Rangkuman Berita Timteng, Rabu 17 Mei 2017

Assad melambaikan tanganJakarta, ICMES: Pemerintah Suriah kembali diterjang badai tuduhan berbuat sadis dan tak manusiawi sehingga Rezim Zionis Israel tak segan-segan melontarkan ancaman secara terbuka terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Iran dilaporkan telah mengubahkan jalur lintas darat yang ia gunakan untuk menjangkau kawasan pantai Laut Tengah, menyusul merebaknya kerisauan terhadap meningkatnya eksistensi pasukan Amerika Serikat (AS) di wilayah timur laut Suriah.

Perdana Menteri Irak Haeder Abadi mengimbau kawanan teroris takfiri ISIS agar menyerah kepada pasukan Irak dan tak perlu bertahan lebih lama.

EIbrahim Raisi, 56 tahun, salah satu capres menonjol yang disebut-sebut sebagai “konservatif” dalam pilpres Iran menolak tuduhan bahwa dirinya melawan keterbukaan Iran di depan khalayak dunia.

Mufti Besar Kerajaan Oman Allamah Syeikh Ahmad al-Khalili membuat pernyataan yang membangkitkan kegusaraan di tengah kaum Wahabi Arab Saudi.

Berita selengkapnya;

Israel Nyatakan al-Assad Sudah Tak Layak Hidup

Pemerintah Suriah kembali diterjang badai tuduhan berbuat sadis dan tak manusiawi sehingga Rezim Zionis Israel tak segan-segan melontarkan ancaman secara terbuka terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Menteri Perumahan Dan Konstruksi Israel Yoav Galant dalam sebuah konferensi di pinggiran kota Baitul Maqdis (al-Quds/Yerussalem), Selasa (16/5/2017), menyebut al-Assad “tak punya tempat di bumi ini.” Jenderal purnawirawan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) ini mengatakan bahwa al-Assad harus dibunuh terkait tuduhan yang ada belakangan ini bahwa pemerintah Damaskus telah melakukan eksekusi massal yang mayat para korbannya kemudian dibakar.

“Kenyataan situasi di Suriah adalah bahwa mereka mengeksekusi orang, menggunakan serangan kimia yang diarahkan terhadap mereka, dan yang terbaru ialah membakar mayat mereka, sesuatu yang belum pernah kita lihat dalam 70 tahun,” kata Galant, merujuk pada apa yang kerap dipropagandakan kaum Zionis berupa tragedi Holocoust.

Dia menambahkan  bahwa tindakan Assad di Suriah tak lain adalah “genosida,” dengan “ratusan ribu orang terbunuh.”

Sehari sebelumnya, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menuduh rezim Assad melakukan pembunuhan massal terhadap ribuan tahanan dan membakar mayat di sebuah krematorium besar di luar Damaskus.

“Menurut saya, kita sedang melintasi garis merah. Dan menurut saya, waktunya telah tiba untuk membunuh Assad. Sesederhana itu, ” kata mantan kepala Komando Selatan IDF tersebut.

Lebih lanjut dia menegaskan, “Siapapun yang membunuh dan membakar mayat para korbannya tidak memiliki tempat di dunia ini.”

Selasa kemarin Kemlu Suriah membantah keras tuduhan itu dan menyebutkan “sama sekali tak berdasar.”

“Tujuan tudingan baru terhadap Suriah ini sepenuhnya jelas menjelang dimulainya perundingan Jenewa,” ungkap Kemlu Suriah.

Tuduhan tersebut dilantarkan AS ketika Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura hari ini dijadwalkan akan membuka  perundingan babak baru penyelesaian krisis Suriah di Jenewa, Swiss, yang akan dihadiri oleh delegasi pemerintah dan delegasi oposisi Suriah.  (timesofisrael/sana)

Hindari Konfrontasi Dengan Pasukan AS, Iran Alihkan Jalur Daratnya di Suriah

Iran dilaporkan telah mengubahkan jalur lintas darat yang ia gunakan untuk menjangkau kawasan pantai Laut Tengah, menyusul merebaknya kerisauan terhadap meningkatnya eksistensi pasukan Amerika Serikat (AS) di wilayah timur laut Suriah.

Koran Inggris Guardian melaporkan bahwa rute darat Iran itu bergeser sejauh 140 mil ke arah selatan dibanding jalur sebelumnya supaya tidak mendekati posisi-posisi pasukan AS yang dikerahkan di timur laut  Suriah dengan kedok memerangi ISIS.

Menurut Guardian, Iran menggunakan daerah al-Mayadin di provinsi Deir el-Zor yang masih diduduki ISIS, sebagai pusat operasi transportasi di wilayan timur Suriah, dan menghindari wilayah-wilayah yang ditinggali penduduk bersuku Kurdi di wilayah timur laut Suriah.

Pergeseran jalur itu dilakukan sesuai instruksi komandan Brigade al-Quds Korps Garda Revolusi Islam Iran Jenderal Qasim Soleimani dan tokoh Irak Sekjen Organisasi Badr dan komandan pasukan relawan al-Hashd al-Shaabi Hadi al-Amiri. Dewasa ini pasukan yang berada di bawah komando al-Amiri mendekati daeeah al-Ba’aj, Irak, yang akan menjadi mata rantai penghubungan utama dalam rute yang direncanakan Iran.

Guardian menyebutkan bahwa penguatan pasukan AS di bagian timur laut Suriah telah meresahkan para pejabat Baghdad dan Teheran.

Mengutip keterangan para pejabat Irak, Guardian melaporkan bahwa rute baru Iran itu akan melintas dari Deir el-Zor menuju al-Sakhnah, Provinsi Homs, kemudian ke Palmyra (Tadmur), lalu ke Damaskus dan wilayah perbatasan Lebanon, dan dari titik ini terbuka jalan menuju Latakia dan Laut Tengah. Semua rute ini akan digunakan Iran sebagai jalur logistik yang lebih efektif daripada bertolak dari Teluk Persia yang lebih rawan. (rayalyoum)

16,000 Teroris Tewas Di Irak, PM Irak Minta ISIS Menyerah

Perdana Menteri Irak Haeder Abadi mengimbau kawanan teroris takfiri ISIS agar menyerah kepada pasukan Irak dan tak perlu bertahan lebih lama. Dia mengatakan bahwa perang Mosul harus dilanjutkan dan dituntaskan sesegera mungkin sesuai rencana, dan pembebasan provinsi Nineveh akan menjadi peluang untuk pembebasan daerah Hawija di provinsi Kirkuk.

Dia juga mengimbau berbagai komponen Irak sendiri supaya menyudahi polemik politik.

“Persilisihan politik akan membantu upaya musuh melancarkan aksi-aksi teror melalui penebaran kekacauan dan instabilitas,” katanya, Selasa malam (16/5/2017).

Sebelumnya, jubir operasi gabungan pasukan Irak, Yahya Rasul, mengenai perkembangan operasi ini di Mosul menyebutkan bahwa menurut data terkini sebanyak 16,467 teroris tewas, dan bagian timur kota ini sudah sepenuhnya bebas sehingga kehidupan sehari-hari penduduk sudah berjalan normal.  Dia juga mengatakan bahwa 90 persen bagian barat Mosul sudah bebas dari cengkraman ISIS.

Pasukan Irak memulai operasi militer besar-besaran untuk membasmi ISIS di Mosul sejak Oktober 2016. Pada Januari 2017 mereka berhasil membebaskan Mosul timur. Selanjutnya, sejak Februari lalu mereka memulai lagi operasi militer untuk membebaskan Mosul barat, dan sejauh ini sebagian besar wilayah ini sudah berhasil dibebaskan. (alsumarianews)

Capres “Konservatif” Iran Tolak Tuduhan Tertutup Di Depan Mata Dunia

EIbrahim Raisi, 56 tahun, salah satu capres menonjol yang disebut-sebut sebagai “konservatif” dalam pilpres Iran menolak tuduhan bahwa dirinya melawan keterbukaan Iran di depan khalayak dunia. Tuduhan itu berasal dari kubu moderat dan reformis yang mendukung presiden petahana Hassan Rouhani.

Kepada para pendukungnya di halaman mushalla akbar Teheran, Selasa (16/5/2017), dia menegaskan, “Mereka mengatakan bahwa kami tidak ingin berinteraksi dengan dunia, semua ini dusta besar. Kami percaya kepada interaksi dengan semua negara, tapi dengan terhormat.”

Dia juga mengaku tidak menentang kesepakatan nuklir Iran dengan negara-negara besar yang telah dicapai pada tahun 2015 dengan persetujuan Pemimpin Besar Revolusi Islam Grand Ayatullah Sayyid Ali Khamenei.

Namun demikian, tokoh berserban hitam sebagai tanda keturunan Nabi Muhammad saw ini menilai pemerintahan Rouhani masih tergolong “lemah” dalam negoasiasi dengan negara-negara besar. Menurutnya, Rouhani telah memberikan banyak konsesi tanpa memperoleh imbalan yang signifikan dan sepadan.

Dalam kampanye pemilu, Raisi bahkan menyebut pencabutan sebagian embargo ekonomi internasional hasil kesepakatan itu “cek kosong yang telah diperoleh pemerintah.”

Sebelumnya, capres Bagher Ghalibaf yang juga disebut berasal dari kubu konservatif telah mengundurkan diri demi memberikan kesempatan lebih besar bagi kemenangan Raisi dalam pilpres.

Jumat pekan lalu telah terjadi debat capres sengit antara Rouhani dan Raisi. Dan di antara enam orang yang diterima dalam seleksi capres dua orang telah mengundurkan diri. Bisa jadi orang ketiga akan mundur apabila orang keempat menyerukan pemberian suara kepada Rouhani. (rayalyoum)

Mufti Oman Sebut Muawiyah “Budak Yang Dibebaskan”, Kaum Salafi/Wahabi Gusar

Mufti Besar Kerajaan Oman Allamah Syeikh Ahmad al-Khalili membuat pernyataan yang membangkitkan kegusaraan di tengah kaum Wahabi Arab Saudi. Pasalnya, al-Khalili dalam sebuah karya tulisnya menyebut Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai “thaliq” yang berarti budak yang telah dibebaskan.

Seorang da’i aliran Salafi/Wahabi Syeikh Mohammed al-Barrak melontarkan kecaman keras terhadap Syeikh al-Khalili dengan menyatakan bahwa al-Khalili dalam kitab karyanya yang berjudul “al-Istibdad” (Tirani) telah “menistakan seorang sahabat besar” Nabi saw yang bernama Muawiyah bin Abi Sufyan.

Di halaman Twitternya al-Barrak menuliskan, “Mufti aliran Ibadhiyyah Ahmad al-Khalili telah berdalil dengan riwayat batil untuk menfitnah seorang sahabat besar. Apa yang mendorongnya berbuat demikian? Sedikitnya ilmu atau kokohnya bid’ah.”

Dalam kitab tersebut Syeikh al-Khalili menjelaskan bahwa Khalifah Kedua Umar bin Khattab tidak memperkenankan Muawiyah duduk di kursi kekhalifahan karena Muawiyah berstatus “budak yang dibebaskan, atau anak budak yang dibebaskan.”

Mufti Besar Oman ini juga menyebutkan bahwa Muawiyah sangat menggebu terhadap kursi kekhalifahan sehingga kemudian berhasil mencapainya dengan cara paksa dan tipu daya serta memerangi orang yang berhak mendudukinya. (watan)