Rangkuman Berita Utama Timteng Sabtu 25 Januari 2020

demo akbar anti AS di irak 2

Jakarta, ICMES. Rakyat Irak menggelar unjuk rasa akbar di Baghdad untuk menandai tuntutan mereka agar  tentara AS keluar dari Negeri 1001 Malam ini menyusul serangan teror tentara AS yang menewaskan tokoh penting Irak dan Iran.

Kementerian Pertahanan AS Pentagon mengatakan sebanyak 34 tentara AS telah didiagnosa mengalami cedera otak traumatik akibat serangan rudal Iran terhadap pangkalan udara di Irak, dan setengah dari pasukan AS telah kembali ke tugas militer mereka.

Berita selengkapnya:

Baghdad Dilanda Unjuk Rasa Akbar Anti-AS, Para Ulama Turut Bersuara

Rakyat Irak menggelar unjuk rasa akbar di Baghdad untuk menandai tuntutan mereka agar  tentara AS keluar dari Negeri 1001 Malam ini menyusul serangan teror tentara AS yang menewaskan tokoh penting Irak dan Iran.

Sayed Sadiq al-Hashemi, direktur Pusat Studi Irak, menyatakan lebih dari 2,5 juta orang telah berpartisipasi dalam demonstrasi akbar yang berlangsung pada hari Jumat (24/1/2020) tersebut.

Sejak dini hari Jumat, massa dalam jumlah besar yang terdiri atas pria dan wanita dari berbagai usia, termasuk anak kecul, berkumpul di kawasan Jadriyah di dekat Universitas Baghdad.

Para pengunjuk rasa membawa spanduk dan memekikkan slogan-slogan yang menyerukan pengusiran pasukan AS.

“Keluar, keluar, pasukan pendudukan!” bunyi pekikan sebagian massa, sementara sebagian lain menimpalinya dengan pekikan, “Ya, untuk kedaulatan!”

Sebagian orang mengenakan pakaian kafan untuk memperlihatkan kesiapan rakyat Irak berkorban demi kedaulatan nasionalnya dan perlawanan terhadap intervensi AS.

Jaringan berita al-Ahd Irak melaporkan bahwa warga Irak dari semua provinsi di negara itu telah berkonsentrasi di Baghdad.

Juru bicara Brigade Hizbullah Irak Mohamad Muhyi menyatakan bahwa Irak sekarang telah memasuk periode baru yang disebut “Revolusi 20 Kedua”. Revolusi yang pertama adalah perlawanan terhadap proyek imperialisme Inggris untuk mendisentegrasi Irak, sedangkan yang kedua adalah perlawanan terhadap kebercokolan militer AS.

Pada tanggal 5 Januari lalu parlemen Irak menyetujui keputusan yang menyerukan pengusiran semua pasukan asing menyusul serangan udara AS yang menggugurkan jenderal ternama Iran Qassem Soleimani Iran dan wakil ketua pasukan relawan Irak Hashd Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis.

Seperti telah diberitakan sebelumnya, unjuk rasa akbar itu terjadi setelah ulama muda berpengaruh Irak, Sayid Muqtada Sadr, menyerukan kepada rakyat Irak untuk menggelar “demontrasi sejuta umat, yang damai dan bersatu untuk mengutuk keberadaan dan pelanggaran AS.”

Pada hari Jumat Sadr merilis pernyataan lagi berisikan seruan penutupan pangkalan-pangkalan militer AS dan larangan zona udara Irak bagi pesawat tempur dan pesawat pengintai AS.

Dia memperingatkan bahwa keberadaan pasukan AS di Irak akan diperlakukan rakyat Irak sebagai pasukan pendudukan jika Washington tetap menolak tuntutan agar pasukan AS ditarik keluar dari Irak.

Ulama Syiah terkemuka Irak Ayatullah Sayid Ali al-Sistani dalam sebuah pesan yang disampaikan melalui seorang wakilnya pada sholat Jum’at di Karbala juga mendesak segenap komponen politik Irak agar melakukan segala  yang diperlukan untuk melindungi kedaulatan Irak. (mm/presstv/alalam)

Pentagon Sebutkan Angka Baru “34” untuk Tentara AS yang Terluka akibat Rudal Iran

Kementerian Pertahanan AS Pentagon mengatakan sebanyak 34 tentara AS telah didiagnosa mengalami cedera otak traumatik akibat serangan rudal Iran terhadap pangkalan udara di Irak, dan setengah dari pasukan AS telah kembali ke tugas militer mereka.

Juru bicara Pentagon Jonathan Hoffman menyatakan bahwa 17 dari 34 tentara itu masih dalam pengawasan medis.

Presiden AS Donald Trump semula mengaku diberitahu bahwa tidak ada pasukan yang terluka dalam serangan rudal balistik pasukan elit Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) 8 Januari tersebut.

Pihak militer mengatakan gejala cidera tidak segera dilaporkan setelah serangan itu dan dalam beberapa kasus diketahui beberapa hari kemudian.

Ketika ada laporan pertama yang menyebutkan sejumlah tentara AS terluka, Trump dengan entengnya mengatakan bahwa mereka hanya “sakit kepala” dan menyebut kasus-kasus itu tidak seserius cedera yang melibatkan kehilangan anggota badan.

Pengungkapan Hoffman bahwa 34 telah didiagnosa dengan gejala cedera otak traumatik, atau TBI, adalah pembaruan pertama tentang jumlah tentara yang terluka akibatr= serangan rudal Iran terhadap pangkalan udara al-Asad di Irak barat sejak Pentagon mengatakan pada 17 Januari bahwa 11 personil layanan telah diterbangkan keluar dari Irak dengan gejala antara lain gegar otak.

Kementerian Pertahanan AS Pentagon pada Jumat 3 Januari 2020 mengumumkan bahwa serangan udara AS di dekat Bandara Internasional Baghdad pada dini hari itu telah menewaskan komandan Pasukan Quds IRGC Jenderal Qassem Soleimani dan wakil ketua pasukan relawan Irak al-Hashd al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, serta beberapa orang lain yang menyertai keduanya.

Iran menyebut serangan itu sebagai aksi teror, dan pada dini hari Rabu 8 Januari 2020 IRGC membalas serangan AS itu dengan menghantamkan belasan rudal balistiknya ke dua pangkalan militer AS di Irak, termasuk Lanud Ain Assad yang ditempati oleh sekira 1500 tentara AS.

IRGC mengklaim serangannya itu menewaskan 80 tentara AS, sementara Presiden AS Donald Trump semula mengklaim serangan balasan Iran itu tidak menjatuhkan korban tewas maupun luka, namun belakangan Pentagon secara resmi menyatakan 34 tentara AS cidera akibat serangan rudal balistik tersebut.

Pada 10 Januari lalu pemerintah Irak meminta pemerintah AS mengirim delegasi untuk membahas mekanisme penarikan pasukan dari Irak, namun AS menolaknya dan memberikan sinyal ancaman untuk menerapkan embargo terhadap Irak jika Baghdad tetap bersikeras dengan tuntutan pengeluaran pasukan AS dari Irak.

Dan pada Jumat 23 Januari terjadi unjuk rasa jutaan rakyat Irak di Baghdad untuk menegaskan tuntutan mereka agar tentara AS angkat kaki dari Irak.  (alalam/cbc)