Jakarta, ICMES. Media Perang Perlawanan Islam pada hari Rabu (27/8) merilis video berjudul “Dunia Akan Melihat Keperkasaan Kami,” di mana Sekretaris Jenderal Hizbullah Syeikh Naim Qassem terlihat mengenakan seragam militer.

Unit pasukan rudal Angkatan Bersenjata Yaman melancarkan serangan militer terhadap Bandara Lod (Ben Gurion) di wilayah pendudukan Jaffa (Tel Aviv) dengan menggunakan rudal balistik hipersonik “Palestine 2”.
Berita selengkapnya:
Pertama Kali, Beredar Video Sekjen Hizbullah Kenakan Seragam Militer, Ini Ulasannya
Media Perang Perlawanan Islam pada hari Rabu (27/8) merilis video berjudul “Dunia Akan Melihat Keperkasaan Kami,” di mana Sekretaris Jenderal Hizbullah Syeikh Naim Qassem terlihat mengenakan seragam militer.
Video tersebut memuat kutipan suara pidato terbaru Syeikh Naim Qassem yang menegaskan Hizbullah pantang meletakkan senjatanya.
Dalam pidatonya dua hari yang sebelumnya, Syeikh Naim Qassem menegaskan, “Kami tidak akan meninggalkan senjata yang melindungi kami dari musuh, dan kami tidak akan membiarkan Israel berkeliaran bebas di negara kami.”
Dia juga menandaskan, “Senjata adalah jiwa kami, kehormatan kami, tanah kami, dan martabat kami.”
Dia menambahkan bahwa Lebanon sangat membutuhkan pemulihan kedaulatannya, dan bahwa semua masalah negara itu bersumber dari musuh Israel dan pendukungnya, Amerika Serikat (AS).
Video ini menampilkan berbagai adegan, termasuk peluncuran rudal, pelatihan dan pergerakan unit infanteri, penggunaan sistem pertahanan udara, dan perencanaan operasi lapangan, yang menegaskan kesiapan, tekad dan kekuatan Hizbullah melawan invasi militer Israel.
Video ini dirilis lebih dari dua minggu setelah pemerintah Lebanon memutuskan untuk membatasi senjata hanya pada tentara.
Syeikh Qassem menegaskan bahwa pemerintah Lebanon telah melakukan kesalahan dengan mencoba melucuti senjata perlawanan dan rakyatnya manakala agresi Israel masih membayangi Lebanon. Dia menyebut keputusan itu inkonstitusional dan diambil karena tekanan dan perintah AS dan Israel.
Dia memperingatkan bahwa penerapan pola demikian oleh pemerintah mencerminkan kurangnya komitmennya terhadap kedaulatan Lebanon dan menyerukan pembatalan keputusan ini.
Senada dengan ini, ajudan politik Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hussein Khalil, pada hari Rabu memperingatkan perihal apa yang disebutnya “jebakan mematikan” yang dipasang oleh AS untuk mengadu domba tentara Lebanon dan kubu perlawanan.
Khalil menuduh Washington “ingin menghilangkan semua elemen keteguhan dan pertahanan yang dimiliki Lebanon dan mengubahnya menjadi koloni Amerika-Israel.”
“Pemerintah AS telah berhasil menyeret pemerintah Lebanon ke dalam keputusan yang salah sebagai langkah pertama menuju jalan yang komprehensif, yaitu penyerahan diri sepenuhnya,” ujar Khalil.
Juni lalu, utusan AS Thomas Barak mengajukan usulan kepada pemerintah Lebanon, yang mencakup pelucutan senjata Hizbullah dan pembatasan kendalinya hanya kepada negara, sebagai imbalan atas penarikan Israel dari lima titik perbatasan yang didudukinya di selatan, selain pencairan dana yang dialokasikan untuk rekonstruksi wilayah yang rusak akibat perang yang terjadi belakangan.
Pada 7 Agustus, Dewan Menteri Lebanon menyetujui “tujuan proposal” itu, termasuk pembatasan senjata hanya untuk negara. Hal ini memicu perselisihan dengan Hizbullah, yang menolak menyerahkan senjatanya.
Khalil mengatakan, “Dorongan Amerika untuk melibatkan Tentara Nasional Lebanon dalam menghadapi rakyatnya dan untuk menciptakan perpecahan antara mereka dan kubu perlawanan (Hizbullah) tidak lain adalah upaya tercela untuk menghancurkan dua pilar fundamental struktur negara ini: tentara dan perlawanan.”
Dia menambahkan, “Gerakan tercela ini, dan kami tegaskan kembali kepada para pejabat resmi Lebanon tentang perlunya berhati-hati agar tidak jatuh ke dalam perangkap mematikan seperti itu.”
Pada Senin malam, Barak tiba di Beirut sebagai bagian dari delegasi yang meliputi Ortagus, wakil utusan khusus presiden untuk Timur Tengah, dan Senator Republik Lindsey Graham, untuk mengadakan diskusi mengenai keputusan pemerintah Lebanon untuk membatasi kepemilikan senjata dan masalah penarikan pasukan Israel dari lima posisi yang didudukinya selama perang baru-baru ini.
Konfrontasi lintas batas antara Israel dan Hizbullah meletus pada Oktober 2023 dan meningkat menjadi perang skala penuh pada September 2024, yang mengakibatkan kematian sekitar 4.000 orang di Lebanon, termasuk Sekjen Hizbullah saat itu, Sayyid Hassan Nasrallah, dan terlukanya sekitar 17.000 orang lainnya.
Pada 27 November 2024, gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel mulai berlaku. Namun, Tel Aviv melanggarnya lebih dari 3.000 kali, yang mengakibatkan setidaknya 282 kematian dan 604 luka-luka, menurut data resmi.
Melanggar perjanjian gencatan senjata, tentara Israel melakukan penarikan sebagian dari Lebanon selatan, sambil terus menduduki lima bukit yang telah direbutnya selama perang terakhir. (alalam/raialyoum)
Pasukan Yaman Serang Bandara Israel dengan Rudal Balistik Hipersonik, Warga Zionis Panik
Unit pasukan rudal Angkatan Bersenjata Yaman melancarkan serangan militer terhadap Bandara Lod (Ben Gurion) di wilayah pendudukan Jaffa (Tel Aviv) dengan menggunakan rudal balistik hipersonik “Palestine 2”.
Operasi tersebut dinyatakan berhasil mencapai tujuannya, menyebabkan jutaan pemukim Israel panik mencari tempat perlindungan, dan menangguhkan aktivitas Bandara.
Juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman, Brigjen Yahya Saree, dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (27/8), mengenai serangan itu juga menyindir umat Islam.
“Pengakuan dunia atas besarnya penderitaan yang dihadapi saudara-saudara kami di Gaza akibat kelaparan, blokade, dan agresi telah membuat bangsa Arab dan Islam berhadapan dengan tanggung jawab agama dan sejarah besar,”ungkapnya.
Saree menyerukan pengambilan tindakan nyata untuk mengakhiri kelaparan, mencabut blokade, dan menghentikan agresi terhadap Gaza.
Dia juga menekankan bahwa Yaman “sebagai Ansar dan Islam, berada pada posisi terhormat dalam memenuhi kewajibannya terhadap kaum tertindas di Palestina,” dan bahwa “Angkatan Bersenjata Yaman tidak akan mengubah pendiriannya dalam mendukung Gaza, apapun tantangannya, hingga blokade dicabut dan agresi dihentikan.”
Pernyataan ini merupakan pengumuman pertama Angkatan Bersenjata Yaman terkait Israel sejak Israel melancarkan serangan udara pada hari Minggu lalu terhadap dua stasiun pembangkit listrik dan bahan bakar di ibu kota, Sanaa, hingga menggugurkan 10 warga Yaman dan melukai 92 orang, menurut data resmi Yaman.
Sebelumnya pada hari Rabu, Otoritas Penyiaran Israel (IAO) mengumumkan bahwa lalu lintas udara di Bandara Ben Gurion telah dihentikan sementara setelah sirene serangan udara membahana di sebagian besar bagian tengah wilayah Palestina pendudukan akibat rudal yang ditembakkan dari Yaman.
Pasukan Yaman melancarkan serangan terhadap Israel sebagai balasan atas genosida Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.
Didukung AS, Israel terus melakukan genosida di Gaza sejak 7 Oktober 2023, termasuk dengan pembantaian, pelaparan, penghancuran, dan pemindahan paksa, sembari mengabaikan semua seruan internasional dan perintah dari Mahkamah Internasional untuk menghentikannya.
Genosida tersebut telah menggugurkan 62.895 warga Palestina, melukai 158.927 orang, yang sebagian besarnya adalah anak-anak dan perempuan, serta menyebakan lebih dari 9.000 orang hilang, ratusan ribu orang mengungsi, dan menimbulkan kelaparan yang telah merenggut nyawa 313 warga Palestina, termasuk 119 anak-anak, hingga Rabu. (alalam/raialyoum)









