Rangkuman Berita Utama Kamis 17 April 2025

Jakarta, ICMES. Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi memastikan bahwa pengayaan uranium merupakan realitas hak Iran yang tak dapat dinegosiasikan dengan pihak lain, termasuk AS.

Kepala Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) tiba di Teheran untuk melakukan pembicaraan dengan para pejabat senior setelah menyebutkan bahwa Iran tidak jauh dari menciptakan senjata nuklirnya sendiri.

Laporan media AS telah mengungkap perpecahan tajam dalam tim keamanan nasional Presiden AS Donald Trump mengenai cara menangani program nuklir Iran, dan ini dinilai mencerminkan kurangnya kejelasan dalam visi AS untuk Iran.

Berita selengkapnya:

Menlu Iran: Pengayaan Uranium adalah Realitas yang Tak Bisa Dinegosiasikan

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi memastikan bahwa pengayaan uranium merupakan realitas hak Iran yang tak dapat dinegosiasikan dengan pihak lain, termasuk AS.

Dia juga mengatakan bahwa dalam kunjungannya yang dijadwalkan ke Moskow, dia akan menyampaikan pesan Pemimpin Besar Iran kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.

Menanggapi pertanyaan tentang pernyataan pejabat AS bahwa Iran harus menghentikan pengayaan uranium, Araghchi mengatakan kepada wartawan di sela-sela pertemuan pemerintah pada hari Rabu (16/4) bahwa program pengayaan tersebut tidak dapat dinegosiasikan.

“Kita telah mendengar berbagai pernyataan dan sikap yang kontradiktif dari para pejabat AS, dan itu sama sekali tidak membantu proses negosiasi damai. Kita harus mengetahui pendapat mereka yang sebenarnya melalui negosiasi. Jika mereka menunjukkan sikap yang konstruktif maka negosiasi akan bisa dimulai mengenai kesepakatan potensial. Hak Iran dalam pengayaan uranium tak bisa dinegosiasikan,” ujar Araghchi.

Dia menambahkan, “Yang pasti ialahbahwa pengayaan uranium Iran adalah realitas, telah diterima, dan nyata. Kami siap membangun kepercayaan dalam menanggapi potensi kekuatiran, tapi esensi dari masalah pengayaan tersebut tidak dapat dinegosiasikan.”

Menanggapi pertanyaan tentang tujuan kunjungannya ke Moskow, Araghchi mengatakan: “Tujuan kunjungan ini adalah untuk menyampaikan pesan Pemimpin Revolusi Islam kepada para pemimpin Rusia, dan insya Allah, pesan ini akan disampaikan kepada Tuan Putin dalam pertemuan yang akan diadakan antara kami.”

Mengenai berlanjutnya tekanan AS terhadap Iran selama negosiasi, Menteri Luar Negeri Iran mengatakan, “Sikap dan tindakan kami jelas. Kami tidak akan mencapai apa pun melalui tekanan. Jika negosiasi dilakukan dengan pijakan yang setara dan dalam suasana yang saling menghormati, negosiasi dapat dilanjutkan, tapi melalui tekanan dan sikap memaksakan, tidak akan ada yang tercapai. Kami telah membuktikannya dalam praktik dan pendirian kami. Kami akan menghadiri negosiasi dengan tenang dan yakin, tanpa dipengaruhi oleh tekanan atau tren apa pun.” (alalam)

Direktur IAEA: Iran Tak Jauh dari Pembuatan Senjata Nuklir

Kepala Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) tiba di Teheran pada hari Rabu (15/4) untuk melakukan pembicaraan dengan para pejabat senior setelah menyebutkan bahwa Iran tidak jauh dari menciptakan senjata nuklirnya sendiri.

Iran memiliki cukup bahan untuk memproduksi banyak bom tetapi belum memiliki senjata nuklir, kata Rafael Mariano Grossi kepada harian Prancis Le Monde.

Mengenai kemungkinan Teheran memperoleh senjata nuklir, Grossi mengatakan, “Ini seperti teka-teki gambar, mereka memiliki potongan-potongannya dan suatu hari mereka dapat menyatukan semuanya. Ada jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya. Tetapi mereka tidak jauh dari itu, kita harus menerimanya. Dalam empat tahun terakhir, kita telah melihat percepatan yang luar biasa di Iran di bidang ini.”

Dia menekankan bahwa IAEA harus diikutsertakan dalam proses dialog antara Iran dan AS mengenai kegiatan nuklir Iran.

 “Mereka tahu bahwa kita harus memberikan pendapat kita tentang kemungkinan kesepakatan karena terserah kita untuk memeriksanya,” ujar Grossi, yang disambut di bandara Teheran oleh Behrouz Kamalvandi, wakil presiden Organisasi Energi Atom Iran.

Selama kunjungan dua hari, Grossi akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dan Mohammad Islami, kepala Organisasi Energi Atom.

Presiden AS Donald Trump, yang secara sepihak menarik negaranya dari kesepakatan nuklir dengan Iran pada tahun 2018, bulan lalu mengirim surat kepada Pemimpin Besar Iran Ayatullah Ali Khamenei berisikan ajakan perundingan nuklir langsung antara kedua negara. Iran menanggapi surat tersebut melalui Oman.

Setelah pertukaran surat tersebut, Iran dan AS mengadakan pembicaraan tidak langsung di Oman pada hari Sabtu, dan kedua belah pihak kemudian menyebut pembicaraan tersebut “positif dan konstruktif.”

Mereka mengumumkan akan bertemu lagi pada tanggal 19 April di Roma.

Steve Witkoff, utusan khusus Trump untuk Timur Tengah, mengatakan pada hari Selasa bahwa Iran harus menghentikan pengayaan uranium, setelah sebelumnya berbicara tentang batas pengayaan.

Araghchi mengatakan Iran siap untuk mengatasi kekuatiran tentang program nuklirnya, tapi memastikan tidak akan menegosiasikan haknya untuk memperkaya uranium. (raialyoum/alalam)

Pemerintah AS Terpecah Mengenai Proyek Nuklir Iran

Laporan media AS telah mengungkap perpecahan tajam dalam tim keamanan nasional Presiden AS Donald Trump mengenai cara menangani program nuklir Iran, dan ini dinilai mencerminkan kurangnya kejelasan dalam visi AS untuk Iran.

Menurut Axios, pemerintah AS tidak kompak dalam kebijakannya. Tim Trump terbagi antara mereka yang menganjurkan dialog dan diplomasi di satu pihak dan mereka yang mendorong eskalasi militer dan konfrontasi langsung di pihak lain.

Di tengah perpecahan ini, Trump terpaksa mengirim delegasi negosiasi di satu sisi, sementara secara bersamaan mengerahkan pesawat pengebom strategis dan kapal induk ke kawasan tersebut, suatu langkah yang mencerminkan kontradiksi dalam pendekatan.

Para pengamat menilai keraguan dan perbedaan posisi ini menandakan krisis internal dalam pengambilan keputusan AS dan memperlihatkan ketidakmampuan Washington memaksakan visi yang sama terhadap Iran, meskipun ada ancaman berulang kali.

Hal ini juga menunjukkan bahwa tekanan Israel, yang dipimpin oleh Netanyahu, belum berhasil sepenuhnya memaksakan agendanya dalam pemerintahan AS, dan telah menjadi sumber perselisihan yang jelas, bahkan dalam pertemuan tertutup antara kedua belah pihak.

Beberapa pejabat pemerintah AS memperingatkan bahwa eskalasi apa pun terhadap Iran dapat menyebabkan dampak serius bagi pasukan AS di kawasan Timteng, serta berpotensi menimbulkan dampak buruk pada pasar energi dan ekonomi AS.

Perpecahan internal AS ini, yang kontras dengan pendirian Iran yang teguh, memperkuat kemampuan Teheran untuk bermanuver dan memaksakan ketentuannya, yang mengungkap bahwa kebijakan “tekanan maksimum” Trump hanya menghasilkan peningkatan ketegangan dan isolasi bagi AS di panggung internasional. (alalam)