Jakarta, ICMES. Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon, Syeikh Naim Qassem, memastikan Israel pada akhirnya akan jatuh di depan ketangguhan para pejuang perlawanan.

Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mayjen Abdolrahim Mousavi, menyatakan kepuasannya atas peningkatan daya tangkal (deterensi) pertahanan Iran, dan menekankan bahwa kesiapan tempur telah mencegah musuh melancarkan serangan baru terhadap negara republik Islam ini.
Kepala Organisasi Energi Atom Iran, Mohammad Eslami, menekankan bahwa dimulainya kembali inspeksi secara penuh di fasilitas-fasilitas Iran bergantung pada penerapan langkah-langkah khusus untuk menjamin keamanan fasilitas nuklir Iran setelah serangan AS dan Zionis beberapa waktu lalu. Dia menilai kewajiban inspeksi tidak ada artinya jika tidak disertai dengan penghormatan terhadap hak-hak negara.
Berita selengkapnya:
Sekjen Hizbullah: Takdir Israel adalah Tersungkur di Depan Keteguhan Perlawanan
Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon, Syeikh Naim Qassem, memastikan Israel pada akhirnya akan jatuh di depan ketangguhan para pejuang perlawanan.
Syeikh Naim Qassem menyatakan demikian dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (17/9), bertepatan dengan peringatan satu tahun ledakan pager dan walkie-talkie mematikan yang dilakukan Israel di Lebanon.
Dia memuji para korban ledakan dan ketangguhan mereka dalam mengatasi luka-luka yang mereka derita.
“Musuh, Israel, ingin menetralisir kekuatan kalian dan ingin menyingkirkan kalian dari pertempuran, (namun) kalian kembali memasukinya dengan kekuatan dan energi yang lebih besar,” pujinya.
Dia menekankan bahwa para pejuang perlawananlah yang akan menjadi pemenang.
“Ketahuilah bahwa Israel akan jatuh, mengingat wataknya sebagai rezim okupasi, penindas, penjahat, dan agresor, serta fakta bahwa para pejuang perlawanan terus melawannya hingga pembebasan,” tegasnya.
Setidaknya 39 orang, termasuk dua anak-anak, gugur, dan lebih dari 3.400 orang lainnya menderita luka-luka dalam peristiwa serangan pager pada 18 dan 19 September 2024. Korban jiwa termasuk banyak anggota Hizbullah.
Ledakan tersebut melumpuhkan banyak korban, sebagian besar dengan cedera mata dan anggota badan.
Kekejaman itu terjadi sebagai bagian dari agresi mematikan rezim terhadap Lebanon, yang menewaskan setidaknya 3.130 warga Lebanon sebelum berakhir pada November 2024 setelah gencatan senjata dicapai. (presstv)
Jenderal Mousavi: Kesiapan Tempur Iran Halangi Musuh Melancarkan Agresi Baru
Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mayjen Abdolrahim Mousavi, menyatakan kepuasannya atas peningkatan daya tangkal (deterensi) pertahanan Iran, dan menekankan bahwa kesiapan tempur telah mencegah musuh melancarkan serangan baru terhadap negara republik Islam ini.
“Kesiapan pertahanan dan tempur kami telah mencapai tahap yang mencegah musuh melakukan kesalahan perhitungan, termasuk niat untuk melancarkan invasi baru ke negara kita,” ujar Mousavi saat mengunjungi markas taktis Pasukan Darat Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) di Teheran, Rabu (17/9).
Dia memuji kesiapan komprehensif Angkatan Bersenjata Iran untuk secara gigih mempertahankan kemerdekaan, keamanan, dan integritas wilayah negara, serta menghadapi semua potensi ancaman dan bahaya.
Mousavi juga mengapresiasi kewaspadaan dan kebijaksanaan dan pengalaman bersejarah Angkatan Bersenjata, khususnya perang 1980-88 yang dipaksakan oleh diktator Irak saat itu, Saddam Hussein, dan perang 12 hari Israel-AS pada bulan Juni 2025.
Dia menyebut peningkatan kapasitas pertahanan dan militer di berbagai bidang sebagai strategi yang tak terelakkan, dan menekankan bahwa strategi ini memastikan keamanan berkelanjutan dan memperkuat kemampuan daya deterensi Iran terhadap segala bentuk agresi.
Pada 13 Juni, rezim Israel melancarkan agresi terhadap Iran hingga menggugurkan banyak komandan senior, ilmuwan nuklir, dan warga sipil.
Dalam waktu kurang dari 24 jam, Iran melancarkan serangan balik dengan rentetan rudal dan drone, dan menindaklanjutinya dengan serangkaian operasi bersandi “True Promise III” (Janji Nyata III).
AS kemudian melibatkan diri dalam perang ini demi membela Israel pada 22 Juni dengan mengebom tiga situs nuklir Iran dan dengan begitu AS secara terbuka melanggar hukum internasional.
Sebagai balasan, Iran melancarkan serangan rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, pangkalan udara militer AS terbesar di Asia Barat.
Rezim Israel kemudian terpaksa menerima kesepakatan gencatan senjata secara sepihak pada 24 Juni. (presstv)
Teheran Tegaskan Harus Ada Tindakan Tertentu untuk Inspeksi Nuklir Iran
Kepala Organisasi Energi Atom Iran, Mohammad Eslami, menekankan bahwa dimulainya kembali inspeksi secara penuh di fasilitas-fasilitas Iran bergantung pada penerapan langkah-langkah khusus untuk menjamin keamanan fasilitas nuklir Iran setelah serangan AS dan Zionis beberapa waktu lalu. Dia menilai kewajiban inspeksi tidak ada artinya jika tidak disertai dengan penghormatan terhadap hak-hak negara.
“Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah, fasilitas-fasilitas yang tunduk pada sistem pengamanan menjadi sasaran serangan militer….Sebelum inspeksi dapat kembali normal, langkah-langkah luar biasa harus diambil,” kata Eslami dalam wawancara dengan Kyodo News Jepang, seperti dikutip al-Alam, Rabu (17/9).
Menurutnya, situasi keamanan di Iran dewasa ini lebih menyerupai “kondisi masa perang” karena masih ada ancaman serangan baru Israel.
“Kepercayaan antara Iran dan IAEA harus dibangun kembali. Tidak ada negara yang menempatkan kewajiban internasionalnya di atas kedaulatan dan keamanan nasionalnya,” imbuhnya.
Dia menjelaskan bahwa setelah serangan terhadap fasilitas Fordow, Natanz, dan Isfahan pada 13 Juni 2025, parlemen Iran memutuskan untuk menangguhkan kerja sama dengan IAEA, yang secara efektif menghentikan kegiatan inspeksinya.
Eslami mengungkapkan bahwa Teheran dan IAEA mencapai kesepahaman pada 9 September 2025 untuk membentuk mekanisme pengawasan baru dalam “fase pascaperang.” Dia mengonfirmasi bahwa Iran telah melanjutkan beberapa inspeksi internal terbatas, termasuk di pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr. Namun, parlemen tetap khawatir akan potensi “kebocoran informasi” dan terungkapnya kerentanan.
Sebagai kritikan atas”politisasi” berkas nuklir Iran, Eslami mengatakan, “Negara-negara Barat mengeksploitasi IAEA untuk mencapai tujuan politik mereka. Washington bahkan mengancam akan memotong anggaran badan tersebut jika anggotanya mendukung rancangan resolusi yang mengutuk Israel.”
Dia menyebut kegagalan IAEA mengutuk serangan Israel dan AS terhadap fasilitas nuklir Iran sebagai “kesalahan yang tak termaafkan”.
“Sikap ini akan tercatat dalam sejarah. Kami berharap Rafael Grossi (Dirjen IAEA) setidaknya mengakui dampak serius dari serangan demikian terhadap sistem keselamatan dan pengamanan nuklir,” sambungnya.
Eslami menekankan komitmen Teheran pada haknya menggunakan energi nuklir secara damai dalam bingkai Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
“Kewajiban pemantauan tidak ada artinya jika tidak berbanding lurus dengan penghormatan kepada hak-hak yang sah,”pungkasnya. (alalam)









