Jakarta, ICMES. Sekjen Hizbullah, Syeikh Naim Qassem, kembali menyatakan penolakan tegasnya terhadap upaya perlucutan senjata Hizbullah dan berbagai kelompok perlawanan lain anti-Israel.

Israel menyerang Rumah Sakit Nasser di selatan Jalur Gaza, hingga menewaskan sedikitnya 21 orang, termasuk enam jurnalis, serta sejumlah petugas medis dan petugas penyelamat, dalam aksi brutal terbaru terhadap warga sipil dan sistem kesehatan yang hancur.
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menolak rencana Israel untuk menduduki Jalur Gaza sepenuhnya, dan menyerukan tekanan kepada Tel Aviv untuk menghentikan tindakannya terhadap warga Palestina di kawasan yang terblokade tersebut.
Berita selengkapnya:
Sekjen Hizbullah: Melucuti Senjata Kami adalah Mencabut Nyawa Kami
Sekjen Hizbullah, Syeikh Naim Qassem, kembali menyatakan penolakan tegasnya terhadap upaya perlucutan senjata Hizbullah dan berbagai kelompok perlawanan lain anti-Israel.
Dalam pidato yang disiarkan televisi di sebuah acara sosial, Senin (25/8), Syeikh Qassem mengatakan: “Kami tidak akan meninggalkan senjata yang telah menguatkan kami dan melindungi kami dari musuh Israel kami.”
Dia menambahkan, “Tentara Lebanon harus dipersenjatai dan bertanggung jawab (mengusir Israel dari Lebanon), dan kubu perlawanan eksis sebagai faktor penunjangnya.”
Syeikh Qassem menyatakan demikian beberapa jam setelah kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membuat pernyataan bahwa Tel Aviv akan mengurangi pendudukannya di wilayah Lebanon selatan jika Beirut mengambil “langkah-langkah yang diperlukan” untuk perlucutan senjata Hizbullah.
Sejak perang terakhirnya di Lebanon, Israel telah menduduki beberapa wilayah di Lebanon selatan, di samping sejumlah wilayah lain yang telah didudukinya selama beberapa dekade.
Syeikh Naim Qassem menyerukan tuntutan luas kepada pemerintah Lebanon untuk memulihkan kedaulatan nasional agar merasa bertanggung jawab dalam upaya mencapai tujuan ini.
Dia menyebut keputusan pemerintah untuk melucuti senjata kubu perlawanan sebagai “inkonstitusional.”
“Jika pemerintah terus seperti ini, maka ia tidak dapat dipercaya untuk menjaga kedaulatan Lebanon,”tandasnya.
Dia juga menegaskan bahwa Amerika Serikat (AS) menghalangi senjata yang melindungi negara, mengusik Lebanon, tidak dapat dipercaya, merupakan ancaman bagi Lebanon, bertujuan untuk merongrong Lebanon, dan menyerukan kepada fitnah.
Sekjen Hizbullah mendesak pemerintah menghentikan agresi Israel jika ingin memperluas kedaulatannya dan bekerja demi kepentingan negara, alih-alih mendesak kubu perlawanan meletakkan senjata.
“Senjata, yang telah membuat kami bangga dan melindungi kami dari musuh, tidak akan kami tinggalkan. Senjata adalah nyawa kami, kehormatan kami, tanah kami, martabat kami, dan masa depan anak-anak kami,” tegasnya.
Dia lantas memperingatkan, “Siapa berusaha melucuti senjata kami maka dia seperti (hendak) merenggut nyawa kami, dan saat itulah dia akan melihat kekuatan kami.”
Syekh Qassem menilai perlawanan seabagi iman dan tekad, patriotisme dan kehormatan, kebanggaan dan keteguhan, dan sebuah kondisi yang bertolak belakang dengan kehinaan, penyerahan diri, dan ketundukan.
Dia memastikan kubu perlawanan adalah penunjang tentara nasional, yang tetap merupakan elemen utama yang bertanggung jawab mempertahankan tanah air sehingga harus dipersenjatai dan memikul tanggung jawab.
Dia menekankan bahwa kubu perlawanan tidak mencegah agresi, melainkan merupakan reaksi terhadap agresi, menghadapinya, dan menghalangi tujuannya.
Sembari memastikan bahwa pasukan pendudukan tidak akan dapat bertahan di Lebanon, dan Israel juga tidak akan dapat mewujudkan proyek ekspansionisnya melalui Lebanon, dia juga menegaskan bahwa Israel dapat menduduki, membunuh, dan menghancurkan, “tapi kami akan menghadapinya agar ia tidak bertahan, dan kami mampu untuk ini.” (raialyoum)
Israel Serang RS Nasser di Jalur Gaza, Puluhan Jurnalis dan Petugas Medis Terbunuh
Israel menyerang Rumah Sakit Nasser di selatan Jalur Gaza, hingga menewaskan sedikitnya 21 orang, termasuk enam jurnalis, serta sejumlah petugas medis dan petugas penyelamat, Senin (25/8), dalam aksi brutal terbaru terhadap warga sipil dan sistem kesehatan yang hancur.
Serangan itu menewaskan para jurnalis yang bekerja untuk Al Jazeera, Reuters, dan Associated Press (AP), dan lain-lain, dan tergolong serangan paling mematikan terhadap rumah sakit dan pekerja media dalam hampir dua tahun aksi genosida Israel di Jalur Gaza.
Serangan terbaru itu terjadi ketika Israel memperluas serangannya ke daerah-daerah padat penduduk dan pusat-pusat perkotaan, termasuk Kota Gaza, sehingga meningkatkan bahaya bagi penduduk.
Serangan pertama dari serangan “ketuk ganda”, yang disusul oleh serangan kedua tak lama kemudian, menghantam lantai atas sebuah gedung di Rumah Sakit Nasser. Beberapa menit kemudian, ketika para jurnalis dan tim penyelamat pengena rompi oranye bergegas menaiki tangga luar, proyektil kedua menghantam, kata Dr. Ahmed al-Farra, kepala departemen pediatri.
Koresponden Al-Alam, Mohammed Abu Obeid, selamat dalam peristiwa tersebut. Dia mengatakan bahwa ini bukan pertama kalinya gedung tersebut diserang. Sebaliknya, insiden ini merupakan yang kelima atau keenam dalam agresi Israel yang sedang berlangsung terhadap Jalur Gaza.
Dia menjelaskan bahwa serangan pertama mengakibatkan sejumlah korban jiwa, termasuk jurnalis, dan alam serangan kedua, jumlah korban tewas meningkat menjadi hampir 20 orang, dengan perkiraan akan ada peningkatan mengingat parahnya luka dan runtuhnya sistem kesehatan dan medis di kompleks tersebut.
Serangan itu tak pelak mendapat kecaman dunia, terutama dari kelompok-kelompok kebebasan pers dan peduli HAM. Mereka menyatakan kemarahan atas pembunuhan berulang Israel terhadap jurnalis Palestina di Gaza.
Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk wilayah Palestina juga mengecam serangan tersebut.
“Tim penyelamat tewas saat bertugas. Pemandangan seperti ini terjadi setiap saat di Gaza, seringkali tak terlihat, sebagian besar tidak terdokumentasi,” kata Albanese.
Dia menambahkan, “Saya mohon kepada negara-negara: berapa banyak lagi yang harus disaksikan sebelum Anda bertindak untuk menghentikan pembantaian ini? Hancurkan blokade. Terapkan Embargo Senjata. Terapkan Sanksi.”
Negara-negara sekutu Israel, seperti Prancis, Jerman, dan Inggris, turut menyerukan penyelidikan.
Serikat Jurnalis Palestina mengutuk serangan itu dan menyebutnya representasi “perang terbuka terhadap media bebas, dengan tujuan meneror jurnalis dan mencegah mereka memenuhi tugas profesional mereka untuk mengungkap kejahatan Israel kepada dunia”. (aljazeera/alalam/presstv)
OKI Tolak Rencana Israel Menduduki Gaza
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menolak rencana Israel untuk menduduki Jalur Gaza sepenuhnya, dan menyerukan tekanan kepada Tel Aviv untuk menghentikan tindakannya terhadap warga Palestina di kawasan yang terblokade tersebut.
Dalam pernyataan akhir setelah pertemuan darurat tingkat menteri di Jeddah, Arab Saudi, Senin (25/8), OKI mengecam keras rencana Israel “untuk memaksakan pendudukan penuh dan kontrol militer atas Jalur Gaza,” dan menolak “skema apa pun, apa pun sifatnya, yang bertujuan untuk menggusur paksa rakyat Palestina.”
OKI menganggap Israel “bertanggung jawab penuh atas perang yang sedang berlangsung dan pengabaian yang disengaja terhadap inisiatif perdamaian”, yaitu penolakannya untuk menanggapi proposal gencatan senjata Gaza terbaru yang diterima oleh Hamas.
“Proposal tersebut kemungkinan akan menghasilkan kesepakatan penting dan krusial untuk membebaskan sandera dan tawanan, mencapai gencatan senjata, dan memastikan masuknya bantuan kemanusiaan mendesak secara efektif untuk mengatasi bencana kemanusiaan di Gaza,” bunyi pernyataan OKI.
OKI juga menolak pernyataan terbaru Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengenai “Israel Raya” dan menyebutnya sebagai “perpanjangan retorika ekstremis, hasutan, dan agresi terhadap kedaulatan negara,” dan pelanggaran hukum internasional dan Piagam PBB.
“Israel Raya” adalah istilah Alkitab yang digunakan dalam politik Israel untuk merujuk pada perluasan wilayah Israel yang mencakup Tepi Barat, Gaza, Dataran Tinggi Golan di Suriah, Semenanjung Sinai di Mesir, dan sebagian Yordania.
OKI menuduh Israel merusak solusi dua negara dengan menyetujui proyek permukiman besar yang disebut E1, yang membagi wilayah pendudukan Tepi Barat menjadi dua bagian serta mengisolasi wilayah pendudukan Al-Quds (Yerusalem) Timur.
Blok Islam tersebut juga mengecam tindakan Israel yang sengaja menargetkan jurnalis dan pekerja media di Jalur Gaza.
“Tindakan-tindakan ini merupakan kejahatan perang dan serangan terhadap kebebasan pers,” ungkap OKI.
OKI menyerukan semua negara “untuk mengambil semua langkah hukum dan efektif yang memungkinkan,” termasuk menjatuhkan sanksi, menangguhkan pengiriman senjata, dan meninjau kembali hubungan diplomatik dan ekonomi, untuk mencegah Israel melanjutkan aksinya terhadap rakyat Palestina.” (aa)









