Jakarta, ICMES: Kepala Biro Kontra-Terorisme Irak Mayjen Fadhil Jamil al-Barwari menyatakan pihaknya belum dapat mengonfirmasi kabar kematian gembong kelompok teroris ISIS Abu Bakar al-Baghdadi.
Surat kabar Israel Hayom (IH) menyatakan bahwa gencatan senjata di Dataran Tinggi Golan dan diadakannya kawasan terkendali yang membuat Iran terjaga jaraknya dari perbatasan Israel dan Yordania memang merupakan satu keberhasilan taktis, namun keberhasilan ini hanya bersifat temporal.
Sebuah sumber lokal di provinsi Nineveh, Irak utara, menyatakan bahwa kelompok teroris takfiri Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengumumkan kota kecil Tal Afar sebagai “wilayah independen” dari “negara kekhalifahan”.
Situs al-Monitor yang berbasis di Amerika Serikat memuat keterangan lebih rinci Komandan Pasukan Quds Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) mengenai pembicaraan Putera Mahkota Arab Saudi Mohammad Bin Salman dengan seorang pejabat tinggi Suriah.
Berita selengkapnya;
Pejabat Keamanan Irak Mengaku Tak Dapat Mengonfirmasi Kematian Al-Baghdadi
Kepala Biro Kontra-Terorisme Irak Mayjen Fadhil Jamil al-Barwari menyatakan pihaknya belum dapat mengonfirmasi kabar kematian gembong kelompok teroris ISIS Abu Bakar al-Baghdadi.
“Sumber-sumber intelijen kami tidak mengonfirmasi berita kematian al-Baghdadi, karena hampir empat bulan tidak ada informasi mengenai keberadaannya di Irak,” ungkapnya dalam wawancara dengan kantor berita Iran, IRNA, Rabu (12/7/2017).
Dia mengingatkan bahwa dalam tiga tahun terakhir sudah berulangkali al-Baghdadi dikabarkan tewas tapi kabar itu tidak jelas kebenarannya.
Menurutnya, pasukan Irak terus berusaha menghimpun informasi mengenai nasib orang yang dianggap khalifah oleh ISIS tersebut, dan jika ada data yang valid maka penjelasannya akan dipublikasi.
Seperti diketahui, al-Baghdadi belakangan ini ramai dikabarkan sudah meninggal dunia sehingga merebak pula isu bahwa dia akan diteruskan oleh orang lain.
Sudah sekian bulan tempat persembunyian dan nasib al-Baghdadi tak terpantau, dan sejauh ini dia memang sudah berulangkali dikabarkan tewas akibat serangan udara, tapi selanjutnya diketahui bahwa kabar itu tidak benar.
Di Irak sendiri ada sumber-sumber terpercaya yang menyebutkan bahwa pasukan koalisi internasional pimpinan AS diam-diam menjalin komunikasi dengan ISIS sehingga bahkan terjadi kasus-kasus relokasi para komandan ISIS di berbagai wilayah Irak oleh pasukan koalisi.
Pada Juli 2017 sempat tersiar penggalan video di dunia maya yang merekam pendaratan enam unit helikopter AS di kota Hawija yang kuasai ISIS di selatan Kirkuk, dan beberapa lama kemudian terbang lagi tanpa ada kejelasan mengenai apa dan siapa yang dibawa oleh helikopter itu. Video itu dipublikasi oleh pasukan Kurdistan Irak, Peshmerga. (irna)
“Israel Terpaksa Menerima Eksistensi Iran Di Suriah”
Surat kabar Israel Hayom (IH) memuat artikel berjudul “Penyelesaian Semua Persoalan Suriah Ada Di Tangan Teheran”. Seperti dikutip lembaga pemberitaan FNA milik Iran, Rabu (12/7/2017), artikel di koran Israel ini menuliskan, “Gencatan senjata di Dataran Tinggi Golan dan diadakannya kawasan terkendali yang membuat Iran terjaga jaraknya dari perbatasan Israel dan Yordania memang merupakan satu keberhasilan taktis, namun keberhasilan ini hanya bersifat temporal.”
Amerika Serikat (AS) dan Rusia belakangan ini memprakarsai kesepakatan gencatan senjata antara pasukan pemerintah Suriah dan faksi-faksi militan oposisi negara ini di bagian barat daya Suriah di mana Golan berada, namun Iran menyatakan pihaknya “tidak terikat” oleh perjanjian ini, sementara gejolak pertempuran di kawasan tersebut mereda sejak gencatan senjata diterapkan.
IH menyebutkan, “Prestasi besar ini tidak akan menghasilkan perubahan besar di Suriah yang sudah terpengaruh oleh eksistensi kuat Iran dan milisi pendukungnya.”
IH kemudian menyebutkan, “Mengingat ancaman Hizbullah mengarah dari Lebanon maka Israel merasakan ancaman ini berasal dari perbatasan dan terpaksa menerima eksistensi Iran di jantung Suriah, eksistesi yang menimbulkan kerisauan mengenai masa depan Golan dan kawasan yang lebih luas lagi.”
Mengenai prakarsa tersebut, Presiden AS Donald Trump dalam wawancara dengan TV CBN, Rabu, mengatakan telah ada “kesepahaman besar” dengan sejawatnya dari Rusia, Vladimir Putin, yang telah dia temui di sela-sela Pertemuan Puncak G20 di Hamburg, Jerman.
“Sebagian orang mengatakan bahwa keduanya (AS dan Rusia) tidak boleh sepaham. Siapa orang-orang ini? Saya yakin kami berada dalam kesepahaman yang besar… Kita adalah kekuatan nuklir yang besar, sedangkan mereka juga demikian. Tak logis jika kita tidak memiliki suatu hubungan dengan mereka,” katanya. (fna/rayalyoum)
ISIS Umumkan Kota Tal Afar “Wilayah Independen”
Sebuah sumber lokal di provinsi Nineveh, Irak utara, Rabu (12/7/2017, menyatakan bahwa kelompok teroris takfiri Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengumumkan kota kecil Tal Afar sebagai “wilayah independen” dari “negara kekhalifahan”.
Sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan itu mengatakan, “Pimpinan ISIS di Tal Afar dalam sebuah pernyataan singkat menyebut kota ini sebagai wilayah independen dari negara kekhalifahan, dan mengancam akan memberikan tindakan tegas kepada siapapun yang melawan instruksi ini.”
Sumber ini menyebutkan bahwa ISIS di Tal Afar juga segera mencabut segala sesuatu yang menyandang nama “Wilayat Nineveh”. (rayalyoum)
Situs AS Ungkap Rincian Pembicaraan Mohamed Bin Salman Dengan Pejabat Senior Suriah
Kerajaan Arab Saudi sekarang berada di fase terburuk. Untuk pertama kalinya selama beberapa dekade, Saudi menghadapi ancaman internal dan mengalami krisis kepemimpinan menyusul penobatan Mohammad Bin Salman sebagai putera mahkota baru. Namun, perkembangan ini tidaklah mengejutkan bagi Iran.
Hal ini dikatakan oleh seorang pejabat tinggi Iran yang meminta identitasnya dirahasiakan kepada al-Monitor yang berbasis di Amerika Serikat (AS), seperti dilansir Sputnik, Rabu (12/7/2017).
“Kami semua mengetahui bahwa ini terjadi,” ungkapnya.
Beberapa waktu lalu Raja Salman Bin Abdul Aziz dari Arab Saudi mencopot Mohammad Bin Nayef dari kedudukannya sebagai putera mahkota dan kemudian menggantinya dengan Mohammad Bin Salman yang merupakan putera Raja Salman sendiri.
Sebelum peristiwa ini terjadi, jenderal termasyhur Iran Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds yang bernaung di bawah Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), dalam pidatonya pada sebuah pertemuan di Teheran mengatakan, “Mohammad Bin Salman, Wakil Putera Mahkota (Saudi) terburu-buru dalam urusannya, ingin menyingkirkan Putera Mahkota Mohammad Bin Nayef, dan bisa jadi dia juga akan membunuh bapaknya untuk menggantikannya.”
Soleimani kemudian menceritakan adanya percakapan antara Bin Salman dan seorang pejabat tinggi Suriah di Rusia pada tahun 2016. Soleimani mengutip keterangan dari pihak Suriah bahwa Bin Salman telah menyampaikan pesan tegur sapa ayahnya mengenai kondisi Presiden Suriah Bashar al-Assad dan keluarganya.
Menurut Soleimani, pejabat Suriah itu berkata, “Ketika Saya melihat cuaca cerah, saya mengatakan bahwa ISIS merupakan ancaman bagi kita semua, maka marilah kita bersama-sama memeranginya.” Bin Salman kemudian menjawab, “Ini (ISIS) bukan apa-apa, kita dapat menghabisi ISIS dan Jabhat al-Nusra hanya dalam tempo satu hari saja. Jangan risaukan ini. Masalah Anda Cuma satu, yaitu adanya hubungan dengan Iran. Jika Anda menyudahi hubungan ini dan bersikap anti kepadanya maka semua persoalan itu akan berakhir.”
Al-Monitor menyebutkan bahwa pandangan Bin Salman bahwa Iran merupakan biang problematika Timteng ini praktis mengundang keprihatinan Iran.
Seorang pejabat Iran lain yang anonim mengatakan, “Kerajaan Arab Saudi sekarang berada di salah satu fase terburuknya. Untuk pertama kalinya selama beberapa dekade Saudi menghadapi ancaman dari dalam dan mengalami krisis kepemimpinan…. Demikian kondisinya dengan adanya putera mahkota baru.”
Dia menambahkan, “Bagi interes langsung bagi Iran semua yang dilakukan Bin Salman bisa jadi akan berdampak positif, mengacu pada petualangan terbaru terhadap Qatar. Negara-negara Teluk terancam bahaya akibat pemaksaan pendapatnya kepada jirannya, dan apa (yang akan terjadi) setelahnya?”
Pejabat Iran itu mengatakan bahwa kebijakan Mohammad Bin Salman sepenuhnya bermusuhan terhadap Iran. (rayalyoum)