Rangkuman Berita Utama Selasa 28 Januari 2025

Jakarta, ICMES. Sekjen Hizbullah Lebanon, Syeikh Naim Qassem, menegaskan keharusan penarikan tentara Zionis Israel dari Lebanon selatan, dan memastikan bahwa Hizbullah menentang “pembenaran apa pun untuk perpanjangan perjanjian gencatan senjata yang berakhir pada hari Minggu.”

Tentara Zionis Israel menangis meninggalkan Poros Netzarim dan merasa bahwa apa yang mereka lakukan untuk lebih lebih dari setahun di Gaza ternyata “sia-sia”, menurut saluran 14 Israel.

Berita selengkapnya:

Sekjen Hizbullah: Para Pejuang Kami Masih Eksis di Lapangan dan Pantang Mundur

Sekjen Hizbullah Lebanon, Syeikh Naim Qassem, menegaskan keharusan penarikan tentara Zionis Israel dari Lebanon selatan, dan memastikan bahwa Hizbullah menentang “pembenaran apa pun untuk perpanjangan perjanjian gencatan senjata yang berakhir pada hari Minggu.”

Syeikh Qassem dalam pidato yang disiarkan di televisi pada hari Senin (27/1) mengatakan, “Hizbullah berkomitmen untuk tidak melanggar perjanjian, sementara Israel melanggar perjanjian sebanyak 1.350 kali. Pada satu titik, kami berpikir untuk menanggapi serangan tersebut, tapi mereka (otoritas Lebanon) mengatakan kepada kami bahwa lebih baik kami bersabar sedikit.”

Dia menambahkan, “Pemandangan pelanggaran Israel itu menyakitkan, namun kami memutuskan untuk bersabar dan supaya negara memikul tanggung jawabnya. Kami menganggap bahwa negaralah yang pada prinsipnya berkepentingan melawan Israel. Pelanggaran perjanjian tersebut menegaskan kebutuhan Lebanon kepada perlawanan.”

Syeikh Qassem mengatakan, “Kami menyetujui perjanjian gencatan senjata karena negara memutuskan untuk  tampil melindungi perbatasan dan menghalau  Israel.  Ini merupakan kesempatan bagi negara untuk menjalankan tugasnya dan menguji kemampuannya secara politik.”

Dia juga mengatakan, “Kami berkomitmen dan memilih bersabar, tidak menanggapi pelanggaran Israel meskipun merasa terhina, dan terjadi aksi-aksi balas dendam. Kami menang karena kami kembali, dan penjajah akan hengkang dan terpaksa mundur.”

Dia lantas menegaskan, “Para pejuang perlawanan(Hizbullah) tidak meninggalkan medan perang, dan kubu perlawanan tetap teguh dan kuat….Operasi perlawanan meningkat, pasukan Israel tak bisa maju kecuali hanya sejarak ratusan meter saja, dan ini adalah berkat keteguhan para pejuang serta dukungan para pengungsi dan warga.”

Dia menyebutkan bahwa Israellah yang menghendaki gencatan senjata, dan kemudian tercapai kesepakatan Israel dengan pemerintah Lebanon. Menurutnya, ini merupakan kemenangan bagi kubu perlawanan.

Sekjen Hizbullah berterima kasih kepada Yaman “atas segala pengorbanannya”, dan Irak “beserta semua anak bangsanya, para marji’ dan para relawanannya,” dan juga Lebanon “yang telah mempersembahkan pemuka syuhada umat, Sayyid Hassan Nasrallah.”

Dia juga menegaskan bahwa “agresi terhadap Lebanon dan Gaza didukung oleh AS dan Barat tanpa kendali apa pun,” dan bahwa “agresi ini ditujukan untuk menghabisi perlawanan.”

Syeikh Qassem menilai tujuan dari Badai Al-Aqsa telah tercapai, karena proyek Israel untuk menghancurkan perlawanan dan Hamas akhirnya gagal.

“Kemenangan Gaza adalah kemenangan bagi rakyat Palestina dan bagi semua orang di kawasan sekitar yang mendukung tujuan ini, dan bagi  semua kaum merdeka di dunia yang mendukung dan menyokongnya,” ungkapnya.

Dia juga menegaskan, “Kita berhadapan dengan rezim pendudukan yang mengagresi dan menolak mundur, sementara kubu perlawanan berhak berbuat apa yang dipandangnya relavan mengenai bentuk dan karakteristik perlawanan dan penentuan waktunya…. Rezim pendudukan terus melanggar kedaulatan, maka semua orang dari pihak pemerintah hingga rakyat, kubu perlawanan, partai dan golongan bertanggungjawab menghadapinya.”

Sekjen Hizbullah lantas memperingatkan, “Segala risiko penundaan penarikan pasukan Israel harus dianggung oleh PBB dan Amerika, dan kami menolak penundaan penarikan mundur Israel barang sehari.” (raialyoum)

Tentara Israel Menangis Tinggalkan Poros Netzarim, Lautan Pengungsi Mengalir ke Gaza Utara

Tentara Zionis Israel menangis meninggalkan Poros Netzarim dan merasa bahwa apa yang mereka lakukan untuk lebih lebih dari setahun di Gaza ternyata “sia-sia”, menurut saluran 14 Israel.

Poros Netzarim (Persimpangan Syuhada) adalah zona militer yang sempat didirikan oleh tentara Israel untuk membelah Kota Gaza serta memisahkan wilayah utara Jalur Gaza dari wilayah tengah dan selatannya.

Tentara pendudukan hengkang dari Poros Netzarim pada hari Senin (27/1) setelah  Hamas  dan Israel mencapai kesepakatan yang menetapkan pembebasan 6 tawanan Israel, termasuk Arbel Yehud, sebagai imbalan atas dibiarkannya pengungsi Palestina kembali ke Jalur Gaza utara sejak Senin pagi.

Dengan penarikan pasukan pendudukan dari Netzarim, yang didirikan sejak operasi darat dimulai pada 27 Oktober 2023,  puluhan ribu pengungsi mengalir melalui dua jalan utama, termasuk Jalan Rashid, yang dibanjiri konvoi panjang para pengungsi yang mengalir dengan berjalan kaki, sementara ribuan lainnya bergerak meninggalkan Jalur Gaza selatan dengan kendaraan mereka melalui Poros Netzarim.

Mengomentari hal ini, koresponden militer Channel 14 Israel, Hallel Rosen, mengatakan, “Saya dapat memberitahu Anda bahwa para pejuang (tentara Israel) menangis meninggalkan koridor Netzarim, dan merasa bahwa segala yang telah mereka lakukan selama lebih dari setahun di Jalur Gaza ternyata sia-sia.”

Dia menambahkan, “Ini menyebalkan. Dulu biaya yang harus dikeluarkan adalah pembebasan tahanan keamanan, tapi sekarang biayanya sudah menjadi biaya operasional, karena Jalur Gaza utara kini terekspos. Mereka (perlawanan) akan menempatkan alat peledak di bawah tanah untuk kita, dan akan menanam ranjau di tempat-tempat yang belum pernah kita kerjakan.” setelahnya”.

Rosen juga mengatakan, “Jika ada ribuan militan di daerah Beit Hanoun dan Jabalia, jumlahnya sekarang bisa meningkat menjadi lebih dari 10.000, dan jika kita kembali berperang, kita akan menunggu pertempuran yang keras dan intens tidak kurang dari apa yang telah kita lihat sebelumnya.”

Dia menjelaskan, “Benteng-benteng yang akan dibangun dan senjata-senjata yang akan diselundupkan akan membuat operasi militer di masa depan menjadi lebih berbahaya dan rumit. Ini merupakan pukulan telak bagi semua upaya yang telah dilakukan oleh pasukan kita di Jalur Gaza, dan sekarang, tampaknya semua itu terbuang sia-sia.”

Kembalinya para pengungsi Palestina  ke Jalur Gaza utara terjadi setelah berbulan-bulan pemboman dan blokade Israel yang menyebabkan pengungsian paksa ratusan ribu warga Palestina, disertai kondisi kehidupan yang buruk karena kelaparan dan terhambatnya bantuan pangan, sehingga perjalanan pulang menjadi momen luar biasa yang diwarnai harapan sekaligus penderitaan.

Gencatan senjata antara kubu perlawanan Palestina dan rezim pendudukan Israel mulai berlaku pada tanggal 19 Januari. Tahap pertama akan berlangsung selama 42 hari, di mana negosiasi akan dimulai untuk memulai tahap kedua dan ketiga, dengan mediasi Doha, Kairo, dan Washington. (raialyoum)