bernegosiasi,” lanjutnya.
Pemimpin Besar Iran ini kemudian mengingatkan bahwa AS sejak awal kemenangan revolusi Islam Iran telah blak-blakan memusuhi Iran, dan kini permusuhan itu semakin sengit.
“Sekarang ini mereka (AS) menyatakan permusuhannya dan melontarkan ancaman. Tapi setiap orang hendaknya mengetahui bahwa orang yang berteriak kencang mengancam sebenarnya tidaklah memiliki kekuatan yang memadai,” tegasnya.
Ayatullah Khamenei memastikan bahwa AS mengutamakan kepentingan rezim Zionis Israel atas kepentingan negara lain, dan bahwa banyak hal di AS ada tangan komunitas Zionis.
“AS membutuhkan kebisingan, dan mengklaim bahwa Iran telah mengubah perilaku mereka. Benar, perubahan itu ialah bahwa kebencian bangsa Iran kepada AS telah bertambah 10 kali lipat. Upaya mereka menjangkau Iran menjadi semakin mustahil, pemuda kita makin siap menjaga kepentingan negara, dan pasukan militer dan keamanan kita semakin bersiaga,” tandasnya.
Ayatullah Khamenei menilai klaim-klaim Presiden AS Donald Trump justru menyingkap kegalauan dan keputus asaanya.
“Lihatlah betapa jauhnya kekeliruan musuh. Presiden mereka (Trump) mengklaim bahwa setiap hari Jumat di Teheran ada unjuk rasa anti-pemerintah. Padahal, bukan setiap hari Jumat, melainkan hari Sabtu, dan bukan di Teheran, melainkan di Paris.” (alalam)
Rusia Mengaku Belum Mendapat Jaminan Dari AS Soal Iran
Kantor Kepresidenan Rusia, Kremlin, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima jaminan dari Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengenai Iran, dan bahwa sikap yang ditunjukkan Iran belakangan ini merupakan tanggapan atas tekanan yang ada terhadapnya.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan demikian dalam konferensi pers, Rabu (15/5/2019), sembari menyesalkan sikap Iran dan mengingatkan bahwa situasi di kawasan Teluk Persia sedang menuju eskalasi.
“Saat kami memantau berlanjutnya eskalasi dan ketegangan mengenai masalah ini, kami menyesali keputusan yang diambil oleh pihak Iran,” ungkapnya. Namun demikian, dia menjelaskan bahwa Iran mengambil sikap demikian adalah karena mendapat tekanan yang bertentangan dengan semangat dan misi perjanjian nuklir Iran.
Menurutnya, tindakan AS telah memprovokasi Iran, dan bahwa Moskow telah mengungkapkan masalah di berbagai level.
Peskov mencatat bahwa keprihatinan publik tetap ada, tidak ada jaminan dari Pompeo, dan yang terlihat justru sikap yang menjurus kepada eskalasi.
Rabu lalu Iran menyatakan pihaknya telah menangguhkan beberapa komitmennya kepada kesepakatan nuklir dan mengancam akan menempuh langkah-langkah tambahan jika dalam kurun waktu 60 hari negara-negara yang terlibat dalam kesepakatan itu tidak memenuhi kewajiban mereka.
Iran menyatakan sikapnya itu pada momen peringatan satu tahun keluarnya AS dari perjanjian nuklir yang ditandatangani pada tahun 2015 antara Iran dan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (AS, Rusia, Cina, Prancis dan Inggris) plus Jerman. Sejak itu Teheran telah menolak merundingkan perjanjian baru, terutama karena pihak lain telah berulang kali menyatakan komitmen mereka terhadap perjanjian tersebut. (raialyoum)
Tokoh Palestina Sebut Iran Kendala Bagi Hegemoni AS Di Timteng
Anggota biro politik Front Demokrasi untuk Pembebasan Palestina (Democratic Front for the Liberation of Palestine/DFLP), Ali Faisal, mengatakan bahwa Iran merupakan kendala besar bagi hegemoni Amerika Serikat (AS) atas kawasan Timur Tengah sehingga pemerintahan Presiden AS Donald Trump belakangan ini melancarkan tekanan hebat terhadap Iran.
“Prakarsa Trump (Deal of The Century) ditujukan bukan hanya terhadap Palestina, melainkan juga seluruh kawasan, dan bermaksud menjadikan rezim pendudukan (Israel) sebagai penjaga perjanjian ini melalui pintu normalisasi (hubungan) Arab (dengan Israel) dan pengerahan kekuatan untuk untuk memeras Iran, Suriah, dan negara-negara Poros Resistensi,” ungkap Faisal pada acara “Al-Ain al-Israil” (Mata Israel) di saluran TV al-Alam milik Iran, Rabu (15/5/2019).
Faisal menambahkan bahwa Israel takut terhadap pengembangan program nuklir Iran setelah negara Republik Islam ini mengalami perkembangan pesat di berbagai bidang serta gigih menyokong negara-negara Poros Resistensi hingga menyebabkan kandasnya proyek AS memecah belah Timur Tengah.
Tokoh Palestina ini menjelaskan bahwa Israel ingin mempengaruhi dunia melalui desas-desus bahwa Iran sedang mengembangkan program nuklir demi membenarkan gerakan-gerakan militer anti-Iran.
Namun, lanjutnya, AS dan Israel tidak mampu melancarkan serangan militer terhadap Iran karena Iran juga memegang opsi militer. (alalam)
9 Teroris ISIS Tewas Diganyang Pasukan Irak
Dinas Penerangan Keamanan Irak melaporkan bahwa sembilan kawanan bersenjata anggota kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (IS/ISIS/ISIL/DAESH) tewas di terjang operasi penerjunan pasukan yang dididukung Angkatan Udara untuk menumpas kawanan teroris di daerah gurun Lembah Horan, provinsi Anbar, Irak barat.
Dalam sebuah pernyataannya yang dipublikasi melalui halaman halaman Facebook-nya, Rabu (15/5/2019), biro informasi itu menyebutkan, “Dalam sebuah operasi khusus pasukan kontra-terorisme yang didukung langsung oleh Angkatan Udara (Irak) dan aliansi internasional, Komando Operasi Khusus telah melakukan penerjunan pertama kali dan memburu geng-geng ISIS kawasan gurun Lembah Horan hingga menewaskan sembilan teroris ISIS. ”
Pernyataan itu menambahkan bahwa operasi yang masih berlanjut itu juga “menghancurkan markas besar, tempat penyembunyian senjata, bahan peledak, serta terowongan pergerakan dan persembunyian.” (rt)