Rangkuman Berita Utama Rabu 8 Oktober 2025

Jakarta, ICMES. Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas, menyatakan rezim Zionis Israel terus melancarkan agresi mematikan di Jalur Gaza, meskipun perundingan sedang berlangsung untuk menghentikan perang genosida Israel yang telah berlangsung dua tahun di wilayah pesisir Palestina tersebut.

Media berbahasa Ibrani Israel melaporkan bahwa terdapat kekuatiran yang meluas di Israel terkait kemungkinan bentrokan pasukan Israel dengan armada lain yang sedang berlayar menuju Jalur Gaza untuk menerobos blokade.

Menanggapi pernyataan Presiden AS Donald Trump, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menyatakan bahwa rakyat AS lelah berperang demi “perang Israel yang tak berkesudahan”.

Berita selengkapnya:

Hamas Sebut Israel Tak Dapat Dipercaya

Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas, menyatakan rezim Zionis Israel terus melancarkan agresi mematikan di Jalur Gaza, meskipun perundingan sedang berlangsung untuk menghentikan perang genosida Israel yang telah berlangsung dua tahun di wilayah pesisir Palestina tersebut.

“Rezim Pendudukan Israel tidak dapat dipercaya,” kata kepala delegasi negosiasi Hamas, Khalil al-Hayya, di resor Laut Merah Mesir, Sharm el-Sheikh, Selasa (8/10).

Al-Hayya dan rekan-rekannya di delegasi Hamas berada di Sharm el-Sheikh untuk membahas prospek diakhirinya perang genosida berdasarkan usulan yang diajukan Presiden AS Donald Trump akhir bulan lalu, yang diklaim Trump bertujuan demikian.

“Musuh terus membunuh dan membinasakan,” tambah al-Hayya.

Dia menginginkan jaminan internasional yang kredibel untuk menjamin komitmen rezim Israel dalam penghentian agresinya, yang sejauh ini telah merenggut nyawa sekitar 67.200 warga Palestina, yang sebagian besarnya adalah perempuan dan anak-anak.

Rezim Zionis Israel melancarkan perang setelah terjadi operasi serangan bersejarah terhadap Israel oleh para pejuang perlawanan Gaza, yang berhasil menembus jauh ke dalam wilayah pendudukan Palestina 1948, mengepung pangkalan militer Israel, dan menawan ratusan Zionis.

Hayya menegaskan bahwa delegasi Hamas berada di Sharm El-Sheikh untuk melakukan negosiasi yang “bertanggung jawab dan serius”.

“Kami menegaskan kesiapan penuh kami untuk menghentikan perang,” katanya.

Kurang dari seminggu yang lalu, Hamas menyetujui pembebasan tawanan Israel yang masih berada di Gaza dan menyerahkan administrasi wilayah tersebut kepada badan Palestina, sebagaimana tercantum dalam rencana Trump.

Al-Hayya memastikan bahwa perwakilan Hamas, yang berpartisipasi dalam perundingan, memiliki “tujuan dan aspirasi yang sama dengan rakyat kami untuk stabilitas, kenegaraan, dan penentuan nasib sendiri.”

Dia memperingatkan lagi ihwal ingkar janji Israel, dengan merujuk pada rekam jejak pelanggaran perjanjian 2023 dan kesepahaman yang dicapai awal tahun ini.

Al-Hayya menyebutkan pengakuan beberapa pejabat Israel sendiri yang telah mengungkap penundaan yang disengaja oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas prosedur negosiasi yang telah berlangsung sejak dimulainya perang.

Pengungkapan yang paling mengejutkan terjadi pada bulan Maret, ketika mantan kepala badan intelijen rezim, Shin Bet, menyebut Netanyahu sebagai hambatan utama bagi negosiasi yang efektif antara Hamas dan Tel Aviv. (presstv)

Armada Kemanusiaan Bergerak dari Italia untuk Menerobos Blokade Gaza

Media berbahasa Ibrani Israel melaporkan bahwa terdapat kekuatiran yang meluas di Israel terkait kemungkinan bentrokan pasukan Israel dengan armada lain yang sedang berlayar menuju Jalur Gaza untuk menerobos blokade.

Channel 13 pada Selasa malam (7/10) melaporkan bahwa tentara Israel sedang bersiap menundukkan “armada kapal” lain yang bergerak menuju Gaza dan membawa puluhan aktivis dari Turki.

Saluran tersebut mengonfirmasi adanya kekuatiran akan terjadinya bentrokan kekerasan dan upaya mengulangi insiden Mavi Marmara tahun 2010, yang menewaskan 10 warga negara Turki dan melukai 56 lainnya.

Channel 13 di situs webnya menyebutkan bahwa dinas keamanan Israel sedang mempersiapkan skenario kompleks untuk kendali Israel atas Global Sumud Flotilla (GSF), yang datang dari Italia menuju Jalur Gaza.

Disebutkan bahwa dibandingkan dengan armada sebelumnya, yang diikuti Greta Thunberg, pasukan keamanan Israel memperkirakan bahwa  bentrokan kali ini mungkin lebih kompleks, dan bahwa pasukan ini waspada terhadap potensi konfrontasi apa pun.

Rabu malam lalu, otoritas Israel menyita 42 kapal milik GSF saat mereka berlayar di perairan internasional dalam misi kemanusiaan ke Gaza. Mereka menangkap ratusan aktivis internasional di atas kapal, sebelum mengumumkan dimulainya deportasi mereka pada hari Jumat.

GSF menganggap eskalasi Israel tersebut sebagai “kejahatan perang”.

Ini adalah pertama kalinya puluhan kapal berlayar bersama menuju Gaza, rumah bagi sekitar 2,4 juta warga Palestina, dalam upaya kolektif untuk mematahkan blokade Israel yang sudah berlangsung selama 18 tahun terhadap Jalur Gaza.

Dengan dukungan AS, Israel telah melakukan genosida di Gaza sejak 8 Oktober 2023, menewaskan 67.160 orang dan melukai 169.679 orang, yang sebagian besarnya anak-anak dan perempuan, serta menyebabkan kelaparan yang telah merenggut nyawa 460 warga Palestina, termasuk 154 anak-anak. (raialyoum)

Tanggapi Trump, Menlu Iran: Rakyat AS Sesalkan Perang demi Israel

Menanggapi pernyataan Presiden AS Donald Trump, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menyatakan bahwa rakyat AS lelah berperang demi “perang Israel yang tak berkesudahan”.

 “Bangunan dan mesin dapat dihancurkan, tapi tekad kita tidak akan pernah goyah. Melanjutkan kesalahan perhitungan ini tidak akan menyelesaikan apa pun, dan tidak ada solusi selain penyelesaian yang dinegosiasikan,” ungkapnya.

Dia menambahkan, “Ketika saya menuju putaran negosiasi kelima dengan Tuan Witkoff, saya menulis: ‘Nol senjata nuklir = kita memiliki kesepakatan. Nol pengayaan = tidak ada kesepakatan.'”

Dia juga menegaskan, “Seandainya Presiden Trump melihat rekaman risalah negosiasi tersebut, dia pasti tahu betapa dekatnya kita dengan perayaan perjanjian nuklir yang baru dan bersejarah.”

Menteri Luar Negeri Iran menyatakan, “Trump harus ingat bahwa tidak ada informasi tentang senjata pemusnah massal di Irak, dan akibatnya adalah kehancuran besar-besaran, ribuan kematian warga Amerika, dan pemborosan uang pajak sebesar $7 triliun.”

Dia menambahkan, “Juga tidak ada informasi yang menunjukkan bahwa Iran hampir mengembangkan senjata nuklir ‘dalam waktu satu bulan’ jika bukan karena provokasi Tel Aviv, yang gagal dalam operasinya dan sekarang menciptakan ancaman imajiner dari kekuatan pertahanan Iran, sementara rakyat Amerika lelah berperang demi perang Israel yang tak berkesudahan.”

Araghchi menekankan bahwa Iran adalah negara besar, dan bangsa Iran adalah bangsa besar pewaris peradaban  besar dan kuno.

Iran dan AS pernah mengadakan lima putaran perundingan tidak langsung untuk mencari pengganti kesepakatan nuklir 2015, yang terhenti pada tahun 2018 akibat keluarnya AS secara sepihak dari kesepakatan tersebut.

Namun, sebelum putaran keenam, Israel dan AS melancarkan agresi 12 hari terhadap Iran, yang menewaskan ratusan warga sipil.

Iran menyalahkan tuntutan AS yang berlebihan atas kegagalan perundingan tersebut, dengan mengatakan bahwa Iran tidak akan pernah menghentikan kegiatan pengayaan nuklirnya. (alalam)