Rangkuman Berita Timteng Rabu 7 November 2018

sanksi iran2Jakarta, ICMES: Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengecam sanksi “ilegal dan kejam” yang diterapkan lagi oleh Amerika Serikat (AS) terhadap Iran, dan memandang AS akan menyesal lagi atas “langkah tidak bijaksana” itu.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam pemberlakuan kembali sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran, dan menegaskan Ankara tidak akan mematuhinya.

Tim penyelidik PBB telah menemukan lebih dari 200 kuburan massal berisi ribuan mayat di kawasan Irak yang pernah diduduki kelompok teroris Wahabi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Seorang jurnalis dilaporkan meninggal akibat penyiksaan saat mendekam dalam penjara Saudi ketika kerajaan konservatif kaya minyak ini sedang terbelit kasus yang mendunia terkait dengan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.

Berita selengkapnya:

Zarif: AS Akan Menyesal Sendiri Atas Sanksinya Terhadap Iran

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengecam sanksi “ilegal dan kejam” yang diterapkan lagi oleh Amerika Serikat (AS) terhadap Iran, dan memandang AS akan menyesal lagi atas “langkah tidak bijaksana” itu.

“Pemerintah AS tampaknya percaya bahwa menerapkan sanksi ilegal dan kejam terhadap Iran akan membawa rasa sakit bagi negara kami,  bahwa itu akan memaksa kita untuk tunduk pada kehendaknya, tanpa peduli betapa itu tidak masuk akal, tidak sesuai hukum, atau secara mendasar cacat tuntutannya,” kata Zarif dalam sebuah pesan video online, Selasa (6/11/2018).

Dia menambahkan bahwa sanksi baru itu merupakan “serangan ngawur” di saat Iran sudah melewati “masa-masa sulit” selama 40 tahun menghadapi permusuhan AS dengan hanya mengandalkan sumber daya sendiri.

“Hari ini, kami dan mitra kami di seluruh dunia akan memastikan bahwa rakyat kami tidak terpengaruh oleh serangan ngawur dalam perang ekonomi yang secara langsung menarget rakyat Iran,” ujar Zarif.

Pemerintah AS memberlakukan sanksi gelombang kedua yang menyasar sektor perbankan, pelayaran, dan ekspor minyak Iran. Sanksi itu semula dicabut di bawah kesepakatan nuklir Iran dengan enam negara terkemuka dunia pada 2015.

Sanksi itu diberlakukan lagi setelah Presiden AS Donald Trump pada Mei lalu menarik AS keluar dari perjanjian itu.

“Saya yakin bahwa pemerintahan Trump juga akan mencapai kesimpulan bahwa kebijakan tersebut tidak akan berdampak pada tekad bangsa Iran yang besar, dan AS akan berkewajiban mengubah kebijakan mereka,” ungkap Zarif.

Dia menekankan bahwa dunia menentang pemerintahan AS dan tidak ada negara yang mendukungnya kecuali beberapa negara di Timur Tengah dan rezim Israel.

Dia menilai “hari-hari buruk” sedang menunggu pemerintah AS yang getol berusaha “menutupi kekejaman rezim Saudi dan rezim Israel, bukannya mengejar kebijakan yang sejalan dengan kepentingan nasional AS.”

Zarif mengatakan Washington akan lebih baik memikirkan kembali “dukungan jangka panjang dan tanpa syarat” untuk  Saudi dan Israel, yang telah “membutakan AS atas kekejaman mereka yang mengerikan.” (presstv)

Erdogan: Turki Tidak Akan Mematuhi Sanksi AS Terhadap Iran

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam pemberlakuan kembali sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran, dan menegaskan Ankara tidak akan mematuhinya.

Kepada wartawan, Selasa (6/11/2018), Erdogan menilai AS sebagai pihak yang bersalah, dan sanksi itu hanya bertujuan merusak keseimbangan di dunia.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengingatkan bahwa upaya Washington mengisolasi Teheran merupakan tindakan “berbahaya” dan tidak bijaksana.

Sehari sebelumnya, pemerintah AS memberlakukan sanksi gelombang kedua yang menyasar sektor perbankan, pelayaran, dan ekspor minyak Iran.

AS semula berobsesi  menjatuhkan penjualan minyak Iran secara dramatis hingga ke titik “nol” tapi kemudian malah mengecualikan Turki dan tujuh negara lainnya, yaitu Cina, India, Italia, Yunani, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan sehingga mereka tetap dapat mengimpor minyak Iran tanpa menghadapi kendala diplomatik.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada konferensi pers di Jepang, Selasa, mengatakan “Sementara kami meminta pengecualian dari Amerika Serikat, kami juga sangat berterus terang kepada mereka bahwa mengisolasi Iran tidaklah bijaksana. Mengisolasi Iran berbahaya.”

Cavusoglu mengatakan AS secara faktual menghukum rakyat Iran dengan sanksi yang tak adil.

Dia kemudian menyerukan dialog dengan Iran, dan mengingatkan bahwa sanksi akan sia-sia.

“Turki menentang sanksi, kami tidak percaya hasil apapun dapat dicapai melalui sanksi,” tegasnya. (presstv)

PBB Temukan 200-an Kuburan Massal Korban ISIS Di Irak

Tim penyelidik PBB telah menemukan lebih dari 200 kuburan massal berisi ribuan mayat di kawasan Irak yang pernah diduduki kelompok teroris Wahabi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

PBB, Selasa (6/11/2018), melaporkan bahwa kuburan massal itu berisi sekira 12.000 korban dan ditemukan tersebar di kawasan utara dan barat provinsi Niniwe, Kirkuk, Salahuddin dan Anbar.

ISIS menduduki sebagian wilayah Irak pada tahun 2014 dan memberlakukan aturan brutal dengan kecenderungan membantai siapa saja yang tak sejalan dengan mereka. ISIS kemudian berhasil ditumpas oleh tentara dan relawan Irak.

Situs-situs kuburan massal itu mengandung bukti-bukti penting yang tidak hanya mengidentifikasi korban tetapi juga membantu jaksa menyusun berkas-berkas kasus kejahatan perang, kejahatan anti kemanusiaan, dan genosida.

Laporan PBB menyebutkan bahwa sejauh ini sebanyak 202 kuburan massal telah didokumentasikan, termasuk 95 di Ninevah, 37 di Kirkuk, 36 di Salah al-Din dan 24 di Anbar.

Peneliti memperkirakan kuburan itu berisi antara 6.000-12.000 korban, termasuk wanita, anak kecil, orang tua, orang cacat, pekerja asing, dan anggota pasukan keamanan Irak.

“Situs kuburan massal yang didokumentasikan dalam laporan kami adalah sebuah bukti untuk menyisir kerugian manusia, penderitaan mendalam dan kekejaman yang mengejutkan,” wakil khusus Sekjen PBB untuk Irak JAN Kubis.

Dia menambahkan “Menentukan keadaan sekitar hilangnya nyawa yang signifikan akan menjadi langkah penting dalam proses berkabung bagi keluarga dan perjalanan mereka untuk mengamankan hak mereka terhadap kebenaran dan keadilan.” (alalam/bbc)

Satu Lagi Wartawan Saudi Tewas Akibat Penyiksaan

Seorang jurnalis dilaporkan meninggal akibat penyiksaan saat mendekam dalam penjara Saudi ketika kerajaan konservatif kaya minyak ini sedang terbelit kasus yang mendunia terkait dengan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.

Kelompok Narapidana Nurani, yang merupakan LSM peduli kondisi HAM di Saudi, di halaman Twitter resminya menyebutkan bahwa jurnalis bernama Turki bin Abdulaziz al-Jasser kehilangan nyawanya akibat  penyiksaan berat yang dia alami selama menjalani pemeriksaan di dalam penjara.

Otoritas Saudi mengklaim bahwa Jasser mengelola akun Twitter Kashkool atau @calouche_ar, yang mengungkapkan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pejabat tinggi dan anggota keluarga kerajaan Saudi.

Beberapa sumber melaporkan bahwa pihak berwenang Saudi menemukan identitas asli Jasser setelah sebuah tim mata-mata cyber Kerajaan menyusup ke markas Twitter di Dubai, Uni Emirat Arab.

Tim ini merupakan bagian dari apa yang oleh Saud al-Qahtani, mantan kepala penasihat Putra Mahkota Mohammed bin Salman, disebut sebagai “pasukan online Saudi”. Konon, al-Qahtani adalah arsitek kampanye media sosial anti pengkhotbah, intelektual, dan warga yang kritis terhadap Kerajaan.

Al-Qahtani, yang dipecat karena kasus pembunuhan Khashoggi, di halaman Twitternya pada bulan Agustus 2017 mengancam bahwa nama palsu di Twitter tidak akan melindungi para pengguna akun yang kritis terhadap keluarga kerajaan Saudi. (presstv)