Rangkuman Berita Timteng Kamis 8 November 2018

perang yamanJakarta, ICMES: Tiga negara anggota Dewan Keamanan PBB telah menghalangi keluarnya resolusi dewan ini untuk penghentian perang Yaman, dan sebagai gantinya dewan ini merilis resolusi yang menyerukan kepada kedua pihak yang bertikai agar kembali ke meja perundingan.

Pemimpin gerakan Ansarullah (Houthi) Sayyid Abdul Malik al-Houthi menyatakan bahwa Amerika Serikat (AS) adalah pihak yang sangat berkepentingan dalam invasi militer Arab Saudi dan sekutunya terhadap Yaman sehingga eskalasi militer yang terjadi sekarang tak lain karena ada lampu hijau dari AS.

Wakil Komandan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) Brigjen Hossein Salami menyatakan pihaknya memiliki pangkalan militer di kawasan yang membentang dari Laut Tengah hingga ke Laut Merah.

Berita selengkapnya:

Dewan Keamanan PBB Gagal Keluarkan Resolusi Penghentian Perang Yaman

Tiga negara anggota Dewan Keamanan PBB telah menghalangi keluarnya resolusi dewan ini untuk penghentian perang Yaman, dan sebagai gantinya dewan ini merilis resolusi yang menyerukan kepada kedua pihak yang bertikai agar kembali ke meja perundingan.

Belanda, Swedia, dan Peru menolak draf resolusi yang disusun oleh Inggris dan diusulkan oleh Cina yang bulan ini memimpin Dewan Keamanan PBB. Tiga negara itu beralasan bahwa draf itu tidak menyinggung persoalan yang telah membangkitkan keprihatinan terkait dengan krisis kemanusiaan di Yaman.

Dalam emailnya kepada Dewan Keamanan PBB, Rabu (7/11/2018), sebagaimana diketahui AFP, tiga negara itu beralasan, “Kami merasa bahwa situasi saat ini di atas segalanya menuntut adanya resolusi yang memberikan kepada utusan khusus maupun  OCHA dukungan yang mereka butuhkan untuk mengambil langkah menuju diakhirnya konflik di Yaman dan penderitaan rakyat Yaman.”

OCHA, kantor urusan kemanusiaan PBB, telah mengingatkan bahwa Yaman berada di ambang kelaparan terburuk di dunia dalam beberapa dekade terakhir.

Pasukan loyalis mantan presiden Yaman Abd Rabbuh Mansour Hadi yang didukung oleh jet tempur dan helikopter pasukan koalisi Arab pimpinan Saudi melancarkan serangan ke kota pelabuhan Hudaydah yang dikuasai kelompok Ansarullah (Houthi), meskipun ada peringatan dari kelompok-kelompok bantuan bahwa warga sipil terancam.

Sekjen PBB Antonio Guterres Jumat lalu menyerukan penghentian kekerasan di Yaman untuk menarik kembali negara ini dari “jurang” dan membangun momentum menuju pembicaraan untuk mengakhiri perang.

Seruan ini datang hanya beberapa hari setelah Amerika Serikat (AS) mengubah kebijakan secara signifikan dengan menekan sekutunya, Saudi, agar mengakhiri perang, serta menyerukan gencatan senjata dan perundingan damai.

AS, Perancis, dan Inggris yang sama-sama memegang hak veto  mendukung koalisi Arab dalam invasi militer ke Yaman sejak tahun 2015 dengan dalih demi memulihkan pemerintahan Mansour Hadi, namun banyaknya jumlah korban sipil telah menimbulkan kekhawatiran dunia.

Menyusul perubahan sikap AS, Inggris mulai bekerja untuk menyusun resolusi yang mengupayakan gencatan senjata, akses kemanusiaan dan perundingan yang disponsori PBB untuk mengakhiri perang.

Utusan PBB Martin Griffiths, yang baru-baru ini bertemu dengan pejabat AS di Washington, berencana mengundang pihak Mansour Hadi dan pihak Ansarullah untuk melakukan perundingan di Swedia bulan ini. (raialyoum)

Al-Houthi: Eskalasi Serangan Saudi Ke Yaman Justru Dengan Lampu Hijau AS

Pemimpin gerakan Ansarullah (Houthi) Sayyid Abdul Malik al-Houthi menyatakan bahwa Amerika Serikat (AS) adalah pihak yang sangat berkepentingan dalam invasi militer Arab Saudi dan sekutunya terhadap Yaman sehingga eskalasi militer yang terjadi sekarang tak lain karena ada lampu hijau dari AS, meskipun Washington secara resmi menyerukan penghentian perang.

“AS memberikan dukungan politik dan senjata untuk agresi terhadap Yaman. Di saat terjadi eskalasi AS berbicara tentang perdamaian. Nyanyian AS tentang perdamaian ketika eskalasi dimulai justru merupakan sandi perang dan pertempuran… AS melihat interes besar dalam agresi ini,” ungkap al-Houthi dalam pidato televisinya, Rabu (8/11/2018).

Dia menjelaskan bahwa eskalasi ini terjadi bersamaan dengan adanya perkembangan baru dalam upaya sebagian negara anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC) untuk mempererat hubungan dengan Rezim Zionis Israel.

“Siapa yang dipandang Israel sebagai musuhnya akan dipandang pula oleh rezim Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) sebagai musuh keduanya,” lanjut al-Houthi.

Menurutnya, terdapat sentimen tersendiri terhadap bangsa-bangsa merdeka, termasuk Yaman, setelah terjadi proses normalisasi hubungan Saudi dan sekutunya dengan Israel, sehingga blokade terhadap Yaman kian diperketat demi mewujudkan target mereka di medan tempur, “namun gagal.”

Dia menambahkan bahwa dalam eskalasi militer sekarang pihak agresor menggelar operasi militer besar-besaran dan mengerahkan peralatan tempur dalam jumlah besar, namun sebagian besar wilayah provinsi Hudaydah masih dikuasai oleh pihak Ansarullah.

“Sebanyak apapun jumlah tentara dan perlengkapan perang musuh mereka tetap akan gagal mewujudkan tujuannya,” tegas al-Houthi.

Dia menegaskan bahwa bangsa Yaman merupakan korban kezaliman, agresi, kejahatan perang, dan genosida, namun pantang tunduk menjadi antek bagi Saudi dan UEA. (alalam)

Iran Nyatakan Israel Terkepung, Dan IRGC Punya Pangkalan Dari Laut Tengah Hingga Laut Merah

Wakil Komandan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) Brigjen Hossein Salami menyatakan pihaknya memiliki pangkalan militer di kawasan yang membentang dari Laut Tengah hingga ke Laut Merah.

Dalam sebuah pertemuan yang bertema “penghormatan kepada para mujahadin di tanah asing” di kota Damawan, Iran, Rabu (7/11/2018), Salami menyebutkan bahwa sekarang banyak negara Islam yang sudah menjadi gelanggang perjuangan melawan kaum mustakbirin dunia dan mengembalikan wibawa umat Islam.

Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh para tokoh pergerakan dari sejumlah negara, termasuk Bahrain, Yaman, Palestina, Lebanon, dan Nigeria ini, Salami juga menegaskan, “Yaman tidak akan pernah mati, dan sekarang justru sedang mengembalikan identitas sejarahnya. Yaman, Suriah, Lebanon, dan Palestina masih hidup, dan kaum Zionislah yang justru terkepung.”

Dia memastikan Iran telah keluar sebagai pemenang dalam perang yang dipaksakan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di Suriah sehingga “kematian menjadi mimpi buruk bagi kaum Zionis setelah Hizbullah dan para pejuang Palestina dipersenjatai.”

“Kaum Zionis sekarang mengetahui bahwa perang yang mereka mulai akan membuat mereka binasa dan musnah,” tegasnya.

Dia melanjutkan, “Kami memiliki pangkalan-pangkalan revolusi Islam di Laut Tengah hingga Laut Merah.”

Mengenai AS dia menyebut negara ini sekarang sudah terpojok dan kekuatannya melemah, sementara kekuatan rudal Iran “kian berkembang pada setiap jarak jelajah yang dibutuhkan, dan dengan presisi yang sangat tinggi.” (alalam)