Jakarta, ICMES. Panglima Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Mayjen Mohammad Pakpour, mengeluarkan ancaman eksplisit dalam pertemuannya dengan Penasihat Keamanan Nasional Irak, Qassem al-Araji. Dia menekankan bahwa setiap serangan terhadap Iran akan dibalas dengan respon yang lebih keras daripada yang terjadi dalam Perang 12 Hari, dan menekankan bahwa negaranya akan mengobarkan neraka bagi para agresor.

Sekjen Hizbullah Syeikh Naim Qassem menegaskan bahwa Israel tidak mencapai tujuannya dan tidak akan pernah mencapainya meskipun ada persekongkolan internasional, dan bahwa stabilitas Lebanon bergantung pada penghentian pendudukan Israel.
Pemimpin Ansarullah Yaman, Sayyid Abdul Malik Badruddin al-Houthi, mengatakan negaranya sepenuhnya siap untuk meningkatkan operasi militer jika Israel tidak mematuhi perjanjian gencatan senjata di Gaza.
Berita selengkapnya:
Panglima IRGC: Iran akan Kobarkan Api Neraka Jika Musuh Menyerang lagi
Panglima Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Mayjen Mohammad Pakpour, mengeluarkan ancaman eksplisit dalam pertemuannya dengan Penasihat Keamanan Nasional Irak, Qassem al-Araji. Dia menekankan bahwa setiap serangan terhadap Iran akan dibalas dengan respon yang lebih keras daripada yang terjadi dalam Perang 12 Hari, dan menekankan bahwa negaranya akan mengobarkan neraka bagi para agresor.
Dia mengatakan, “Musuh, Zionis, sangat bergantung pada perisai rudalnya. Amerika telah mengerahkan beberapa sistem THAAD dan Aegis di laut dan di beberapa negara tetangga untuk mencegah peluncuran rudal Iran. Namun demikian, kami berhasil meluncurkan rudal kami dan mengenai target yang kami incar. Sekarang, jika ada yang berani menyerang negara kami, respon kami niscaya akan lebih kuat daripada respons Perang 12 Hari, dan kami pasti akan mengobarkan neraka bagi mereka.”
Mayjen Pakpour juga memperingatkan perihal upaya musuh-musuh kawasan Timteng untuk mengoyak persatuan internalnya. Dia juga menyatakan bahwa entitas Zionis berusaha membunuh para pemimpin dan menebar kekacauan di Iran selama Perang 12 Hari, tapi kebijaksanaan Pemimpin Besar (Ayatullah Khamenei) dan kewaspadaan rakyat Iran menggagalkan rencana tersebut.
Sementara itu, juru bicara pemerintah Iran, Fatemeh Mohajerani, menyatakan bahwa Resolusi 2231 yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan secara efektif telah berakhir. Dia juga menyebutkan bahwa Iran, Rusia, dan Tiongkok telah mengirimkan pesan bersama terkait hal ini, dan bahwa sebagian besar negara di dunia menolak pendekatan unilateral dalam hubungan internasional. Dia menekankan bahwa negaranya terbuka untuk dialog berbasis kesetaraan dan saling menghormati.
Fatemeh Mohajerani, mengatakan, “Kami selalu terbuka untuk berdialog. Saya telah mengatakan sebelumnya bahwa kami sedang bernegosiasi pada 12 Juni. Namun, ketika pihak lain berhenti bersikap arogan dan mendikte, kami akan berdialog dengan semua pihak. Tujuan kami adalah memenuhi hak-hak rakyat Iran, dan kami tidak akan ragu untuk melakukannya.”
Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran, Ali Larijani, menegaskan kesiapan negaranya untuk mempertimbangkan setiap proposal baru dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Dia juga menyebutkan bahwa aktivasi snapback mendorong Teheran untuk mempertimbangkan kembali Perjanjian Kairo dengan badan tersebut, yang saat ini tidak lagi berlaku. (alalam)
Syeikh Qassem: Senjata Hizbullah Bagian dari Kekuatan Lebanon
Sekjen Hizbullah Syeikh Naim Qassem menegaskan bahwa Israel tidak mencapai tujuannya dan tidak akan pernah mencapainya meskipun ada persekongkolan internasional, dan bahwa stabilitas Lebanon bergantung pada penghentian pendudukan Israel.
Syeikh Qassem pada hari Selasa (21/10) menyebut intervensi Amerika Serikat (AS) di Lebanon dan kawasan Timur Tengah sebagai hal yang sangat buruk dan membuktikan bahwa Washington memimpin genosida dan pembantaian. Dia memperingatkan pemerintah AS dan (Utusan Khusus AS) Tom Barrack perihal ancaman yang terus berlanjut terhadap Lebanon dan upaya menjadikannya bagian dari Israel Raya.
Dia menambahkan bahwa rencana Netanyahu untuk Israel Raya melayani kepentingan AS yang lebih besar , dan bahwa masa depan entitas Israel tidak terjamin meskipun ada pembunuhan dan penghancuran. Dia juga memastikan bahwa apa yang dilakukan Trump di Sharm el-Sheikh bukanlah tawaran perdamaian.
Syekh Qassem menegaskan bahwa Lebanon tidak akan memberikan apa yang diinginkan Israel atau AS selama masih ada rakyat yang pantang menyerah dan siap berkorban. Dia juga menekankan bahwa persenjataan Hizbullah adalah bagian dari kekuatan Lebanon, dan bahwa keliru siapa pun yang berpikir bahwa peniadaannya akan menyelesaikan masalah.
Sekjen Hizbullah mendesak pemerintah Lebanon untuk mengemban tanggung jawabnya dalam melindungi kedaulatan nasional. Dia menekankan bahwa Lebanon bukanlah penjara bagi warganya dan harus berada di bawah pengelolaan pemerintah Lebanon sendiri, bukan AS, demi kepentingan rakyat.
Sementara itu, seorang legislator Lebanon mengatakan bahwa Hizbullah telah mendapatkan kembali kekuatannya, dan memperingatkan bahwa gerakan perlawanan ini sepenuhnya siap menghadapi potensi ancaman atau tindakan agresi dari rezim Israel.
“Hizbullah tak terkalahkan dan tidak akan terkalahkan,” ujar Hassan Ezzedine, anggota Loyalty to the Resistance Bloc – sayap politik Hizbullah – di parlemen Lebanon.
“Kelompok perlawanan ini terus berdiri teguh dengan tekad baja dan motivasi yang kuat. Gerakan ini memiliki tujuan yang sah untuk membela tanah air, dan martabat serta kehormatan seluruh masyarakat Lebanon berada di garda terdepan,” ujarnya.
Dia menekankan bahwa cepat atau lambat pasukan Israel akan mundur dari wilayah pendudukan di Lebanon selatan.
“Front Perlawanan di Lebanon telah mendapatkan kembali kekuatannya, masih eksis dan berdiri tegak. Ia dapat menghadapi setiap gerakan permusuhan, kemungkinan serangan darat musuh Zionis, atau upaya apa pun untuk menduduki lebih banyak wilayah [di Lebanon],” imbuh Ezzedine.
Mengenai gelombang terbaru serangan udara Israel di Lebanon selatan, dia mengatakan, “Serangan-serangan tersebut adalah demi memberikan tekanan psikologis, intimidasi, dan terorisme ekonomi, serta bertujuan untuk mempertahankan kondisi teror. Penghancuran kendaraan dan infrastruktur sipil (di Lebanon selatan) tidak akan membuat kami menyerah pada kehendak musuh… Musuh tidak dapat mematahkan kehendak kami dengan cara apa pun.” (raialyoum/alalam)
Pemimpin Ansarullah Ingatkan Eskalasi jika Israel Langgar Gencatan Senjata
Pemimpin Ansarullah Yaman, Sayyid Abdul Malik Badruddin al-Houthi, mengatakan negaranya sepenuhnya siap untuk meningkatkan operasi militer jika Israel tidak mematuhi perjanjian gencatan senjata di Gaza.
“Kami akan tetap siap sepenuhnya untuk kembali beroperasi dan meningkatkan eskalasi jika musuh, Israel, melanjutkan agresinya dengan melakukan genosida, blokade, pemusnahan, dan pelaparan terhadap rakyat Palestina,” ujar Sayyid al-Houthi dalam pidatonya pada hari Selasa (21/10) berkenaan gugurnya Mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Yaman, Letjen Mohammad Abdulkarim.
Dia memastikan Yaman tidak bisa tinggal diam dalam situasi apa pun dan tidak akan berkompromi berkenaan dengan pendirian yang berprinsipkan kitab suci Al-Quran al-Karim.
Dia mengatakan bahwa jika gugurnya al-Ghamari menyebabkan kelemahan atau keruntuhan maka revolusi Yaman seharusnya sudah berakhir pada tahun 2004 dengan gugurnya pemimpinnya, Sayyid Hussein Badr al-Din al-Houthi.
“Namun, jalan itu terus berlanjut, tumbuh, dan menguat, membimbing bangsa yang hebat ini dalam identitas keimanannya sehingga berkah, suara, dan pengaruhnya menyebar secara global,” ujarnya.
Sayyid al-Houthi memastikan Yaman kini lebih kuat daripada sebelumnya dalam sejarahnya, dan negara ini menempati peringkat pertama di antara negara-negara Arab dalam manufaktur militer dan produksi masa perang.
Dia menjelaskan bahwa Angkatan Bersenjata Yaman telah secara bertahap membangun kapabilitas dan memperoleh pengalaman selama bertahun-tahun konflik dengan pasukan Saudi dan Israel.
Menurutnya, industri militer Yaman kini memproduksi beragam senjata, mulai dari pistol dan senapan hingga artileri, drone, dan roket, serta terus maju dalam teknologi rudal dan drone.
Dia juga mengatakan bahwa pencapaian Yaman terbukti jelas dalam pertempuran laut dengan AS, yang telah menderita kekalahan telak di laut, satu realitas yang bahkan diakui oleh para petinggi AS sendiri, dan terbukti dengan penarikan lima kapal induk.
Pemimpin Ansarullah menilai Israel, bersama Amerika dan Inggris, juga gagal dalam tujuan mereka karena mereka tidak mampu memusnahkan kemampuan rakyat Yaman atau memaksa mereka untuk meninggalkan pendirian prinsipal mereka.
Dia mengatakan bahwa musuh mengintensifkan upaya mereka untuk mengalihkan perhatian publik dari tujuan utama dan ancaman eksistensial yang ditimbulkan oleh Zionisme. (presstv)









