Jakarta, ICMES. Satelit Noor 3 merupakan satelit strategis militer buatan Iran yang telah mencapai lompatan signifikan dalam informasi dan intelijen bagi pasukan Iran.

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan bahwa negaranya tidak akan kembali ke meja perundingan selagi Amerika Serikat (AS) enggan meninggalkan keserakahan dan pendekatan ekspansionistiknya serta terus menuntut Iran secara tidak logis.
Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk wilayah Palestina pendudukan, Francesca Albanese, telah merilis laporan terbarunya yang mengecam genosida rezim Israel di Jalur Gaza, dan menyajikan penjelasan yang sangat rinci tentang keterlibatan internasional dalam kekejaman Tel Aviv.
Berita selengkapnya:
Ini Penjelasan Bagaimana Iran Dapat Menyerang Target Tanpa Diketahui Bahkan oleh Sekutu Israel
Satelit Noor 3 merupakan satelit strategis militer buatan Iran yang telah mencapai lompatan signifikan dalam informasi dan intelijen bagi pasukan Iran.
Pakar keamanan dan strategis, Letjen (Purn.) Abdul Karim Khalaf, mengatakan bahwa satelit Noor 3 Iran merupakan peningkatan kualitatif dibandingkan satelit Noor 2, dengan tambahan 7 kilogram instrumen. Satelit Noor 2 berbobot sekitar 25 kilogram, sementara satelit Noor 3 mampu membawa beban hingga 32 kilogram, dan akurasi pemrosesan informasi pada satelit ini meningkat 2,5 kali lipat dibandingkan pendahulunya.
Khalaf menjelaskan bahwa Noor 3 beroperasi pada orbit rendah, mulai dari 200 kilometer di luar atmosfer hingga 2.000 kilometer. Orbit sepanjang 450 kilometer dipilih agar satelit dapat mengamati seluruh dunia dalam waktu 90 menit, yang berarti memperbarui informasi secara terus-menerus setiap satu setengah jam.
Satelit ini digunakan untuk menangkap sinyal dan mengirimkan gambar, serta untuk misi intelijen seperti pemantauan lokasi militer, pengiriman gambar lapangan, di samping identifikasi lokasi yang menjadi target Iran.
Khalaf menjelaskan bahwa orbit rendah merupakan kategori orbit pertama, diikuti oleh orbit menengah, yang digunakan untuk layanan seperti GPS untuk penentuan target darat. Orbit geostasioner, yang memiliki ketinggian sekitar 36.000 kilometer, diperuntukkan bagi komunikasi, penyiaran televisi, dan layanan teknis serupa.
Menurut Khalaf, Noor 3 menggemparkan Timur Tengah, karena menjadikan Iran satu-satunya negara di kawasan ini yang memiliki teknologi pengembangan satelit intelijen murni yang mampu berinteraksi dengan sinyal dan komunikasi yang ditujukan untuk keperluan militer melalui pencitraan target aktual, dan menentukan lokasinya dengan akurasi tinggi.
Dia menambahkan bahwa satelit ini merupakan langkah strategis penting dalam peningkatan informasi yang tidak dapat diperoleh tentara Iran ataupun Kors Garda Revolusi Islam (IRGC) melalui metode tradisional, terutama informasi yang berkaitan dengan target-target penting militer. Dia mencontohkan Operasi True Promise 3 di mana lokasi dan target yang disasar bahkan tidak diketahui oleh sekutu Israel sehingga mencerminkan tingginya krusialitas satelit jenis ini.
Khalaf menyebutkan bahwa Noor 3 dirancang untuk misi informasi, pemantauan, dan pengawasan, selain penangkapan sinyal, baik radio maupun komunikasi, yang melayani intelijen dan informasi militer.
Dia menjelaskan bahwa informasi intelijen terdiri dari dua jenis: informasi yang berasal dari sumber manusia dan memerlukan verifikasi, dan informasi yang disediakan oleh satelit, yang tidak memerlukan peninjauan, karena datang langsung melalui gambar dan sinyal serta langsung mencapai ruang operasi, di mana informasi tersebut dikonversi menjadi target militer yang dapat ditindaklanjuti.
Khalaf menilai satelit ini merupakan lompatan besar dalam pengembangan dan perluasan basis informasi IRGC dan tentara Iran, terutama untuk pasukan rudal dan drone. Pembaruan berkelanjutan setiap 90 menit berarti bahwa dalam delapan jam terdapat serangkaian informasi baru, dan setiap perubahan lapangan dalam lingkup operasi satelit dipantau dan disiarkan segera.
Dia menekankan bahwa informasi yang dapat diperoleh tentara atau badan intelijen mana pun di seluruh dunia dapat memakan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun untuk diakses menggunakan metode tradisional. Informasi ini bisa jadi tidak lengkap atau membingungkan, menjadikannya teka-teki intelijen yang sulit dipecahkan.
Namun, satelit, terutama Noor 3, menyediakan informasi terkini setiap 90 menit, memungkinkan dilakukannya serangan akurat dan hasilnya dapat segera dinilai setelahnya. Hal ini krusial dalam perang, karena semua orang ingin memahami dampak serangan dan akibatnya, dan inilah yang disediakan satelit berkat kemampuannya untuk survei dunia secara komprehensif. (alalam)
Araghchi Jelaskan Syarat Kembalinya Iran kepada Negosiasi
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan bahwa negaranya tidak akan kembali ke meja perundingan selagi Amerika Serikat (AS) enggan meninggalkan keserakahan dan pendekatan ekspansionistiknya serta terus menuntut Iran secara tidak logis.
Menteri Luar Negeri Iran menyampaikan pernyataan tersebut kepada para wartawan setibanya di Bandara Internasional Shahid Hashemi Nejad di kota suci Masyhad (Iran timur) pada hari Rabu (22/10), di mana dia akan menjadi tuan rumah Forum Diplomasi Regional.
“Negosiasi yang telah berlangsung sebelumnya dengan AS, serta diskusi di New York, telah terhenti tanpa mencapai kemajuan akibat keserakahan pihak AS,” ujarnya.
Dia menjelaskan, “Kami memiliki kontak tidak langsung dengan pihak AS melalui perantara. Kami menerima berbagai pesan, tapi posisi kami sangat jelas. Republik Islam Iran pada dasarnya adalah negara yang cinta damai dan percaya pada solusi diplomatik. Kami selalu menunjukkan komitmen kami pada dialog dan cara damai untuk solusi sengketa.”
Araghchi menambahkan: “Namun, kepatuhan kami pada diplomasi tidak berarti mengorbankan hak-hak rakyat Iran. Di mana pun kepentingan nasional tertinggi kami dapat dilindungi melalui diplomasi, kami tidak akan ragu untuk mengupayakannya. Hanya saja, kami menghadapi pihak yang sama sekali tidak berkomitmen pada diplomasi.”
Dia juga mengatakan, “Kami memiliki pengalaman yang cukup untuk mengonfirmasi hal ini. Bahkan tahun ini, kami telah mengalami dua contoh nyata. Salah satunya adalah selama lima putaran negosiasi yang berlangsung, di mana serangan militer dilancarkan dengan dukungan AS dan partisipasi langsung dari Washington. Di New York juga terdapat tanda-tanda akan ditemukannya solusi logis berdasarkan kepentingan bersama, tetapi tuntutan pihak AS yang berlebihan dan tidak masuk akal menyebabkan negosiasi tersendat dan gagal mencapai hasil.”
Forum Diplomasi Regional kedua dimulai pada hari Rabu (2/10), di kota Masyhad, dengan partisipasi 12 duta besar Iran untuk negara-negara tetangga, pejabat kamar dagang nasional dan regional, pejabat dari provinsi Razavi, Khorasan Utara, dan Khorasan Selatan, serta sejumlah wakil menteri luar negeri.
Forum dua hari ini mencakup dua seminar khusus bertajuk “Kerja Sama Ekonomi, Perdagangan, Investasi, dan Kawasan Bebas” dan “Menghubungkan Perekonomian Nasional dan Regional Melalui Teknologi Modern dan Ekonomi Berbasis Pengetahuan”.
Forum ini bertujuan untuk memperlihatkan kemampuan ekonomi provinsi-provinsi di wilayah timur laut Indonesia, menjajaki mekanisme pengamanan pasokan barang penting dan memenuhi kebutuhan provinsi-provinsi tersebut dari negara-negara tetangga, membahas mekanisme pengembangan perdagangan regional dan kerja sama ekonomi, serta menjajaki peluang perluasan hubungan dengan negara-negara tetangga. (alalam)
Pelapor Khusus PBB Ungkap Keterlibatan Internasional dalam Genosida Israel
Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk wilayah Palestina pendudukan, Francesca Albanese, telah merilis laporan terbarunya yang mengecam genosida rezim Israel di Jalur Gaza, dan menyajikan penjelasan yang sangat rinci tentang keterlibatan internasional dalam kekejaman Tel Aviv.
Versi awal laporan tersebut, berjudul Genosida Gaza: Kejahatan Kolektif, karya Francesca Albanese, dirilis pada hari Rabu (22/10).
Albanese berpendapat bahwa penghancuran berkelanjutan terhadap kehidupan warga Palestina di wilayah pesisir tersebut dimuluskan melalui jalur militer, ekonomi, diplomatik, dan bahkan apa yang disebut jalur kemanusiaan yang disediakan oleh negara-negara yang secara konsisten memprioritaskan kepentingan politik dan strategis di atas hak asasi manusia.
Dia menilai kekuatan Barat pimpinan AS dan Uni Eropa, secara diplomatis dan konsisten melindungi rezim Israel dari akuntabilitas. Resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata telah diveto atau dilemahkan, sementara kebiadaban militer rezim tersebut telah dibingkai sebagai “pembelaan diri yang sah”.
Bantuan militer, tambah Albanese, juga berperan penting dalam mempertahankan genosida.
Menurutnya, AS menyediakan $3,3 miliar setiap tahun bagi rezim tersebut, beserta intelijen, senjata, dan dukungan logistik. Namun, setelah genosida dimulai pada Oktober 2023, “bantuan” tersebut diperkuat oleh ratusan kiriman amunisi, senjata, dan aset militer.
Dia mencatat Jerman, Inggris, India, Italia, Prancis, Spanyol, dan negara-negara lain juga telah menyumbangkan senjata dan teknologi dwiguna yang secara langsung memicu serangan militer di Gaza.
Transfer ini melanggar Perjanjian Perdagangan Senjata mengingat pendudukan dan serangan rezim yang terus berlanjut terhadap warga sipil, keluh Albanese.
Jaringan ekonomi dan perdagangan juga telah menunjang Israel. Dia menyebutkan setidaknya 45 perjanjian perdagangan dan kerja sama aktif, termasuk dengan AS, Uni Eropa, dan UEA, memungkinkan Tel Aviv untuk mengakses peralatan militer dan penggunaan ganda.
Program penelitian Eropa juga telah menggelontorkan miliaran dolar ke lembaga-lembaga Israel, seringkali mendanai teknologi dengan aplikasi militer langsung.
Meskipun genosida sedang berlangsung, perdagangan dengan rezim tersebut meningkat pada tahun 2024, dengan Jerman (+$836 juta), Polandia (+$237 juta), Yunani (+$186 juta), dan bahkan negara-negara Arab seperti UEA (+$237 juta) dan Mesir (+$199 juta), sehingga memicu agresi Israel terhadap Gaza.
Bantuan kemanusiaan juga telah dijadikan senjata, kecam Albanese. Blokade Gaza, yang diperketat setelah Oktober 2023, membuat 80 persen dari lebih dari dua juta penduduk wilayah itu bergantung pada bantuan, namun akses dibatasi hanya untuk lebih dari 100 truk setiap hari pada awal 2025.
Dia juga mengingatkan bahwa Israel dan AS menciptakan apa yang disebut Yayasan Kemanusiaan Gaza, sebuah mekanisme bantuan militer yang justru menyebabkan kematian lebih dari 2.000 warga sipil di titik-titik distribusi antara Maret dan Juli 2025.
Isyarat simbolis dari Belgia, Kanada, Denmark, Yordania, dan Inggris hampir tidak meringankan kelaparan, justru melibatkan mereka dalam krisis kemanusiaan yang semakin memburuk, ujar Albanese.
Dia menuliskan; “Kewajiban hukumnya jelas. Negara harus mencegah kerusakan lebih lanjut, menangguhkan dukungan yang memungkinkan, mengadili para pelaku, dan memastikan pembenahan dan rekonstruksi. Tanpa ini, hukum internasional menjadi hampa, dan rakyat Palestina dibiarkan menderita.”
Genosida telah merenggut nyawa lebih dari 68.200 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Sebuah kesepakatan dicapai antara Hamas di Gaza dan Israel awal bulan ini sebagai bagian dari proposal Donald Trump yang dia klaim bertujuan mengakhiri genosida.
Namun, sejak saat itu, pasukan Israel berulang kali melanggar kesepakatan tersebut hingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa secara terus-menerus, sementara hanya 15 persen truk bantuan yang disetujui untuk memasuki wilayah tersebut berhasil mencapai warga Palestina yang kelaparan.
Albanese mengatakan proposal tersebut “secara mencolok mengabaikan persyaratan untuk mengakhiri pendudukan atau membangun akuntabilitas. Sebaliknya, proposal tersebut memaksakan struktur pemerintahan eksternal sementara atas Gaza, sebuah pengaturan yang merupakan administrasi neo-kolonial yang semakin melemahkan hak penentuan nasib sendiri Palestina.” (presstv)








