Jakarta, ICMES. Dokumen dan laporan rahasia Pentagon AS dan Mossad Israel mengungkap bahwa Washington dan Tel Aviv sedang mempersiapkan agresi militer skala besar terhadap Lebanon dengan kedok “perlucutan senjata”.

Surat kabar The Jerusalem Post menyatakan bahwa serangan rudal amunisi klaster dari Yaman secara signifikan meningkatkan jangkauan ancaman, mempersulit intersepsi, dan mempersulit pemulihan pascabenturan.
Menteri Luar Negeri Iran mengecam keputusan Australia mengusir duta besar Iran atas tuduhan serangan terhadap situs-situs Yahudi, dan menyebutnya bertujuan menenangkan “rezim (Israel) yang dipimpin oleh penjahat perang.”
Berita selengkapnya:
Dokumen Rahasia Ungkap Rencana AS dan Israel Melancarkan Serangan Besar ke Lebanon
AS mengirim utusan ke Beirut di tengah upaya AS dan Israel mendikte Lebanon serta mencegah perpanjangan mandat pasukan PBB UNIFIL yang beroperasi di Lebanon selatan. Dalam kondisi demikian, muncul isu mengenai dokumen dan laporan rahasia Pentagon AS dan Mossad Israel, yang mengindikasikan bahwa Washington dan Tel Aviv sedang mempersiapkan agresi militer skala besar terhadap Lebanon dengan kedok “perlucutan senjata”.
Pusat Analisis Politik Internasional Rusia mengungkapkan bahwa menurut laporan bersama Kepala Staf Gabungan AS yang dirilis pada Juli lalu dan diklasifikasikan sebagai sangat rahasia, Pentagon telah menyiapkan skenario invasi ke Lebanon dengan sandi “Operasi Palu Tuhan”.
Menurut Dirjen pusat tersebut, Denis Korkodinov, rencana AS-Israel itu mencanangkan tiga fase utama; serangan siber; operasi pendaratan, dan pembunuhan; serta serangan udara dan rudal intensif terhadap sekitar 1.200 target menggunakan jet tempur dan rudal jelajah.
Pusat itu menyebutkan bahwa rencana, yang telah disetujui oleh Menteri Pertahanan AS Pete Hegsett, itu sedang dikoordinasikan dengan Mossad, yang menyediakan 85% koordinat target presisi.
Serangan tersebut dijadwalkan akan dilakukan antara November dan Januari tahun depan, demi menghindari campur tangan Rusia atau Tiongkok di Dewan Keamanan.
Rencana tersebut memuat perkiraan Pentagon dan Mossad tentang kemampuan Hizbullah. Mossad memperkirakan bahwa kerugian tentara Israel jika terjadi konfrontasi skala penuh akan mencapai 300 tentara per hari dan setidaknya 5.000 pemukim.
Menurut dokumen militer Israel dari Komando Utara, rencana tersebut menetapkan pembentukan “zona keamanan” sedalam 40 kilometer di wilayah Lebanon, dengan patroli dan razia harian. Hal ini membutuhkan pengerahan 40.000 tentara, dengan kerugian diperkirakan mencapai 50 kematian per minggu akibat tembakan penembak jitu dan bom. (alalam)
Rudal Balistik Klaster Yaman Jadi Momok bagi Israel, 70 Orang Palestina Gugur
Surat kabar The Jerusalem Post menyatakan bahwa serangan rudal amunisi klaster dari Yaman secara signifikan meningkatkan jangkauan ancaman, mempersulit intersepsi, dan mempersulit pemulihan pascabenturan.
Dikutip laman berita al-Alam yang berbasis di Iran, Selasa (26/8), surat kabar Israel tersebut melaporkan bahwa penggunaan rudal balistik klaster oleh Yaman terhadap Israel merupakan perkembangan yang signifikan dan mengkhawatirkan, karena membuat sistem pertahanan rudal konvensional, termasuk Arrow atau David’s Sling, kurang efektif karena tidak dilengkapi untuk mencegat bom yang tersebar.
Menurut surat kabar tersebut, kegagalan pertahanan udara Israel untuk mencegat rudal Yaman menimbulkan pertanyaan kritis tentang keterbatasan jaringan pertahanan udara multi-lapis tersebut.
Jumat lalu, pasukan rudal Angkatan Bersenjata Yaman melancarkan operasi militer terhadap Bandara Ben Gurion di wilayah pendudukan Jaffa (Tel Aviv) dengan menggunakan rudal balistik hipersonik Palestine 2 . Rudal tersebut berhasil menerobos sistem pencegat, dan operasi itu pun berhasil mencapai tujuannya.
Israel sedang menyelidiki mengapa pertahanan udaranya kesulitan mencegat rudal tersebut, dan apakah Yaman menggunakan amunisi tandan.
Israel juga melakukan serangan balik terhadap Yaman untuk yang ke-14 kalinya sejak serangan Badai al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, dengan tujuan menghentikan dukungan Yaman kepada rakyat dan pejuang Gaza.
Operasi Yaman yang jauh menembus kedalaman wilayah Israel merupakan mimpi buruk terbesar bagi rezim Zionis ini, mengingat ketidakmampuannya menghentikan serangan itu di tengah pesatnya perkembangan kemampuan militer Yaman serta ancaman nyata mereka ke wilayah pendudukan Palestina.
Operasi militer Yaman terhadap Israel merupakan bagian dari upaya untuk mendukung perlawanan Palestina di Jalur Gaza. Angkatan Bersenjata Yaman berulang kali menegaskan bahwa operasi militernya tidak akan berhenti sampai agresi dan blokade Israel terhadap Jalur Gaza berhenti.
70 Warga Palestina Gugur di Gaza
Rumah sakit di Jalur Gaza melaporkan sekira 70 warga Palestina, termasuk anak-anak dan perempuan, gugur syahid akibat serangan udara Israel di beberapa wilayah di Jalur Gaza.
Sumber rumah sakit Gaza merinci bahwa 30 warga terbunuh di Jalur Gaza utara, 20 di Jalur Gaza tengah, dan 20 lainnya di Jalur Gaza selatan.
Menurut pernyataan Kementerian Kesehatan Palestina pada hari Selasa, jumlah korban gugur akibat agresi Israel telah meningkat menjadi 62.819 orang, sementara korban luka 158.629 orang sejak 7 Oktober 2023. (alalam)
Australia Usir Dubes Iran, Teheran Menyebutnya demi Menghibur Israel
Menteri Luar Negeri Iran mengecam keputusan Australia mengusir duta besar Iran atas tuduhan serangan terhadap situs-situs Yahudi, dan menyebutnya bertujuan menenangkan “rezim (Israel) yang dipimpin oleh penjahat perang.”
Dalam sebuah unggahan di platform X pada hari Selasa (26/8), Abbas Araghchi membantah tuduhan pemerintah Canberra, sembari menyebutkan bahwa di Iran sejak zaman dahulu juga terdapat umat minoritas Yahudi dan mendapat perlindungan hukum.
“Iran adalah rumah bagi salah satu komunitas Yahudi tertua di dunia, termasuk puluhan sinagoge. Menuduh Iran menyerang situs-situs demikian di Australia sementara kami berusaha sekuat tenaga untuk melindunginya di negara kami sendiri sama sekali tidak masuk akal,” ungkapnya.
Araghchi menambahkan, “Iran membayar mahal atas dukungan rakyat Australia terhadap Palestina”, mengacu pada meningkatnya gelombang protes pro-Palestina di seantero Negeri Kanguru tersebut terkait dengan perang di Gaza.
Sebelumnya pada hari Selasa, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menuding tanpa bukti bahwa Iran mendalangi dua serangan terhadap situs-situs Yahudi pada bulan Oktober dan Desember.
Laporan media menunjukkan bahwa langkah tersebut dapat ditujukan sebagai respon atas kritikan Israel terhadap pemerintahan Albanese.
Ketegangan antara Israel dan Australia meningkat setelah Canberra pada awal bulan ini mengumumkan pihaknya akan bergabung dengan Prancis dan negara-negara lain dalam meresmikan pengakuan negara Palestina di Majelis Umum PBB pada bulan September.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bereaksi terhadap keputusan itu dengan menuduh Albanese “mengkhianati Israel” dan “meninggalkan umat Yahudi Australia” serta menyebutnya sebagai “politisi yang lemah.”
Araghchi mengaku “tidak terbiasa berpihak pada para buronan Penjahat Perang, tapi Netanyahu benar tentang satu hal: PM Australia memang ‘politisi yang lemah’.”
Sambil memperingatkan Australia, dia menambahkan, “Canberra seharusnya mengetahui secara lebih baik daripada mencoba menenangkan rezim yang dipimpin oleh Penjahat Perang. Melakukan hal itu hanya akan membuat Netanyahu dan semisalnya semakin berani.”
Teheran telah berjanji untuk melakukan tindakan balasan sebagai tanggapan atas langkah Australia tersebut. (presstv)









