Rangkuman Berita Utama Sabtu 8 Februari 2025

Jakarta, ICMES. Pemimpin Besar Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei, menegaskan jika AS mengancam Iran maka Iran pun akan mengancamnya, dan menekankan bahwa negosiasi dengan AS bukanlah tindakan yang bijaksana.

Presiden AS Donald Trump menjatuhkan sanksi terhadap Mahkamah Pidana Internasional (ICC), dan menuduhnya melakukan pelanggaran terhadap Israel dan AS.

Berita selengkapnya:

Ayatullah Khamenei: Jika AS Mengancam Kamipun akan Mengancam

Pemimpin Besar Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei, menegaskan jika AS mengancam Iran maka Iran pun akan mengancamnya, dan menekankan bahwa negosiasi dengan AS bukanlah tindakan yang bijaksana.

 “Jika Amerika mengancam kita, kita akan mengancam mereka, dan jika mereka melaksanakan ancaman mereka, kita pun akan melaksanakan ancaman kita, dan jika mereka menyerang keamanan kita, kita pun akan menyerang keamanan mereka tanpa ragu-ragu,” tegasnya dalam kata sambutan pada pertemuan dengan sekelompok komandan Angkatan Udara dan Pertahanan Udara Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran, Jumat (7/2).

Ayatullah Khamenei menambahkan bahwa bernegosiasi dengan pemerintah seperti AS adalah tindakan yang tidak rasional, tidak bijaksana, dan tidak terhormat.

Pemimpin Besar Iran menyatakan demikian beberapa jam setelah AS memberlakukan sanksi pertamanya menyusul penandatanganan perintah Presiden Donald Trump untuk memberlakukan kembali “tekanan maksimum” terhadap Iran.

Dia memenyebutkan pengalaman tahun 2015 ketika Iran dan enam negara lain, termasuk AS, menandatangani Perjanjian Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang sekarang tidak aktif setelah dua tahun negosiasi, hanya untuk dibatalkan oleh Presiden Trump pada tahun 2018.

“Pada dekade lalu, kita duduk di meja perundingan dengan Amerika, dan sebuah kesepakatan telah disepakati. Tapi orang yang berkuasa saat ini (di AS, Donald Trump)  telah menghancurkan perjanjian itu. Sebelum itu pun, mereka yang terlibat dalam penandangan perjanjian itu juga tidak konsisten kepadanya. Perjanjian itu dimaksudkan untuk mencabut embargo, tapi embargo tak dicabut,” terangnya.

Dia juga mengatakan, “Bernegosiasi dengan Amerika tidak akan berpengaruh dalam penyelesaian masalah negara. Yang menyelesaikan masalah adalah tekad tulus para pejabat dan solidaritas rakyat yang bersatu.”

Ayatullah Khamenei  menambahkan, “ Orang Amerika sedang duduk dan mengubah peta dunia di atas kertas. Tentu saja itu hanya di atas kertas ,dan tidak pernah menjadi kenyataan.”

Iran saat ini tengah merayakan hari jadi Revolusi Islam yang mengakhiri rezim Pahlavi yang didukung AS pada tahun 1979.

Setiap tahun pada tanggal 8 Februari, personel Angkatan Udara Iran bertemu dengan Pemimpin Besar Iran untuk mengenang kembali kesetiaan para perwira Angkatan Udara kepada pendiri Republik Islam, Imam Khomeini, pada tahun 1979. Peristiwa tersebut dipandang sebagai titik balik yang berujung pada kemenangan Revolusi Islam tiga hari kemudian. (alalam)

Demi Bela Israel, Trump Jatuhkan Sanksi terhadap Mahmakah Pidana Internasional

Presiden AS Donald Trump menjatuhkan sanksi terhadap Mahkamah Pidana Internasional (ICC), dan menuduhnya melakukan pelanggaran terhadap Israel dan AS.

Trump menandatangani perintah eksekutif pada Kamis malam (6/2) yang memberlakukan pembatasan keuangan dan visa terhadap staf ICC dan siapa pun yang membantu penyelidikan ICC terhadap AS dan sekutunya.

Perintah tersebut menuduh ICC melakukan “tindakan tidak sah dan tidak berdasar terhadap Amerika dan sekutu dekat kami, Israel”, ungkap Gedung Putih.

Tindakan itu diambil bersamaan dengan kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke AS.

ICC pada November 2024 mengeluarkan surat perintah penangkapan Netanyahu, mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dan seorang pejabat senior Hamas, dengan dakwaan bahwa mereka melakukan kejahatan perang dalam perang di Gaza.

Perintah Trump mengklaim bahwa pengadilan yang berpusat di Den Haag telah “menyalahgunakan kekuasaannya” dengan mengeluarkan surat perintah untuk Israel. Gedung Putih mendefinisikan Israel sebagai “negara demokratis yang militernya secara ketat mematuhi hukum perang”.

“Tindakan yang diambil oleh Pengadilan Kriminal Internasional terhadap Israel dan AS menjadi preseden yang berbahaya,” lanjutnya, sembari menuduh ICC melakukan “perilaku jahat yang mengancam akan melanggar kedaulatan Amerika dan merusak keamanan nasional dan kebijakan luar negeri”.

Nama-nama individu yang menjadi sasaran sanksi tersebut tidak segera dirilis, namun sanksi sebelumnya yang dikeluarkan selama masa jabatan pertama Trump ditujukan kepada jaksa penuntut dan ajudannya yang menjalankan penyelidikan ICC terhadap dugaan kejahatan perang oleh pasukan AS di Afghanistan.

ICC mengatakan bahwa perintah tersebut bertujuan “merusak kerja peradilannya yang independen dan tidak memihak” . ICC berjanji untuk “terus memberikan keadilan dan harapan kepada jutaan korban kekejaman yang tidak bersalah di seluruh dunia”.

“Kami menyerukan kepada 125 Negara Pihak, masyarakat sipil, dan semua negara di dunia untuk bersatu demi keadilan dan hak asasi manusia yang fundamental,” tambahnya.

Langkah tersebut juga memicu ekspresi kekhawatiran dari seluruh dunia.

Presiden Dewan Eropa Antonio Costa mengatakan sanksi tersebut “melemahkan sistem peradilan pidana internasional secara keseluruhan”.

Belanda, negara tuan rumah ICC, mengaku “menyesalkan” perintah tersebut, dan menyatakan bahwa kerja pengadilan tersebut “penting dalam memerangi impunitas”. Amnesty International menyebut langkah tersebut “ceroboh”.

Sanksi tersebut merupakan bentuk dukungan setelah kunjungan Netanyahu ke Gedung Putih, saat Trump mengumumkan rencana AS untuk “mengambil alih” Gaza dan memindahkan warga Palestina ke negara-negara Timur Tengah lainnya.

PBB dan para ahli hukum mengatakan rencana tersebut ilegal menurut hukum internasional. Pemindahan paksa juga merupakan kejahatan menurut Statuta Roma yang mengatur ICC.

ICC yang beranggotakan 125 orang merupakan pengadilan permanen yang dapat mengadili individu atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan agresi terhadap wilayah negara-negara anggota atau oleh warga negara mereka.   AS, Tiongkok, Rusia, dan Israel bukan anggota ICC.

Israel memuji sanksi yang diperintahkan pada “apa yang disebut ‘pengadilan pidana internasional'”. Menteri Luar Negeri Gideon Saar mengatakan pada X bahwa tindakan ICC “tidak bermoral dan tidak memiliki dasar hukum”.

Iran mengecam keras penerapan sanksi AS terhadap  ICC, dan menyebutnya sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang sangat parah yang bertujuan untuk melindungi rezim Israel dari pertanggungjawaban atas kejahatannya.

Dalam pernyataan hari Sabtu di X, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Ismail Baghaei mengecam Washington karena telah lama menggunakan sanksi dan tindakan koersif untuk memajukan kepentingan domestiknya secara internasional. (aljazeera/presstv)