Rangkuman Berita Utama Timteng Kamis 11 April 2019

pasukan IRGCJakarta, ICMES: Pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam Iran dalam sebuah pernyataannya menegaskan pihaknya akan menempuh tindakan yang setimpal dengan segala tindakan yang dilakukan oleh pihak musuh, dan tidak akan pernah kendur berjuang membela Iran.

Sekjen Hizbullah, Sayyid Hassan Nasrallah, dalam pidatonya pada peringatan Hari Pejuang Resistensi Yang Terluka menyebut Amerika Serikat (AS) sebagai biang kerok terorisme, dan menyatakan bahwa Poros Resistensi siap meladeni ulah AS.

Pasukan Libya pimpinan Khalifa Haftar mengklaim berhasil merebebut kamp militer Yarmuk di bagian selatan Tripoli, ibu kota Libya, dari tangan pemerintah yang didukung PBB.

Berita selengkapnya:

IRGC Ancam Akan Beri AS Pelajaran Yang Menjerakan

Pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) dalam sebuah pernyataannya yang dirilis Rabu (10/4/2019) menegaskan pihaknya akan menempuh tindakan yang setimpal dengan segala tindakan yang dilakukan oleh pihak musuh, dan tidak akan pernah kendur berjuang membela Iran.

IRGC menilai keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memasukkan IRGC dalam daftar teroris justru akan menambah daya defensif dan ofensif IRGC, dan jika perlu IRGC “akan membuat musuh terpaksa menyesal dan menelan pelajaran tak terlupakan.”

IRGC menyebut keputusan Trump itu “bodoh”, “orang-orang yang mengitari pemerintah AS pun juga bodoh”, dan kekalahan AS di Timteng akan terus berlangsung.

Di hari yang sama Menlu AS Mike Pompeo menuding Iran menjalin hubungan dengan jaringan teroris al-Qaedah, namun dia enggan menjawab pertanyaan apakah pemerintahan Trump memiliki kewenangan hukum untuk memerangi Iran.

Dalam kesaksiannya di depan Komisi Luar Negeri Majelis Senat AS dia juga enggan menjawab apakah mandat penggunaan kekuatan militer yang diberikan oleh Kongres kepada pemerintah pasca serangan 11 September 2001 memungkinkan Washington untun menyerang Iran.

Kepada Senator Rand Paul yang kritis terhadap campurtangan AS di luar negeri dia mengatakan, “Sebaiknya hal itu saya serahkan kepada para pengacara… Pertanyaan mengenai hubungan Iran dengan Al-Qaeda sangat faktual, sebab (Iran) telah menerima kedatangan dan membolehkan Al-Qaeda melintas di wilayahnya.”

Dia melanjutkan, “Tak diragukan lagi bahwa ada hubungan antara Iran dan Al-Qaeda.” Namun dia menepis sinyalemen dari Paul bahwa pencantuman IRGC dalam daftar teroris bertujuan mencari alasan untuk melegalkan perang.

“Itu bukan bagian dari proses pembuatan keputusan. Itu hanya pengakuan sederhana atas realitas,” ujarnya sembari mengacu pada data-data AS bahwa Iran berada di balik terbunuhnya lebih dari 600 tentara AS di Irak sejak AS menginvasi Negeri 1001 Malam itu pada tahun 2003 ketika Iran menyokong kelompok-kelompok pejuang di Irak.

Paul menolak asumsi bahwa Iran yang notabene “negara Syiah” menjalin aliansi dengan kelompok Wahhabi al-Qaeda yang menuding Muslim Syiah sebagai kafir.

Hamzah Bin Laden, putra pendiri al-Qaeda mendiang Osama Bin Laden, diduga sudah lama berada di Iran. Namun beberapa pakar menyebutkan bahwa Iran menyekap Hamzah untuk menekan Arab Saudi dan mencegah serangan al-Qaeda ke wilayah Iran. (alalam/raialyoum)

Soal AS Dan IRGC, Nasrallah Nyatakan Poros Resistensi Sanggup Membalas Tindakan AS

Sekjen Hizbullah, Sayyid Hassan Nasrallah, dalam pidatonya pada peringatan Hari Pejuang Resistensi Yang Terluka, Rabu (10/4/2019),  menyebut Amerika Serikat (AS) sebagai biang kerok terorisme.

“AS bukan penyokong terorisme, pemerintahAS adalah teroris itu sendiri. Pikiran dan tindakannya adalah terorisme, dan kita berdiri menghadang terorisme yang salah satu manifestasi terbesarnya ialah mulai dari genosida di Hiroshima hingga (aneka peristiwa) sekarang,” ujar pemimpin kelompok pejuang yang berbasis di Lebanon tersebut ketika menyinggung keputusan AS memasukkan pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dalam daftar organisasi teroris.

Dia menjelaskan, “AS menghina sebuah bangsa secara total hanya demi Israel, dan menciptakan kelompok-kelompok teroris dan membekali mereka dengan segala fasilitas, tapi kemudian malah memasukkan para pejuang pembela tanah air, kesucian dan martabat dalam daftar teroris. Ini merupakan puncak kebodohan dan kekonyolan. Sekarang kita menyaksikan dengan baik puncak kekonyolan AS, yang mencantumkan IRGC dalam daftar teroris.”

Nasrallah menambahkan, “IRGC adalah organisasi jihadis yang hebat, dan tentu saja ketika keputusan (AS) ini diambil maka semua orang terhormat di dunia memiliki sensiblitas tersendiri. Kami mengutuk keputusan ini, mendukung saudara-saudara dan orang-orang yang kami cintai, serta mengakui kebesaran mereka dalam membela Islam, umat, kesucian dan bangsa-bangsa regional. Bukan hanya bangsa Iran sendiri, melainkan bangsa-bangsa regional dan kesucian mereka.”

Sekjen Hizbullah menyatakan, “Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk bersama mereka (IRGC)… Kami tidak merasa lemah. Dimasukkannya kami dalam daftar teroris justru menunjukkan bahwa kami kuat. Seandainya kami lemah dan tak sanggup menghadapi rencana-rencana mereka maka tidak mungkin mereka hendak mengendalikan kami. Apa yang terjadi ini adalah sesuatu yang wajar. Kita harus memandangnya biasa. Sekarang mereka menempuh langkah yang belum pernah ditempuh sebelumnya dengan memasukkan IRGC dalam daftar teroris, sebab IRGC berada di posisi sentral, terkuat, terpenting, dan paling berpengaruh, dan ini mencerminkan frustasi Presiden AS Donal Trump dan para pejabat AS lainnya.”

Kemudian, ditujukan “kepada semua orang yang mengandalkan tindakan AS,” Nasrallah menegaskan, “Memang, di depan daftar teroris itu kami sampai sekarang masih sebatas mengecam, mengutuk, bersabar, dan fokus pada pengelolaan situasi. Tapi ini bukan berarti bahwa kami tidak memiliki kartu-kartu penting dan prinsipal. Saya berbicara tidak hanya soal Hizbullah, melainkan tentang Poros Resistensi. Kami memiliki banyak unsur kekuatan. Tapi ini bukanlah kebijakan yang permanen. Ada beberapa tindakan yang dilakukan oleh AS lalu ada yang mengatakan bahwa tindakan itu tetap tidak akan mendapat reaksi. Kalian keliru, ketika setiap bagian dari Poros Resistensi merasa ada situasi yang mengancam bangsa kami dan persoalan prinsipal kami. Siapa yang mengatakan bahwa kami hanya akan sebatas mengecam?”

Sekjen Hizbullah menambahkan, “Sudah menjadi kewajiban moral kami untuk melawan semua orang yang tindakannya dapat mengancam bangsa, negara, dan resistensi kami. Tapi tentu, tangan kami terbuka dan opsi-opsi kami terbuka, namun pada saatnya yang tepat, yaitu manakala ada tindakan yang memang perlu mendapat balasan yang setimpal.” (raialyoum/alalam)

Pasukan Haftar Rebut Kamp Militer Di Selatan Tripoli

Pasukan Libya pimpinan Khalifa Haftar mengklaim berhasil merebebut kamp militer Yarmuk di bagian selatan Tripoli, ibu kota Libya, dari tangan pemerintah yang didukung PBB.

Pasukan Haftar dalam sebuah pernyataannya, Rabu (10/4/2019), mengaku telah mengendalikan kamp itu dan terus bergerak maju menuju pusat kota Tripoli.

Pasukan itu mulai melakukan serangan militer pada pekan lalu untuk merebut ibukota dari tangan pemerintahan rekonsiliasi al-Wefaq.

Kamp militer Yarmuk berada di daerah Ain Zara yang telah diwarnai pertempuran antara pasukan Haftar dan pasukan pemerintah.

Pihak pemerintah belum mengeluarkan pernyataan tentang klaim tersebut.

Dalam perkembangan lain, serangan udara, Rabu, menyasar beberapa lokasi di selatan Tripoli, termasuk daerah El Azizia, 45 kilometer selatan Tripoli, dan bekas Bandara Internasional Tripoli, 25 kilometer dari Tripoli.

Tidak ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan udara itu sampai pukul 1700 GMT.

Pasukan Haftar menguasai bagian kecil dari bandara itu, sedangkan pasukan pemerintah masih mengendalikan sisanya, sementara daerah El Azizia sebagian besar jatuih ke tangan pasukan Haftar.

Pekan lalu, Haftar mengumumkan perang untuk merebut Tripoli yang menjadi markas pemerintah Libya yang didukung PBB.

Libya tetap dilanda gejolak sejak 2011, ketika pemberontakan yang didukung Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menyebabkan ketergulingan dan kematian Presiden Muammar Gaddafi yang telah empat dekade berkuasa.

Sejak itu, kekuatan politik dan militer di negara ini terbelah menjadi dua kubu yang bersaing kekuasaan; satu di Libya timur yang terkait dengan Khalifa Haftar, dan yang lain di Tripoli yang mendapat dukungan PBB. (anadolu)