Rangkuman Berita Timteng Sabtu 5 Januari 2019

tentara amerika di suriahJakarta, ICMES: Amerika Serikat (AS) mengaku tidak memiliki jadwal untuk penarikan pasukannya dari Suriah, namun juga tidak berencana untuk mempertahankan tentaranya di sana.

Gerakan Nour al-Din al-Zenki dilaporkan telah membubarkan diri sepenuhnya setelah kalah perang dengan kelompok teror Hay’at Tahrir al-Sham di Suriah.

Ketua Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa Otoritas Palestina dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) konsisten kepada sikapnya mengenai masalah pemindahan kedutaan AS ke al-Quds (Yerusalem) dan pembekuan perundingan damai dengan Israel konsisten.

Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia menyatakan persidangan di Arab Saudi atas kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi tak dapat dinilai fair, dan menekankan bahwa bagaimanapun juga “tidaklah cukup.”

Berita selengkapnya:

AS Nyatakan Tak Ada Jadwal Untuk Penarikan Pasukannya Dari Suriah

Amerika Serikat (AS) mengaku tidak memiliki jadwal untuk penarikan pasukannya dari Suriah, namun juga tidak berencana untuk mempertahankan tentaranya di sana.

“Kami tidak punya batas waktu bagi pasukan militer kami untuk mundur dari Suriah,” kata seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri AS kepada wartawan, Jumat (4/1/2019).

Dia melanjutkan, “Hanya untuk klarifikasi, kami tidak bermaksud memiliki kehadiran militer yang tidak terbatas di Suriah. Presiden telah membuat keputusan bahwa kami akan menarik diri, dan kami sedang merumuskan rencana untuk melakukannya sekarang.”

Pernyataan itu disampaikan ketika Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan penasihat keamanan nasional John Bolton akan berkunjung ke Timur Tengah untuk menggalang dukungan dari para sekutu AS.

Pompeo dijadwalkan berangkat pada Selasa untuk safari delapan hari ke Amman, Kairo, Manama, Abu Dhabi, Doha, Riyadh, Muscat, dan terakhir Kuwait City.

Menurut pejabat itu, Pompeo di Kairo dijadwalkan akan menjelaskan pesan keseluruhan perjalanan itu bahwa “AS tidak meninggalkan Timur Tengah.

“Meskipun ada laporan yang bertentangan, narasi palsu seputar keputusan Suriah, kami tidak ke mana-mana,” ujarnya.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Garrett Marquis mengatakan bahwa Bolton akan berangkat pada hari Jumat untuk melakukan pembicaraan dengan “Israel dan Turki untuk membahas penarikan pasukan AS dari Suriah.,”

Presiden AS Donald Trump pada 19 Desember 2018 mengumumkan keputusannya untuk menarik pasukan AS dari Suriah pada, sembari mengklaim telah berhasil mengalahkan kelompok teroris ISIS. (presstv)

Kalah Perang Dengan Hay’at Tahrir al-Sham, Gerakan Nour al-Din al-Zenki Bubar

Sumber-sumber lokal mengatakan kepada RT bahwa Gerakan Nour al-Din al-Zenki, faksi bersenjata paling aktif di daerah pedesaan di bagian barat provinsi Aleppo, Suriah, dilaporkan telah membubarkan diri sepenuhnya setelah kalah perang dengan kelompok teror Hay’at Tahrir al-Sham yang semula bernama Jabhat al-Nusra.

Sumber-sumber itu mengkonfirmasi bahwa para pemimpin Gerakan Nour al-Din al-Zenki yang bernaung di bawah bendera Front Pembebasan Nasional (FNL) yang didukung oleh Turki telah melarikan diri ke Turki dan Afrin serta daerah-daerah yang dikendalikan oleh pasukan Perisai Sungai Eufrat Turki di bagian timur laut Suriah.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) menyatakan bahwa Hay’at Tahrir al-Sham pada hari Jumat (4/1/2019) telah menguasai daerah-daerah yang semula dikuasai oleh Gerakan Nour al-Din al-Zenki di kawasan pedesaan Aleppo barat setelah empat hari pertempuran yang menewaskan lebih dari 100 militan dari kedua belah pihak.

Menurut SOHR, pertempuran itu diakhiri dengan operasi  razia oleh Hay’at Tahrir al-Sham di daerah yang ditinggal kabur oleh kelompok Nour al-Din al-Zenki, dan pertempuran bahkan berujung pada  bubarnya Gerakan Nour al-Din al-Zenki.

Hay’at Tahrir al-Sham, dalam statemennya, Jumat, menegaskan, “Kami menyesalkan tindakan pasukan al-Zanki – semula- meninggalkan daerah-daerah konsentrasi mereka terhadap rezim sehingga musuh mendapat kesempatan untuk mencoba mengendalikan beberapa kawasan di pedesaan Aleppo Barat.”

Hay’at Tahrir al-Sham dalam pernyataan itu menyandingkan kata “semula” pada  nama al-Zenki  adalah untuk menandai berakhirnya  Gerakan Nour al-Din al-Zenki dan menganggapnya sebagai bagian dari masa lalu. (rt)

Abbas Pastikan Sikapnya Terhadap Israel Tidak Akan Berubah

Ketua Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa Otoritas Palestina dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) konsisten kepada sikapnya mengenai masalah pemindahan kedutaan AS ke al-Quds (Yerusalem) dan pembekuan perundingan damai dengan Israel konsisten.

Dalam pertemuan dengan sejumlah intelektual Mesir, Jumat (4/1/2019), Abbas mengaku bahwa pada pertemuan terakhirnya dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dia mengatakan kepada Trump, “Negara kami berada di perbatasan 1967 dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Saya meminta Trump untuk menjadi mediator antara Palestina dan Israel, tetapi dua minggu kemudian saya terkejut dia mengumumkan pemindahan kedutaan besar itu  ke al-Quds.”

Dia menambahkan: “Sejak itu, kami memboikot AS, mensyaratkan penarikan keputusan pemindahaan kedutaan besar itu, menarik diri dari UNRWA, dan menuntut penjelasan sikap mereka mengenai permukiman.”

Abbas juga menegaskan, “Pemimpin Palestina telah meminta semua warga Palestina untuk memboikot AS di manapun. Apa yang sedang diterapkan sekarang adalah Deklarasi Balfour, pemerintahan otonomi di Tepi Barat, dan Gazapun memiliki hak bahkan untuk kekaisaran.”

Abbas mengaku, “tidak akan membiarkan penerapan Deklarasi Balfour di bawah pengawasan AS dan teken Inggris.”

Mengenai Israel, Abbas merujuk pada keputusan pemimpin Palestina untuk tidak membiarkan berlanjutnya kelancangan Israel terhadap situs-situs suci dan tanah, serta menekankan tekad untuk mengakhiri hubungan dengannya sejak perjanjian Oslo.”

“Kami akan mengambil langkah-langkah lain dan kami tidak akan berhenti. Kami telah membatalkan perjanjian ekonomi Paris dengan mereka. Sekarang ada ketegangan besar dengan Israel. Al-Qus adalah milik Palestina dan akan tetap ada. Pemerintahan otonomi tak dapat diterima. Semua resolusi Dewan Keamanan belum dilaksanakan.” (rt)

OHCHR: Pengadilan Saudi Atas Kasus Khashoggi Tak Cukup

Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), Jumat (4/11/2019), menyatakan persidangan di Arab Saudi atas kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi tak dapat dinilai fair, dan menekankan bahwa bagaimanapun juga “tidaklah cukup.”

Sehari sebelumnya, Arab Saudi mengaku menggelar sidang awal untuk kasus itu, dan jaksa penuntut umum telah mengajukan tuntutan hukuman mati untuk lima orang terdakwa di antaranya.

Kantor berita Saudi Press Agency (SPA) melaporkan bahwa pada sesi pengadilan yang diadakan di Riyadh itu jaksa menuntut penjatuhan “hukuman yang tepat” terhadap 11 terdakwa dan bahwa hukuman “hukuman mati” harus dijatuhkan kepada lima orang tersebut atas keterlibatan langsung mereka dalam pembunuhan itu.

Menjawab pertanyaan tentang tuntutan hukuman mati itu, Juru Bicara OHCHR Ravina Shamdasani mengatakan bahwa lembaga ini menyerukan penyelidikan independen “dengan keterlibatan internasional.”

Dia juga menegaskan kembali penolakan kontinyu kantor HAM PBB terhadap hukuman mati.

Jurnalis Saudi  Jamal Khashoggi menghilang pada 2 Oktober setelah memasuki konsulat Saudi di Istanbul untuk mendapatkan dokumentasi pernikahan yang dia rencanakan.

Arab Saudi awalnya mengklaim bahwa Khashoggi telah meninggalkan konsulat dalam kondisi bugas, tetapi berapa minggu kemudian mengumumkan bahwa dia tewas dibunuh di dalam Konsulat, dan menyalahkan kematiannya pada sekelompok orang.

Pihak berwenang Turki menyatakan bahwa satu “regu pembunuh” yang terdiri atas 15 orang telah dikirim dari Arab Saudi ke Istanbul untuk menghabisi jurnalis kritikus terkemuka Saudi berusia 61 tahun itu.

Pada 10 Desember, Turki meminta penyelidikan internasional terhadap kasus ini, setelah Riyadh menolak mengekstradisi dua pejabat senior Saudi yang diduga sebagai dalang pembunuhan. (presstv)