Jakarta, ICMES. Sekjen Hizbullah Syeikh Naim Qassem menegaskan bahwa berbagai upaya untuk mendepak Hizbullah dari gelanggang perjuangan melawan Rezim Zionis Israel telah gagal.

Hamas telah membebaskan Edan Alexander, seorang warga negara AS-Israel dan seorang tentara lain, karena faksi pejuang Palestina itu berupaya menghidupkan kembali perundingan gencatan senjata dan diakhirnya blokade Israel Jalur Gaza.
Di tengah ketidakpastian seputar kelanjutan proses negosiasi tidak langsung antara Iran dan AS, menyusul kontradiksi dalam pernyataan pejabat Gedung Putih, dan meningkatnya tingkat tuntutan AS, Teheran mencoba mengakhiri kehebohan yang ada.
Berita selengkapnya:
Syeikh Naim Qassem: Kami Persembahkan Jiwa Sayid Nasrallah Justru Demi Melanjutkan Perlawanan
Sekjen Hizbullah Syeikh Naim Qassem menegaskan bahwa berbagai upaya untuk mendepak Hizbullah dari gelanggang perjuangan melawan Rezim Zionis Israel telah gagal.
Dalam pidato pada haul ke-9 kesyahidan Sayyid Mustafa Badruddin, Senin (12/5), Syeikh Naim Qassem menegaskan, “Orang yang mengira dapat menyingkirkan dan memakzulkan Hizbullah adalah berilusi belaka.”
Ditujukan kepada Rezim Zionis Israel, dia mengatakan, “Melalui tekanan, kalian tidak akan pernah dapat mewujudkan apa yang kalian gagal mewujudkannya dalam perang.”
Dia menambahkan, “Jika ada yang mengira bahwa semua orang bangkit melawan kami untuk menekan dengan berbagai cara agar kami mengabaikan perlawanan dan kekuatan kami, tanpa koordinasi detail dengan pemerintah Lebanon terkait dengan perlindungan dan pasukan Lebanon maka dia berilusi belaka.”
Sekjen Hizbullah menekankan bahwa Hizbullah telah menjadi “kekuatan pencegah” bagi ambisi rezim pendudukan Israel dan “telah menghadang rencana-rencana Israel untuk memangsa Lebanon.”
Dia lantas menegaskan, “Kami bersama logika kebenaran, bukan ketundukan, dan kami akan terus melakukan perlawanan membela Lebanon dan bangsanya. Musuh tak dapat mewujudkan tujuan-tujuannya. Kami telah mempersembahkan (jiwa) Sekjen (HIzbullah) Sayid Hassan Nasrallah, dan kesyahidannya adalah pelita bagi kami untuk melanjutkan dan kelanjutan perlawanan dengan kuat dan mulia.” (almayadeen)
Hamas Bebaskan Tentara Edan Alexander, Hubungan AS-Israel Malah Terusik, Ini Sebabnya
Hamas telah membebaskan Edan Alexander, seorang warga negara AS-Israel dan seorang tentara lain, karena faksi pejuang Palestina itu berupaya menghidupkan kembali perundingan gencatan senjata dan diakhirnya blokade Israel Jalur Gaza.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada Senin malam (12/5) mengonfirmasi bahwa mereka telah memfasilitasi pemindahan tentara tersebut. Sebuah gambar dirilis yang memperlihatkan Alexander bersama anggota Hamas dan seorang pejabat Palang Merah.
Hamas mengatakan telah membebaskan Alexander sebagai isyarat itikad baik terhadap Presiden AS Donald Trump, yang sedang mengunjungi negara-negara Teluk Arab minggu ini.
Pertempuran sempat berhenti untuk memungkinkan penyerahan setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Israel akan mengizinkan perjalanan yang aman untuk pembebasan tersebut.
“Edan Alexander, sandera Amerika yang diduga tewas, akan dibebaskan oleh Hamas. Berita bagus!” tulis Trump di platform Truth Social miliknya.
Dalam sebuah pernyataan, Presiden ICRC Mirjana Spoljaric menyambut baik pembebasan Alexander sambil menyerukan gencatan senjata yang langgeng di Gaza.
Sementara itu, sebuah saluran 13 Israel pada hari Senin mengungkapkan bahwa ketegangan antara Israel dan AS meningkat, di tengah kritik yang ditujukan oleh menteri Israel di pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Hal ini terjadi setelah pemerintahan Trump menyetujui Hamas untuk membebaskan tentara Israel-Amerika Idan Alexander, tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan Tel Aviv.
Saluran 13 melaporkan, “Meskipun ada upaya dari kantor Netanyahu (Perdana Menteri Israel) dalam beberapa hari terakhir untuk mengesankan kecerahan hubungan antara Tel Aviv dan Washington, hubungan antara kedua belah pihak justru semakin menegang dari hari ke hari.”
Saluran 13 mengungkap kecaman seorang menteri Israel terhadap Presiden AS Donald Trump mengenai perjanjian dengan Hamas untuk membebaskan tahanan Idan Alexander.
Saluran tersebut menyatakan, “Netanyahu mengadakan pertemuan darurat pada Minggu malam dengan para kepala keamanan dan sejumlah menteri, menyusul pengumuman Presiden Trump tentang kesepakatan dengan Hamas terkait pembebasan tahanan Alexander.”
Dalam pertemuan tersebut, Netanyahu mengatakan, “Ini adalah cara pemerintah AS untuk memberikan tekanan menuju kesepakatan yang komprehensif.”
Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben-Gvir, yang ekstrem, menanggapi: “Jika mereka melewati kami, kami harus memastikan bahwa tidak ada komitmen atas nama kami terhadap Hamas.” (aljazeera/raialyoum)
Perundingan Iran-AS Dekati Garis Rawan
Di tengah ketidakpastian seputar kelanjutan proses negosiasi tidak langsung antara Iran dan AS, menyusul kontradiksi dalam pernyataan pejabat Gedung Putih, dan meningkatnya tingkat tuntutan AS, Teheran mencoba mengakhiri kehebohan yang ada.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian menekankan bahwa negaranya serius mengenai perundingan dengan AS dan berusaha mencapai kesepakatan, namun dia juga menekankan bahwa meninggalkan fasilitas nuklir merupakan pilihan yang tidak dapat diterima. Dia memastikan bahwa Iran tidak pernah dan tidak akan pernah berusaha memiliki senjata nuklir.
Presiden Pezeshkian mengatakan, “Kami dapat memastikan bahwa Republik Islam tidak berusaha memiliki senjata nuklir. Diskusi tentang penghentian semua fasilitas nuklir dan penyelidikan sebelum dimulainya negosiasi tidak dapat kami terima. Kami serius dalam bernegosiasi dan berusaha mencapai kesepakatan.”
Pernyataan sikap dilakukan Pezeshkian setelah berakhirnya putaran perundingan keempat di Muscat, yang memunculkan harapan tercapainya kesepakatan, mengingat penegasan semua pihak atas sikap positif mereka.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menyebut pembicaraan itu bermanfaat meskipun sulit dan semakin serius dibanding putaran sebelumnya.
“Diskusi hari ini sangat bermanfaat dan positif, meskipun sulit. Isu-isu yang diperdebatkan menjadi lebih jelas bagi kedua belah pihak. Pengayaan uranium merupakan salah satu pencapaian bangsa Iran, darah para ilmuwan nuklir kami telah tertumpah, kami membayar harga untuk mencapainya,” ujar Araghchi.
Di pihak lain, AS menyebut putaran pembicaraa itu sebagai sesuatu yang menggembirakan. Seorang pejabat AS menyebutkan adanya kesepakatan untuk terus bekerja pada masalah-masalah teknis. Dia menyampaikan optimisme Washington tentang hasil pembicaraan tersebut, dan menekankan bahwa pihaknya menantikan pertemuan berikutnya, yang akan segera diadakan.
Sumber-sumber informasi menyebutkan bahwa, setelah putaran terakhir, pembicaraan bergerak ke arah pembahasan isu-isu yang dianggap “garis merah” atau masalah-masalah yang tawan oleh semua pihak, yaitu garis yang telah ditarik Teheran sejak awal proses negosiasi.
Pernyataan terbaru Utusan Khusus AS untuk Timteng, Steven Witkoff, mengenai pencegahan Teheran dari pengayaan uranium dapat menjadi perwujudan baru dari kebijakan “ carrot and stick ” (wortel dan tongkat), yang menurut Teheran dapat mengakibatkan terganggunya proses negosiasi. Carrot and stick adalah metafora yang menggambarkan penggunaan kombinasi hadiah (wortel) dan hukuman (tongkat), atau upaya persuasif dan represif, untuk mendorong perilaku yang diinginkan. (alalam)