Rangkuman Berita Utama Rabu 13 Maret 2025

Jakarta, ICMES. Ribuan warga pengungsi Alawi/Alawite berlindung di pangkalan udara Hmeimim milik Rusia di pesisir Suriah setelah terjadi gelombang aksi pembantaian yang menewaskan lebih 1.000 warga sipil di bagian barat negara itu, menurut laporan Observatorium Suriah untuk HAM (SOHR).

Gerakan Ansarullah Yaman mengumumkan bahwa mereka siap melanjutkan operasi militer terhadap Israel dan menghadapi segala konsekuensinya. Operasi ini diharapkan akan dimulai setelah berakhirnya batas waktu yang sebelumnya ditetapkan bagi Tel Aviv untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza.

Pasukan keamanan Pakistan menyatakan pihaknya telah membebaskan 155 sandera dan membunuh 27 militan, sementara operasi penyelamatan penumpang pengepungan kereta api di provinsi Balochistan barat daya negara itu berlanjut untuk hari kedua berturut-turut.

Berita selengkapnya:

Ribuan Warga Alawi Mencari Perlindungan di Lanud Hmeimim Rusia di Suriah

Ribuan warga pengungsi Alawi/Alawite berlindung di pangkalan udara Hmeimim milik Rusia di pesisir Suriah setelah terjadi gelombang aksi pembantaian yang menewaskan lebih 1.000 warga sipil di bagian barat negara itu, menurut laporan Observatorium Suriah untuk HAM (SOHR).

“Ribuan warga sipil Alawi, yang melarikan diri dari pembantaian di kota Jableh dan desa-desa sekitarnya, mencari perlindungan di pangkalan militer Hmeimim dan sekitarnya,” kata direktur SOHR Rami Abdel Rahman kepada AFP, Selasa (11/3).

Menurut SOHR, 1.225 warga sipil, yang sebagian besarnya adalah warga Alawi, terbunuh sejak 6 Maret, ketika ketegangan meletus di sebuah desa yang mayoritas penduduknya adalah warga Alawi di pedesaan Latakia menyusul penangkapan seorang buronan oleh pasukan keamanan rezim Hay’at Tahrir Shams (HTS) pimpinan Ahmad al-Sharaa alias Abu Muhammad al-Julani.

Ketegangan segera meningkat menjadi bentrokan setelah orang-orang bersenjata Alawi melepaskan tembakan terhadap pasukan keamanan di beberapa lokasi, menurut SOHR. Pihak berwenang mengklaim orang-orang bersenjata itu adalah loyalis Presiden terguling Bashar al-Assad.

Menurut SOHR, keluarga yang berlindung di pangkalan Rusia menolak untuk pergi dan kembali ke rumah mereka, karena takut dianiaya atau terjadi penghancuran rumah mereka.

SOHR mencatat bahwa warga yang terlantar menderita kekurangan makanan, pasokan dasar, dan peralatan medis yang parah, di samping memburuknya kondisi layanan, dan banyak keluarga lainnya “bersembunyi di pegunungan dan hutan.”

Di pintu masuk pangkalan tersebut, seorang reporter AFP melihat konvoi Bulan Sabit Merah Suriah yang terdiri dari sedikitnya lima kendaraan, mengevakuasi tiga orang yang terluka, termasuk dua wanita.

Reporter itu mencatat bahwa orang-orang yang mengungsi mengorganisasikan demonstrasi di depan pangkalan tersebut, menuntut perlindungan internasional dan meneriakkan yel-yel, “Rusia, Rusia.”

Laporan lain menyebutkan bahwa ketenangan penuh waspada telah kembali ke kota-kota dan desa-desa di pesisir Suriah setelah terjadi gelombang kekerasan dan pembantaian di wilayah tersebut.

Kementerian Pertahanan Suriah mengumumkan berakhirnya “operasi militer,” namun para saksi mata dari daerah-daerah seperti pedesaan Safita dan desa-desa di pedesaan Baniyas dan Qardaha melaporkan bahwa kelompok-kelompok bersenjata masih berkeliaran, menghalangi kembalinya para penyintas ke desa-desa mereka dan mengganggu pengiriman bantuan kemanusiaan.

Kelompok-kelompok bersenjata bahkan menyerbu desa Salata dan melepaskan tembakan tanpa pandang bulu, sehingga memaksa banyak keluarga mengungsi ke alam bebas.

Surat kabar Al-Akhbar mengutip pernyataan saksi mata setempat bahwa kelompok-kelompok bersenjata membakar rumah-rumah desa dan menjarah toko-toko, sehingga banyak penduduk menolak untuk kembali ke desa mereka karena takut akan serangan lebih lanjut.

Al-Akhbar melaporkan bahwa meskipun pihak berwenang meminta penduduk untuk kembali, sebagian besar menolak karena kurangnya langkah-langkah keamanan. Di daerah Wadi al-Uyun, penduduk dapat terhindar dari serangan kelompok bersenjata berkat perjanjian dengan Keamanan Umum, yang memungkinkan mereka berupaya memulihkan layanan dasar. (mm/raialyoum/alakhbar)

Pasukan Yaman Kembali Blokir Kapal-Kapal Israel di Perairan Yaman

Gerakan Ansarullah Yaman pada Selasa malam (11/3) mengumumkan bahwa mereka siap melanjutkan operasi militer terhadap Israel dan menghadapi segala konsekuensinya. Operasi ini diharapkan akan dimulai setelah berakhirnya batas waktu yang sebelumnya ditetapkan bagi Tel Aviv untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza.

Kabinet pemerintahan Ansarullah mengatakan pihaknya mengadakan pertemuan di ibu kota, Sanaa, untuk membahas batas waktu yang diberikan kepada Tel Aviv untuk mengirimkan bantuan ke Jalur Gaza.

Mereka memastikan pihaknya siap melakukan operasi melawan Israel “pada saat batas waktu berakhir, jika bantuan tidak masuk” ke Jalur Palestina.

Mereka menekankan“kesiapan semua kementerian, lembaga, institusi, dan departemen resmi untuk menanggapi setiap perkembangan atau konsekuensi dari pendirian Yaman ini dalam mendukung saudara-saudara kita yang tertindas di Gaza dan mujahidin di Palestina pada umumnya, dan untuk mengambil langkah-langkah dan prosedur yang diperlukan untuk melaksanakan resolusi di semua tingkatan.”

Juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman yang berafiliasi dengan Ansarullah, Brigjen Yahya Saree, di platform X mengumumkan dimulainya kembali larangannya terhadap kapal-kapal Israel melewati perairan Yaman, menyusul berakhirnya batas waktu yang diberikan kepada Tel Aviv untuk mengizinkan bantuan masuk ke Jalur Gaza.

Saree  menyatakan; “Setelah berakhirnya tenggat waktu yang diberikan oleh Pemimpin Besar Sayyid Abdul Malik Badruddin al-Houthi kepada para mediator untuk menekan Israel agar membuka kembali penyeberangan dan mengizinkan bantuan ke Jalur Gaza, dan mengingat ketidakmampuan para mediator untuk mencapainya, Angkatan Bersenjata Yaman mengonfirmasikan dimulainya kembali larangan lintas semua kapal Israel di wilayah operasional yang ditentukan di Laut Merah dan Laut Arab, Bab al-Mandab, dan Teluk Aden.”

Saree menekankan bahwa “kapal Israel yang mencoba melanggar larangan ini akan menjadi sasaran di wilayah operasi yang dinyatakan.”

Dia juga menegaskan, “Larangan ini akan terus berlanjut hingga penyeberangan ke Jalur Gaza dibuka kembali dan bantuan, makanan, dan obat-obatan diizinkan masuk.” (raialyoum)

155 Sandera Dibebaskan, 27 Militan Tewas dalam Pengepungan Kereta Api di Pakistan

Pasukan keamanan Pakistan menyatakan pihaknya telah membebaskan 155 sandera dan membunuh 27 militan, sementara operasi penyelamatan penumpang pengepungan kereta api di provinsi Balochistan barat daya negara itu berlanjut untuk hari kedua berturut-turut.

Pasukan keamanan mengatakan bahwa mereka telah membebaskan 155 sandera dari sekitar 450 penumpang, termasuk wanita dan anak-anak, dan bahwa operasi pembebasan penumpang yang tersisa sedang berlangsung.

Menurut sumber keamanan, militan telah menempatkan pembom tepat di sebelah penumpang sandera yang tidak berdosa, sehingga aparat keamanan melakukan operasi penyelamatan dengan sangat hati-hati.

Pada hari Selasa (11/3), kawanan bersenjata menyerang Jaffar Express yang membawa sekitar 450 penumpang dalam sembilan gerbong, yang sedang dalam perjalanan dari Quetta ke Peshawar.

Orang-orang bersenjata itu mengebom rel kereta api sebelum menyerbu kereta.

Tentara Pembebasan Baloch (BLA), sebuah kelompok militan yang berusaha merdeka dari kendali Islamabad, mengaku bertanggungjawab atas serangan itu.

Setidaknya tiga orang, termasuk masinis kereta, tewas dalam serangan itu.

Balochistan, provinsi yang kaya sumber daya namun telah lama terabaikan, menjadi pusat kekerasan yang dipimpin oleh kelompok separatis, khususnya BLA, dan kelompok teroris takfiri lainnya. Kelompok itu mengklaim bahwa Islamabad mengeksploitasi sumber daya alam provinsi itu, seperti emas dan tembaga sambil mengabaikan penduduk setempat.

Proyek energi, terutama yang melibatkan investasi Tiongkok, telah menjadi target utama serangan BLA, karena kelompok tersebut mengklaim bahwa kekuatan asing dan pemerintah pusat Pakistan menjarah sumber daya wilayah tersebut tanpa menguntungkan rakyatnya.

Pakistan mengalami peningkatan tajam dalam serangan teroris tahun lalu, sehingga menjadi tahun paling mematikan dalam satu dekade, dengan sedikitnya 1.500 orang tewas dalam kekerasan di seluruh wilayah negara ini. (presstv)