Jakarta, ICMES. Delegasi Hamas bertemu Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dan Panglima Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Mayjen Hossein Salami di Teheran

Kepala Badan Intelijen Turki, Ibrahim Kalin, berkunjung ke Iran dan mengadakan pertemuan dengan pejabat Iran di Teheran untuk membahas perkembangan terkini di kawasan Timur Tengah dan isu perang melawan terorisme.
Para ahli berspekulasi bahwa cadangan gas alam Gaza merupakan motif tersembunyi di balik ambisi Presiden AS Donald Trump untuk menguasai Jalur Gaza dan menggusur penduduknya.
Berita selengkapnya:
Usai Temui Ayatullah Khamenei, Delegasi Hamas Jumpai Menlu Iran dan Panglima IRGC
Delegasi Hamas bertemu Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dan Panglima Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Mayjen Hossein Salami di Teheran, Ahad (9/2).
Hamas dalam sebuah pernyataannya menyebutkan bahwa pertemuan-pertemuan itu dilakukan dalam rangka kunjungan delegasi Hamas yang dipimpin oleh kepala Dewan Pimpinan, Muhammad Darwish, ke Teheran, sementara pada hari Sabtu, mereka bertemu dengan Pemimpin Besar Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei, Presiden Masoud Pezeshkian, dan Ketua Parlemen Muhammad Baqer Qalibaf.
“Delegasi pimpinan Hamas, yang diketuai oleh Muhammad Darwish, melanjutkan pertemuan resminya di Teheran, di mana mereka hari ini (Minggu) mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi, dan dengan Panglima IRGC Hussein Salami,” bunyi pernyataan itu, tanpa menyebutkan berapa lama mereka berkunjung ke Iran.
Dalam kedua pertemuan tersebut, menurut pernyataan itu, “telah dibahas isu Perang Badai Al-Aqsa (7 Oktober 2023) dan berbagai dampaknya serta mekanisme dukungan kepada rakyat Palestina dan perlawanan mereka.”
Kedua pihak juga meninjau “perkembangan lapangan terkait realitas di Jalur Gaza, dan kemajuan pelaksanaan perjanjian gencatan senjata.”
Pada tanggal 19 Januari, kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza dan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel mulai berlaku. Kesepakatan ini mencakup tiga tahap, yang masing-masing berlangsung selama 42 hari. Pada tahap pertama, negosiasi akan diadakan untuk memulai tahap kedua dan ketiga, dengan mediasi Mesir dan Qatar serta dukungan AS.
Hamas menyatakan delegasinya juga membahas “situasi di Tepi Barat dan Al-Quds (Yerusalem), serta konsekuensi politik dari pertempuran tersebut dan perjuangan Palestina serta kawasan secara keseluruhan.”
Bersamaan dengan perang di Gaza, tentara dan pemukim Zionis Israel memperluas serangan mereka di Tepi Barat, termasuk Al-Quds, hingga mengakibatkan 909 warga Palestina gugur, sekitar 7.000 orang terluka, dan 14.300 lainnya ditangkap, menurut data resmi Palestina.
Hamas dalam statemen tersebut mengutip pernyataan Darwish yang mengatakan, “Pertempuran Badai Al-Aqsa merupakan keruntuhan sistem yang hendak dibangun oleh rezim pendudukan (Israel), karena kekebalan strategis musuh telah terpukul dan menjadi negara yang rapuh secara strategi.”
Di pihak lain, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menekankan pendirian negaranya yang “mendukung bangsa Palestina di semua bidang,” dan menegaskan “keharusan mengadili para pelaku genosida dan mengejar mereka di semua forum.”
Dia juga mengaku “menghubungi menteri luar negeri sejumlah negara, termasuk Turki, Tunisia, Mesir, dan Pakistan, untuk membahas cara menghadapi apa yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump untuk menggusur rakyat Palestina,” dan menjelaskan bahwa “semua negara ini menolak rencana apa pun untuk menggusur warga Palestina,” menurut pernyataan tersebut.
Pada hari Selasa pekan lalu, dalam sebuah konferensi pers dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Trump mengungkapkan niat negaranya untuk “mengambil alih” Gaza dan memindahkan warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara lain. Pada hari Jumat dia mengaku “tidak terburu-buru” mengenai rencana tersebut di tengah derasnya reaksi dan kegusaran khalayak internasional terhadapnya.
Sejak 25 Januari, Trump telah mempromosikan rencana relokasi warga Palestina dari Gaza ke negara-negara sekitar, terutama Mesir dan Yordania. Kedua negara Arab segera menentang rencana tersebut, dan kemudian negara-negara Arab lain serta organisasi regional dan internasional juga menolak dan mengecamnya.
Dengan dukungan AS, Israel sejak 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025 melakukan genosida di Gaza, menyebabkan lebih dari 159.000 orang Palestina gugur dan terluka. Sebagian besar korban itu adalah anak-anak dan kaum wanita. Selain itu, lebih dari 14.000 orang hilang. (raialyoum)
Kepala Intelijen Turki Berkunjung ke Iran, Ini Tema yang Didiskusikan
Kepala Badan Intelijen Turki, Ibrahim Kalin, berkunjung ke Iran dan mengadakan pertemuan dengan pejabat Iran di Teheran untuk membahas perkembangan terkini di kawasan Timur Tengah dan isu perang melawan terorisme.
Kalin pada hari Sabtu (8/2) menemui Menteri Intelijen Iran Esmail Khatib dan Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi (SNSC) Ali Akbar Ahmadian.
Mereka membahas berbagai tema, termasuk perang melawan terorisme, khususnya terhadap kelompok militan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan kelompok teroris ISIS. Mereka juga membicarakan ancaman bersama, situasi di Suriah, gencatan senjata Gaza, dan perkembangan terkait isu Palestina.
Kedua pihak menekankan bahwa Teheran dan Ankara memiliki hubungan yang erat dan persaudaraan serta memiliki pandangan yang sama dalam banyak isu.
Sementara itu, dalam panggilan telepon pada hari Sabtu, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dan mitranya dari Turki, Hakan Fidan, membahas isu-isu regional, khususnya perkembangan terbaru di wilayah Palestina pendudukan serta hubungan timbal balik.
Araghchi mengatakan beberapa negaranya menentang keras gagasan Presiden AS Donald Trump untuk pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza, dan bahwa rencana tersebut akan menjadi kelanjutan dari genosida rezim Israel di Palestina.
Dia mendesak negara-negara Muslim untuk mengambil sikap “tegas dan bersatu” melawan rencana tersebut dan menyerukan pertemuan segera para menteri luar negeri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk membahas masalah tersebut.
Araghchi juga memuji hubungan baik dengan Turki serta menekankan pentingnya tukar pikiran secara kontinyu antara kedua negara dalam upaya perluasan hubungan di berbagai bidang.
Menteri luar negeri Turki mengatakan kedua negara harus meningkatkan kerja sama di semua bidang yang menjadi kepentingan bersama.
Fidan juga menekankan perlunya dukungan kontinyu semua negara Muslim kepada hak bangsa Palestina, dan menyambut baik usulan menteri luar negeri Iran untuk mengadakan pertemuan darurat OKI. (presstv)
Rencana Trump Mengusir Penduduk Gaza Dinilai Demi Menguasai Cadangan Gas Alam
Para ahli berspekulasi bahwa cadangan gas alam Gaza merupakan motif tersembunyi di balik ambisi Presiden AS Donald Trump untuk menguasai Jalur Gaza dan menggusur penduduknya.
Menurut laporan majalah Newsweek, beberapa ahli percaya bahwa usulan Trump mungkin hanya tipu daya untuk menyembunyikan kebijakan energinya. Asia Times minggu lalu mencatat bahwa rencana Trump adalah “semua tentang gas alam,” sementara seorang penulis Bloomberg memperkirakan bahwa laporan akan muncul yang menghubungkan minat Trump di Gaza dengan keinginannya untuk mengakses sumber daya alamnya.
Gaza menuntut haknya atas wilayah bawah laut yang mengandung cadangan gas alam yang diperkirakan sekitar satu triliun kaki kubik. Volume ini dinilai cukup untuk memasok energi bagi wilayah Palestina untuk waktu yang lama, dengan kemungkinan mengekspor kelebihannya ke negara lain. Diskusi tentang eksploitasi ladang Laut Gaza terhenti selama dua dekade akibat perselisihan tentang hak dan lisensi pengeboran.
Menurut Reuters, perkembangan terakhir sebelum serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 adalah koordinasi keamanan dengan Otoritas Palestina dan Mesir untuk mengembangkan ladang laut Gaza.
Beberapa ahli percaya bahwa tujuan jangka panjang Trump adalah mengendalikan Gaza untuk mendapatkan akses ke cadangan gas alam di ladang Gaza Marine.
Namun, Brenda Shaffer, pakar energi di Foundation for Defense of Democracies (FDD) dan Sekolah Pascasarjana Angkatan Laut AS, mengatakan jumlah gas di Gaza tidak besar dibandingkan dengan kebutuhan AS.
Dia menambahkan bahwa satu triliun kaki kubik gas alam hanya mewakili “puncak gunung es” bagi AS, yang memiliki total cadangan gas terafirmasi sekitar 691 triliun kaki kubik.
Namun, gas ini dapat berpengaruh signifikan bagi kehidupan warga Gaza, karena dapat menyediakan listrik ke Jalur Gaza selama 10 hingga 15 tahun, selain kemungkinan mengekspor kelebihannya ke Mesir. Namun Shaffer menyebutkan bahwa pengembangan ladang lepas pantai akan memerlukan investasi keuangan yang besar, dan ini menjadi kendala utama.
Beberapa pakar menyebut gagasan Trump untuk mengendalikan gas Gaza sebagai “ide terburuk” yang “tidak akan berhasil,” sementara yang lain melihatnya hanya sebagai “taktik negosiasi yang pintar” untuk mencapai tujuan politik atau ekonomi yang lebih luas.
Usulan Trump agar AS mengendalikan Gaza menimbulkan pertanyaan tentang motif sebenarnya di balik langkah ini, terutama mengingat adanya cadangan gas alam yang besar di wilayah tersebut.
Sementara sebagian pihak melihat tujuannya adalah peningkatan keamanan ekonomi AS, dan sebagian lain mempertanyakan kelayakan rencana ini, terutama mengingat tantangan finansial dan politik seputar pengembangan ladang minyak Gaza Marine. (raialyoum)