Rangkuman Berita Timteng Rabu 12 Juli 2017

Jakarta, ICMES: Observatorium Suriah untuk HAM (SOHR) menyatakan pihaknya mendapat informasi-informasi mengenai kematian gembong kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Abu Bakar al-Baghdadi.

Sekjen Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah, Selasa (11/7/2017), menyebut kemenangan pasukan Irak di Mosul atas kelompok teroris takfiri ISIS “kemenangan yang sangat besar meskipun sebagian orang meremehkan kebesarannya.”

Kedutaan Besar Qatar untuk Rusia di Moskow membantah kabar yang tersiar bahwa pemerintah Doha memberikan ultimatum tiga hari kepada kubu Arab Saudi untuk keluarnya Qatar dari Dewan Kerjasama Teluk (GCC).

Berita selengkapnya;

Observatorium  Suriah Dan Radio ISIS Kabarkan Laporan Kematian Abu Bakar al-Baghdadi

Observatorium Suriah untuk HAM (SOHR) menyatakan pihaknya mendapat informasi-informasi mengenai kematian gembong kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Abu Bakar al-Baghdadi, 46 tahun. Bersamaan dengan ini Radio al-Bayan milik ISIS di Irak menyiarkan pernyataan belasungkawa atas kematian al-Baghdadi.

Direktur eksekutif SOHR Rami Abdulrahman, Selasa (11/7/2017), mengatakan kepada AFP, “Para pemimpin senior organisasi Negara Islam (IS/ISIS) yang ada di provinsi Deir Ezzor (Suriah) memastikan kematian pemimpin IS, Abu Bakar al-Baghdadi. Kami mengetahuinya hari ini, tapi kami tidak mengetahui kapan dan bagaimana dia mati.”

Abdulrahman mencatat bahwa al-Baghdadi yang menghilang sejak delapan bulan silam pernah bercokol dalam beberapa bulan terakhir di provinsi Deir Ezzo timur, tapi tak jelas apakah dia terbunuh di sana atau di tempat lain.

Sejauh ini belum ada komentar resmi tentang kabar ini di akun-akun yang terkait dengan ISIS di media sosial, sementara pasukan koalisi internasional pimpinan AS menyatakan belum dapat mengonfirmasi keterangan SOHR tentang al-Baghdadi tersebut.

“Kami tak dapat mengonfirmasi kematiannya, tapi kami berharap itu benar,” ungkap jubir pasukan koalisi internasional Kol. Ryan Dellon.

Laporan lain dari Irak mengutip keterangan sumber lokal provinsi Kirkuk bahwa radio al-Bayan milik ISIS berkabung atas kematian al-Baghdadi, dan bahwa kelompok ini akan mengadakan pertemuan untuk menunjuk penggantinya.

“Radio al-Bayan milik ISIS telah menyiarkan pernyataan singkat berisikan ungkapan belasungkawan atas kematian al-Baghdadi dan pernyataan bahwa kematiannya ini bukan berarti keberbalikan dari perang melainkan satu percobaan bagi pasukan ‘kekhalifahan’ untuk sabar dan teguh, serta bahwa kematian al-Baghdadi terjadi akibat luka-luka yang dialami sejak sebelumnya,” ungkap sumber itu.

Dia menambahkan, “Suatu pertemuan ‘Majelis Syura Mujahidin’ akan diadakan di Hawija (Iraq) setelah dilakukan musyawarah para pemimpin organisasi ini di Tal Afar dan kawasan lain untuk pengangkatan khalifah baru.”

Tentara Rusia pada 16 Juni lalu menyatakan telah melancarkan serangan udara dan lalu menyatakan bahwa kemungkinan besar serangan ini menewaskan al-Baghdadi. Serangan itu dilancarkan pada 28 Mei dan menghancurkan sebuah tempat pertemuan para pemimpin ISIS di dekat Raqqa, Suriah utara.

Selama ini Al-Baghdadi hanya satu kali menampakkan dirinya, yaitu ketika dia mendeklarasikan apa yang disebutnya negara kekhalifan di Masjid Jami’ al-Nuri di Mosul barat pada Juli 2014, yaitu setelah ISIS berhasil merebut banyak kawasan di Irak dan Suriah.

Al-Baghdadi kemudian tidak memperlihatkan tanda-tanda apapun mengenai apakah dia masih hidup atau tidak setelah rekaman suaranya beredar tak lama setelah pasukan Irak memulai operasi pembebasan Mosul. Dalam rekaman ini al-Baghdadi menyerukan semua petempur ISIS agar “solid” dan “berjihad sampai mati syahid.” (rayalyoum/alsumarianews)

Sekjen Hizbullah: Fatwa Ulama Kunci Kemenangan Besar Atas ISIS Di Irak

Sekjen Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah, Selasa (11/7/2017), menyebut kemenangan pasukan Irak di Mosul atas kelompok teroris takfiri ISIS “kemenangan yang sangat besar meskipun sebagian orang meremehkan kebesarannya.”

Sayyid Nasrallah juga menegaskan bahwa kemenangan ini adalah berkat ketegasan fatwa marji’ atau ulama panutan di Irak yang telah menghapus kebimbangan bangsa Irak dan meneguhkan pendirian mereka.

Menurutnya, fatwa ini juga didukung oleh para ulama Sunni dan Syiah, dan telah memberikan kejelasan mengenai identitas musuh serta ancaman yang dihadapi bangsa Irak, sebagaimana fatwa ini juga telah membuat perjuangan bangsa Irak memiliki harga mati serta menghasilkan momentum bagi prajurit di Negeri 1001 Malam ini.

“Pertama, cobaan saat itu sangat besar bagi bangsa Irak yang melihat dirinya berhadapan dengan fitnah sehingga ada kebingungan, kaget, frustrasi, kebimbangan, dan putus asa, dan kadar yang ada terlampau besar untuk dicakup semuanya. Fatwa marji’ di Najaf, Sayyid Ali al-Sistani, kemudian keluar dan menegaskan kewajiban membela dan berjihad bagi semua orang yang mampu mengangkat senjata dan berperang, serta kewajiban menghadapi ISIS dengan segenap kekuatan, dan barangsiapa terbunuh dalam perang ini maka di gugur syahid di jalan Allah. Fatwa marji’ inilah yang menentukan kemenangan-kemenangan besar bagi bangsa Irak. Fatwa inilah yang menuntaskan kebimbangan dalam sikap,” ungkap Nasrallah.

Sekjen Hizbullah menjelaskan poin kedua bahwa penentuan sikap terhadap musuh antara lain ialah pengaitan nama ISIS dengan Irak dan Syam (Suriah) sehingga ada orang yang mengiranya sebagai fenomena revolusi Islam atau bagian dari Arab Spring dan lalu sebagian orang menyoraki dan mendukungnya. Fatwa ini telah menetapkan bahwa ISIS bukan fenomena demikian, melainkan musuh yang harus diperangi dengan jihad di jalan Allah yang menjanjikan kesyahidan.

“Poin ketiga ialah bahwa marji’ diniyah telah menyandangkan tanggungjawab kepada semua orang. Fatwa atau seruan monumental ini ditujukan bukan hanya kepada Syiah, melainkan kepada segenap bangsa Irak dengan semua golongannya. Fatwa ini mencerminkan hakikat sikap kemanusiaan, moral, dan nasionalisme sehingga tanggungjawab terpikul di pundak semua orang,” imbuhnya.

Dia melanjutkan, “Fatwa ini telah meninggikan taraf perjuangan dan membuatnya terjauh dari negosiasi, atau pertaruhan, atau diskusi (tawar menawar) mengenai penyelesaiannya, serta dapat membangkitkan dan mengeluarkan bangsa Irak dari kebimbangan dan putus asa. Respon bangsa ini besar dan memberikan spirit besar kepada setiap personil pasukan Irak, mendorong ribuan orang Irak untuk bersekutu di front-front pertempuran dan menjadi relawan sehingga terbentuklah al-Hashd al-Shaabi yang menjadi kekuatan hakiki bagi Irak.”

Sayyid Nasrallah memastikan bahwa kemenangan di Mosul bukanlah kemenangan bagi kemenangan bangsa Irak samata melainkan juga bagi semua orang.

“Pembebasan Mosul merupakan langkah besar menuju kekandasan proyek ISIS,” tegasnya.

Di bagian akhir dia menekankan lagi bahwa kemenangan di Mosul  juga merupakan hasil perjuangan bangsa Irak membela semua bangsa Arab dan Islam. Dia juga mengimbau bangsa Irak supaya memrioritaskan penumpasan teroris di beberapa daerah yang masih dikuasai ISIS. (rayalyoum)

Qatar Bantah Kabar Ultimatum Keluar Dari GCC

Kedutaan Besar Qatar untuk Rusia di Moskow membantah kabar yang tersiar bahwa pemerintah Doha memberikan ultimatum tiga hari kepada kubu Arab Saudi untuk keluarnya Qatar dari Dewan Kerjasama Teluk (GCC).

“Berita ini tidak faktual, Menlu (Qatar) sama sekali tidak menyampaikan pesan atau pernyataan bahwa Doha telah memberi tenggat waktu tiga hari kepada negara-negara pemboikot untuk merespon permintaannya,” ungkap Kedubes Qatar untuk Rusia dalam sebuah statemen, seperti dilansir RT, Selasa (11/7/2017).

Kedubes ini menyatakan prihatin atas tindakan media negara-negara Arab pemboikot Qatar karena adanya pemberitaan tak berdasar sedemikian rupa sehingga mencerminkan gencarnya propaganda anti-Qatar.

Beberapa media Arab, termasuk al-Watan yang berbasis di Mesir sebelumnya melaporkan bahwa Menlu Qatar Mohammad bin Abdul Rahman al-Thani telah menyampaikan beberapa persyaratan kepada Sekjen GCC Abdul Latif al-Zayani menyangkut kebertahanan Qatar dalam dewan ini.

Menurut al-Watan, Qatar telah mengajukan tenggat waktu tiga hari kepada empat negara pemboikot Qatar, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir, agar mereka mempertimbangkan kembali tindakannya terhadap Qatar.

Media Arab itu mengklaim terdapat keterangan dari sumber diplomatik Qatar bahwa negara ini secara resmi akan keluar dari GCC jika ultimatum itu tidak dipenuhi. (irna)