Rangkuman Berita Utama Rabu 20 Agustus 2025

Jakarta, ICMES. Ketua Gerakan Patriotik Bebas Lebanon, Gebran Bassil, menyatakan bahwa pihak-pihak yang menginginkan perlucutan senjata Hizbullah sengaja menginginkan demikian karena menghendaki perang saudara di Lebanon.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa lebih dari 500 anak Palestina terbunuh setiap bulan sejak Israel meningkatkan pembomannya terhadap tempat penampungan PBB di Jalur Gaza pada bulan Maret 2025.

Kepala Badan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Tom Fletcher, merilis “dakwaan memalukan atas ketidakpedulian dan apatisme internasional” setelah dia membagikan statistik tentang keterbunuhan 383 pekerja bantuan tahun lalu di seluruh dunia, yang hampir setengahnya di Gaza.

Berita selengkapnya:

Politisi Kristen Maronit: Penuntut Perlucutan Senjata Hizbullah Inginkan Perang Saudara

Ketua Gerakan Patriotik Bebas Lebanon, Gebran Bassil, menyatakan bahwa pihak-pihak yang menginginkan perlucutan senjata Hizbullah sengaja menginginkan demikian karena menghendaki perang saudara di Lebanon.

“Kubu perlawanan (Hizbullah) telah menanggung darah para martir di tentara Lebanon dan setiap orang yang berjuang demi  Lebanon. Orang-orang yang berbangga dengan penyerahan atau perlucutan senjata kubu ini adalah karena mereka menginginkan perang saudara. Siapa pun yang ingin mengkhianati orang-orang berjiwa merdeka harus memiliki sejarah yang bersih, dan tidak menjadi agen atau tentara bayaran,” tegasnya dalam pidato yang disampaikan pada jamuan makan malam tahunan Otoritas Distrik Baabda Gerakan Patriotik Bebas, Selasa (19/8).

Mengomentari gagasan “aneksasi Lebanon ke Suriah,” Bassil mengatakan, “Setelah kami mendengar itu, kami mengatakan bahwa Lebanon tidak akan musnah. Ini bukan pernyataan sambil lalu melainkan telah mengorbankan para martir. Sekarang, apa pun yang dikatakan Benjamin Netanyahu dan Ahmed al-Sharaa (al-Julani), keduanya akan sirna, sedangkan Lebanon akan tetap ada, karena Lebanon tidak akan musnah.”

Dia menambahkan, “Kami, Gerakan Patriotik Bebas, berdiri bersama rakyat Lebanon melawan pihak asing untuk mempertahankan kedaulatan Lebanon. Itulah sebabnya hari ini kami berani mengatakan bahwa ada ancaman yang mengincar Lebanon dari Suriah.”

Politisi dari kalangan Kristen Maronit Lebanon ini juga mengatakan, “Ketika ada pengungsi, kami menyebutnya demikian. Ketika namanya adalah teroris, kami menyebutnya teroris. Saat ini, ketika namanya adalah penghapusan keragaman di Suriah, pembantaian di pesisir dan Sweida, dan pengeboman sebuah gereja, kami katakan ini berbahaya bagi Lebanon dan Suriah, dan kami tidak takut.”

Bassil melanjutkan, “Kami masih memilih orang Lebanon daripada orang asing mana pun yang ingin menyerang tanah kami, terutama jika ia orang Israel, Suriah, atau berkebangsaan lain.”

Dia menjelaskan, “Gerakan Patriotik Bebas saat ini menjadi target serangan dalam pemerintahan Lebanon, dan mereka (otoritas) yakin bahwa reformasi hanya dapat dicapai dengan mencabut setiap individu dari Gerakan Patriotik Bebas. Yang lebih memuakkan lagi adalah ketika seorang menteri dari Pasukan Lebanon (Lebanese Forces/LF) berbicara di televisi dan berkata, ‘Kami di kementerian akan memberhentikan semua orang yang ditunjuk.'”

Bassil menyoal, “Setelah lima bulan, apa rencana pemerintah? Mereka menjanjikan tsunami dalam pemilihan wali kota, tetapi apa hasilnya? Serikat pekerja dan wali kota mana yang mereka menangkan di Baabda? Sementara itu, Gerakan Patriotik Bebas, meskipun kurang persiapan, membuktikan kehadirannya di Baabda dan di seluruh wilayah, dan mampu berinteraksi dengan baik dengan wali kota.”

Dia melanjutkan, “Pemimpin LF (Samir Geagea) tidak melihat masalah di Suriah, karena mengebom gereja bukanlah masalah baginya, dan membunuh orang bukanlah masalah baginya, karena dia sudah terbiasa. Apakah Anda ingin dia mencari masalah dengan mengebom Gereja Mar Elias di Suriah, sementara dia mengebom gereja di Zahle?”

Bassil juga menegaskan, “Masalahnya adalah beberapa orang mengkhianati pendapat dan tujuan mereka, karena mereka berkomitmen pada proyek asing, dan nilai dari  Gerakan Patriotik Bebas  adalah bahwa proyeknya hanya Lebanon, dan itulah sebab Anda dapat melihat mengapa kami menjadi sasaran.” (alalam)

Israel Membunuh 500-an Anak Palestina di Gaza Per Bulan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa lebih dari 500 anak Palestina terbunuh setiap bulan sejak Israel meningkatkan pembomannya terhadap tempat penampungan PBB di Jalur Gaza pada bulan Maret 2025.

Dana Anak-anak PBB (UNICEF) pada hari Selasa (19/8) menyatakan bahwa rata-rata lebih dari 540 anak terbunuh  setiap bulan di Gaza sejak serangan Israel kembali melanda wilayah yang diblokade tersebut awal tahun ini.

Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) juga memperingatkan bahwa tempat penampungan mereka telah menjadi “ajang kematian” bagi warga sipil.

“Orang-orang mencari perlindungan di bawah bendera PBB hanya untuk tempat penampungan ini menjadi ajang kematian, termasuk bagi terlalu banyak anak-anak. Tidak ada tempat yang aman bagi anak-anak di Gaza,” bunyi pernyataan UNRWA.

UNRWA menyerukan diakhirinya agresi Israel yang sedang berlangsung dan gencatan senjata segera di seluruh wilayah Jalur Gaza.

Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini, belum lama ini menyebutkan lebih dari 40.000 anak terbunuh dan terluka dalam perang genosida Israel dan blokade total terhadap Gaza.

Dalam beberapa bulan terakhir, Lazzarini telah berulang kali memperingatkan bahwa Jalur Gaza telah menjadi “kuburan” bagi anak-anak.

Badan-badan PBB telah memperingatkan dampak buruk kontinyuitas agresi militer Israel terhadap anak-anak Gaza, karena sekolah, rumah sakit, dan rumah-rumah terus-menerus menjadi sasaran serangan.

Israel telah membunuh lebih dari 62.000 warga Palestina di Gaza sejak Oktober 2023. Perang genosida telah menghancurkan Jalur Gaza, yang juga dilanda kelaparan akibat blokade.

Kelaparan telah menewaskan setidaknya 266 warga Palestina, termasuk 112 anak-anak, sejak Oktober 2023.

November tahun lalu, Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri perangnya, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perangnya di Gaza. (presstv)

PBB: 383 Pekerja Bantuan Terbunuh Tahun Lalu, Hampir Setengahnya di Gaza

Kepala Badan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Tom Fletcher, merilis “dakwaan memalukan atas ketidakpedulian dan apatisme internasional” setelah dia membagikan statistik tentang keterbunuhan 383 pekerja bantuan tahun lalu di seluruh dunia, yang hampir setengahnya di Gaza.

Memperingati Hari Kemanusiaan Sedunia pada hari Selasa, Fletcher mengatakan pembunuhan tersebut meningkat sebesar 31 persen dari tahun sebelumnya, “didorong oleh konflik yang tak henti-hentinya di Gaza, di mana 181 pekerja kemanusiaan terbunuh, dan di Sudan, di mana 60 orang kehilangan nyawa mereka”.

“Bahkan satu serangan terhadap rekan kemanusiaan adalah serangan terhadap kita semua dan terhadap orang-orang yang kita layani. Serangan dalam skala ini tanpa akuntabilitas merupakan dakwaan memalukan atas ketidakpedulian dan apatisme internasional,” kata Fletcher.

PBB mengatakan sebagian besar dari mereka yang tewas adalah staf lokal dan diserang saat bertugas atau di rumah mereka.

“Sebagai komunitas kemanusiaan, kami menuntut – sekali lagi – agar mereka yang berkuasa dan berpengaruh bertindak demi kemanusiaan, melindungi warga sipil dan pekerja bantuan, serta meminta pertanggungjawaban para pelaku,” ujar Fletcher, Wakil Sekjen PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat.

Basis Data Keamanan Pekerja Bantuan, yang telah menyusun laporan PBB sejak 1997, menyatakan jumlah pembunuhan meningkat dari 293 pada tahun 2023.

Angka sementara dari basis data untuk tahun ini menunjukkan 265 pekerja bantuan telah tewas hingga 14 Agustus.

Salah satu serangan paling mematikan tahun ini terjadi di kota Rafah, Gaza selatan, ketika pasukan Israel melepaskan tembakan pada dini hari 23 Maret, menewaskan 15 petugas medis dan petugas tanggap darurat yang bepergian dengan kendaraan yang ditandai dengan jelas.

Tentara Israel menggunakan buldoser untuk menerjang jenazah dan kendaraan darurat, lalu menguburkannya di kuburan massal. PBB dan tim penyelamat baru dapat mencapai lokasi seminggu kemudian.

PBB menegaskan kembali bahwa serangan terhadap petugas bantuan dan operasi mereka melanggar hukum humaniter internasional dan merusak jalur kehidupan jutaan orang yang terjebak di zona perang dan bencana.

“Kekerasan terhadap petugas bantuan bukanlah sesuatu yang tak terelakkan. Kekerasan harus diakhiri,” kata Fletcher. (aljazeera)