Jakarta, ICMES. Lebih dari 70 orang dilaporkan tewas dan puluhan lainnya terluka di Suriah akibat pertempuran sengit antara militan Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) yang berkuasa di satu pihak dan kelompok oposisi bersenjata di pihak lain di wilayah barat negara ini.

Jubir Brigade Al-Qassam Abu Ubaidah mengatakan bahwa kubu perlawanan konsisten pada semua pasal perjanjian gencatan senjata, sembari menyebutkan bahwa rezim pendudukan (Israel) berlepas tangan dari komitmennya terkait dengan bantuan dan perlindungan kepada warga.
Presiden AS Donald Trump mengaku mengirim pesan kepada Pemimpin Besar Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei untuk merundingkan kesepakatan nuklir.
Berita selengkapnya:
Tragis, 70-an Orang Tewas dalam Pertempuran di Suriah
Lebih dari 70 orang dilaporkan tewas dan puluhan lainnya terluka di Suriah akibat pertempuran sengit antara militan Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) yang berkuasa di satu pihak dan kelompok oposisi bersenjata di pihak lain di wilayah barat negara ini.
Observatorium Suriah untuk HAM (SOHR) mengatakan dalam sebuah postingan di X pada hari Jumat (7/3) bahwa telah jatuh sejumlah korban tewas di wilayah pesisir Suriah setelah militan HTS disergap.
Di kota pesisir Jableh dan desa-desa yang berdekatan di Provinsi Latakia, 48 orang tewas dalam pertempuran, ungkap lembaga pemantau perang yang berbasis di Inggris itu.
Menurut SOHR, serangan terkoordinasi itu adalah yang terbesar terhadap penguasa baru Suriah sejak Presiden Bashar al-Assad terguling pada awal Desember tahun lalu.
Setidaknya 16 militan HTS tewas dalam bentrokan pada hari Kamis di provinsi Mediterania Latakia, yang dihuni oleh kaum Alawi dan Muslim Syiah.
Wilayah itu adalah rumah bagi pangkalan udara Hmeimim – pangkalan strategis Suriah yang dioperasikan oleh Rusia.
Operasi kelompok oposisi itu dilakukan setelah sebelumnya lembaga pemantau itu melaporkan serangan yang dilancarkan oleh helikopter ke desa Beit Ana dan hutan di sekitarnya serta serangan artileri ke desa tetangga.
Pemimpin Alawite dalam sebuah pernyataan di Facebook menyerukan “unjuk rasa damai” sebagai tanggapan atas serangan helikopter, yang mereka katakan telah menargetkan “rumah-rumah warga sipil.”
Otoritas HTS memberlakukan jam malam di Latakia, kota pelabuhan Tartus, dan kota Homs di wilayah barat.
Ketegangan meletus setelah penduduk Beit Ana, tempat kelahiran Suhail al-Hassan, mantan komandan tinggi tentara Suriah di bawah Assad, mencegah militan HTS menangkap seseorang di desa tersebut.
Hassan dilaporkan memimpin divisi misi khusus elit yang dikenal sebagai Pasukan Harimau. (presstv)
Abu Ubaidah: Jangan Harap Israel Bisa Meraih Apa yang Tak Diraihnya dalam Perang
Jubir Brigade Al-Qassam Abu Ubaidah mengatakan bahwa kubu perlawanan konsisten pada semua pasal perjanjian gencatan senjata, sembari menyebutkan bahwa rezim pendudukan (Israel) berlepas tangan dari komitmennya terkait dengan bantuan dan perlindungan kepada warga.
“Kubu perlawanan Palestina di hadapan khalayak dunia dan para mediator sejak 19 Januari lalu konsisten pada pasal-pasal perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tawanan di Gaza mulai dari jadwal yang ditetapkan untuk pertukaran itu, lalu keputusan pembebasan tawanan Israel dengan jumlah yang sudah disepakati, hingga penyerahan para tawanan itu secara aman, relevan dan sangat tertib,” ujarnya dalam sebuah pernyataan video, sebagaimana disiarkan beberapa televisi Arab, Jumat (7/3).
Dia menambahkan, “Musuh berusaha berkelit, berdusta dan bertipu daya sebagaimana biasa dilakukan oleh manusia yang memang bertipe demikian. Meski demikian, kami masih rela konsisten pada perjanjian demi melindungi darah anak-anak bangsa kami dan untuk mencegah dalih, yang hendak dibuat oleh musuh dengan berbagai upaya, serta demi menghormati komitmen saudara-saudara mediator.”
Abu Ubaidah juga menegaskan bahwa apa yang tak dapat diraih oleh rezim pendudukan melalui agresi militer juga tidak akan dapat diraihnya dengan intimidasi, blokade dan pelaparan.
“Kami menegaskan beberapa hal berikut: Pertama, apa yang tak dapat diraih oleh musuh dengan perang, agresi, genosida, tidak akan pernah dapat mereka raih dengan ancaman dan tipudaya. Jalan yang paling dekat untuk stabilitas di kawasan ini ialah mengekang musuh ini, dan membuatnya patuh pada apa yang ditandatanganinya,” tandasnya.
Dia juga menegaskan, “Ancaman untuk memulai perang dan pertempuran tidak akan mendorong kami kecuali bersiap meruntuhkan apa yang tersisa dari apa yang diilusikan sebagai wibawa tentara musuh. Kami sedang meningkatkan kesiapan menghadapi segala kemungkinan. Keinginan pasti kami untuk menghentikan agresi musuh dan menjauhkan bangsa kami dari malapetaka kejahatan Nazi Zionis sama sekali tidak berarti bahwa kami tidak memiliki opsi untuk menyakitkan musuh dan melawan agresinya dengan segala cara.” (alaraby)
Trump Berkirim Pesan kepada Ayatullah Khamenei Soal Perjanjian Nuklir
Presiden AS Donald Trump mengaku mengirim pesan kepada Pemimpin Besar Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei untuk merundingkan kesepakatan nuklir.
Hal itu disampaikannya dalam pernyataan kepada saluran Fox Business pada hari Jumat (7/3), di mana ia menjelaskan bahwa ia mengirim pesanitu pada hari Kamis.
Trump menekankan bahwa ia lebih suka membuat kesepakatan dengan Iran mengenai program nuklirnya, sambil memperingatkan Teheran tentang konsekuensi jika tidak bernegosiasi.
Dia menekankan bahwa Iran tidak dapat dibiarkan memiliki senjata nuklir.
Februari lalu, Trump mengatakan bahwa Iran seharusnya tidak memiliki senjata nuklir, dan bahwa Iran lebih suka mencapai perjanjian nuklir yang memungkinkan Iran untuk tumbuh dan berkembang.
Trump, yang menandatangani perintah eksekutif presiden yang akan menghidupkan kembali kebijakan “tekanan maksimum terhadap Iran,” mengatakan ia tidak senang dengan keputusan tersebut tetapi dia harus “bersikap keras terhadap Iran.”
Di pihak lain, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dalam sebuah wawancara dengan AFP pada hari Jumat menegaskan negaranya tidak akan mengadakan negosiasi langsung dengan AS mengenai program nuklirnya, selagi Presiden Donald Trump melanjutkan kebijakan “tekanan maksimum”.
“Kami tidak akan melakukan negosiasi langsung dengan AS selama mereka terus menerapkan kebijakan tekanan dan ancaman maksimum,” kata Araghchi di sela-sela pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam di Jeddah. (raiayoum)