Jakarta, ICMES. Iran telah melayangkan surat kepada Dewan Keamanan sebagai tanggapan atas ancaman Presiden AS Donald Trump, dan menyebut ancaman itu provokatif dan pelanggaran terbuka terhadap hukum internasional.

Hizbullah mengumumkan rincian prosesi pemakaman untuk dua sekretaris jenderalnya, Hassan Nasrallah dan Hashem Safieddine, yang gugur akibat serangan Israel pada tahun lalu.
Pemimpin gerakan Ansarullah Yaman, Sayid Abdul-Malik al-Houthi, memperingatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar tidak melakukan agresi baru di Gaza, dan menekankan kesiapan militer Yaman untuk melakukan eskalasi segera terhadap Israel jika rezim Zionis ini kembali melakukan eskalasi di Jalur Gaza.
Berita selengkapnya:
Trump Blak-Blakan Gertak Iran dengan Bom, Ini Tanggapan Iran
Iran telah melayangkan surat kepada Dewan Keamanan sebagai tanggapan atas ancaman Presiden AS Donald Trump, dan menyebut ancaman itu provokatif dan pelanggaran terbuka terhadap hukum internasional.
Dilaporkan al-Alam pada hari Selasa (11/2), Wakil Tetap Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amir Saeed Iravani dalam surat itu menyatakan Dewan Keamanan tidak boleh tinggal diam di depan ancaman terbuka Trump.
Disebutkan bahwa surat ini dilayangkan untuk menarik perhatian Dewan Keamanan terhadap pernyataan Trump yang mengganggu dan tidak bertanggung jawab karena blak-blakan mengancam akan menggunakan kekuatan militer terhadap Iran.
Surat itu mengacu pada apa laporan New York Post bahwa Trump mengatakan, “Saya lebih suka mencapai kesepakatan dengan Iran mengenai masalah non-nuklir daripada mengebom mereka. Mereka tidak ingin mati, tidak ada yang ingin mati,”
Dalam sebuah wawancara dengan Fox News pada hari Senin, 10 Februari 2025, dia menambahkan, “Saya lebih suka mencapai kesepakatan tanpa mengebom mereka. Ada dua cara untuk mencegah Teheran memperoleh senjata nuklir: pengeboman atau surat yang ditandatangani.”
Pesan Iran menekankan bahwa pernyataan provokatif ini merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan Piagam PBB, khususnya Pasal 2 (4), yang secara tefas melarang ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap negara-negara merdeka.
Surat itu juga menyatakan bahwa Iran memperingatkan bahwa tindakan agresif apa pun akan menimbulkan konsekuensi yang mengerikan, dan AS harus bertanggung jawab penuh atas hal itu.
Sebagai penutup, surat itu menyatakan bahwa sebagai anggota PBB yang bertanggung jawab, Iran berkomitmen untuk menjaga perdamaian, keamanan, dan kerja sama internasional, dan akan dengan tegas mempertahankan kedaulatan, integritas teritorial, dan kepentingan nasionalnya terhadap tindakan agresif apa pun.” (alalam)
Hizbullah Umumkan Detail Rencana Prosesi Pemakaman Sayid Hassan Nasrallah, 79 Negara akan Berpartisipasi
Hizbullah mengumumkan rincian prosesi pemakaman untuk dua sekretaris jenderalnya, Hassan Nasrallah dan Hashem Safieddine, yang gugur akibat serangan Israel pada tahun lalu.
Koordinator Komite Tinggi Upacara Pemakaman, Ali Daher, dalam konferensi pers mengatakan bahwa prosesi itu akan diselenggarakan pada hari Minggu, 23 Februari, di Camille Chamoun Sports City di Beirut, pukul 13.00 waktu setempat (11:00 GMT).
Daher menambahkan bahwa prosesi pemakaman akan berlangsung sekitar satu jam, dan akan dimulai dengan pembacaan Al-Qur’an, diikuti dengan pemutaran lagu kebangsaan Lebanon dan lagu kebangsaan Hizbullah, sebelum peti jenazah Nasrallah dan Safi al-Din dimasukkan ke kendaraan khusus.
Setelah itu, Sekjen Hizbullah, Syeikh Naim Qasim, akan menyampaikan pidato penghormatan terakhir, diikuti dengan salat jenazah, dan kemudian pengantaran jenazah menuju pemakaman.
Daher mencontohkan, sekitar 79 negara dari seluruh dunia akan turut serta dalam upacara pemakaman tersebut, baik melalui delegasi resmi maupun delegasi rakyat.
Pejabat Hizbullah tidak menyebutkan lokasi pemakaman, tetapi Syeikh Naim Qassem mengungkapkan dalam pidato yang disiarkan televisi sebelumnya bahwa Syahid Nasrallah akan dimakamkan di sebidang tanah dekat jalan bandara di pinggiran selatan Beirut, sementara Hashem Safieddine akan dimakamkan di kampung halamannya di Lebanon selatan.
Sayid Nasrallah gugur pada tanggal 27 September 2024 akibat serangkaian serangan udara Israel yang menyasar pinggiran selatan Beirut, sedangkan Sayid Safieddine gugur pada tanggal 3 Oktober tahun yang sama akibat serangkaian serangan besar Israel lainnya.
Pada tanggal 27 November 2024, perjanjian gencatan senjata mengakhiri kontak senjata antara tentara Israel dan pejuang Hizbullah. Kontak senjata itu sendiri bermula pada tanggal 8 Oktober 2023, dan kemudian berubah menjadi perang skala penuh pada tanggal 23 September.
Agresi Israel terhadap Lebanon menggugurkan 4.104 orang dan melukai 16.890 orang, termasuk sejumlah besar anak-anak dan wanita, serta menyebabkan sekitar 1.400.000 orang mengungsi. Sebagian besar korban dan pengungsi tercatat setelah eskalasi agresi pada tanggal 23 September. (raialyoum)
Ingatkan Israel, Sayid Al-Houthi: Tangan Kami Siap Tekan Pelatuk
Pemimpin gerakan Ansarullah Yaman, Sayid Abdul-Malik al-Houthi, memperingatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar tidak melakukan agresi baru di Gaza, dan menekankan kesiapan militer Yaman untuk melakukan eskalasi segera terhadap Israel jika rezim Zionis ini kembali melakukan eskalasi di Jalur Gaza.
Peringatan itu dinyatakan Sayid al-Houthi di tengah ancaman Israel untuk memulai kembali perang genosida di Gaza, setelah Hamas memprotes penundaan Tel Aviv dalam menerapkan ketentuan perjanjian gencatan senjata, dengan mengaitkan “kepatuhan terhadap ketentuan perjanjian dengan apa yang dipatuhi rezim pendudukan.”
“Israel menunda-nunda pelaksanaan tahap kedua perjanjian ini, dan jika bergerak ke arah eskalasi, maka akan disambut dengan keteguhan dan tekad dari rakyat Palestina,” ungkap Sayid Al-Houthi dalam pidato yang disiarkan televisi, Selasa (11/2)
“Tidaklah bermaslahat bagi penjahat Netanyahu jika dia mengarah pada agresi baru dan berasumsi bahwa segala sesuatunya akan melegakan dirinya,” lanjutnya.
Sayid Al-Houthi memperingatkan, “Kami siap dan akan segera meningkatkan serangan terhadap Israel jika mereka kembali meningkatkan serangan terhadap Gaza.”
Dia juga menegaskan, “Jika entitas musuh ini kembali melakukan eskalasi, mereka akan kembali ke keadaan, kondisi, dan suasana perang serta bahayanya dalam situasi keamanan dan militer serta dalam situasi ekonomi itu sendiri meski mendapat dukungan Amerika.”
Menanggapi rencana Presiden AS Donald Trump untuk “mengambil alih” Gaza setelah memindahkan penduduknya ke negara lain, termasuk Mesir dan Yordania, Sayid al-Houthi mengatakan, “Amerika berbicara tentang pengusiran rakyat Palestina dari Gaza dan kemudian ingin mendudukinya, dan kemudian Trump bersaran bahwa ia ingin membeli Jalur Gaza seakan wilayah ini adalah barang yang diperjual belikan. Pandangan Amerika ini mencerminkan penghinaan terhadap segala hal, baik hukum, peraturan, prinsip, nilai, atau moral.”
Dia menambahkan, “Ada konsensus di antara Palestina, rezim-rezim Arab, dan bahkan dunia untuk mengutuk dan menolak sikap Amerika terkait pengusiran rakyat Palestina dari Gaza.”
Dia juga mengatakan, ” Amerika serakah terhadap negara lain, berusaha memperoleh yang pertama dan terutama, dan selalu memiliki bagian terbesar dari semua kekayaan dan kepentingan negara.”
Menurutnya, AS menganggap umat Islam dan Arab sebagai santapan empuk, dan menganggap para pemilik kekayaan besar di antaranya sebagai “sapi perah”.
Sayid Al-Houthi memperingatkan berbagai negara agar tidak menjilat AS karena tindakan demikian tidak akan membuat penjilat itu dipandang positif dan dihormati oleh AS, melainkan justru akan semakin dipandang dengan sebelah mata.
“Proyek Amerika-Israel adalah proyek agresif dan destruktif yang secara krusial menyasar umat kita dengan tujuan menduduki wilayah geografis luas negara-negaranya,” ujarnya.
Dia juga memperingatkan, “Proyek Amerika-Israel berupaya menyita tempat-tempat suci, bukan hanya Masjid Al-Aqsa, melainkan Mekkah dan Madinah merupakan bagian dari proyek Zionis.” (raialyoum)