[Paper] Suriah dan Internasionalisasi Konflik

dina-presentasi-suriah-internasionalisasi konflikOleh: Dina Y. Sulaeman (Direktur Indonesia Center for Middle East Studies)

[Dipresentasikan di Komunitas Xaverian, 21 Mei 2016,Jakarta]

Konflik Suriah sudah berlangsung 5 tahun (sejak akhir Desember 2011), namun belum menunjukkan tanda-tanda berhenti, terutama karena militan asing masih terus melakukan aksi-aksi penyerangan ke target-target sipil dan militer.

Sejak April 2016, konflik Suriah kembali tereskalasi akibat perang di Aleppo. Aleppo adalah kota terbesar di Suriah. Sejak 2012, jihadis/teroris dari berbagai kubu menduduki Aleppo. Mereka sempat menguasai 70% kota, namun tentara Suriah (SAA) kemudian melancarkan operasi pembebasan Aleppo. Saat ini, tinggal wilayah utara Aleppo yang diduduki oleh jihadis/teroris.

Sejak 23 April 2016, jihadis/teroris di Aleppo secara masif menghujani wilayah Aleppo yang dikontrol SAA dengan mortar, rocket, dan Hell Cannon (sebelumnya, selama 2012-2016 mereka juga sering menyerang secara sporadis,  kali ini benar-benar masif). Korban terbesar adalah warga sipil, termasuk anak-anak. Awalnya media Barat bungkam (hanya media-media Suriah, PressTV, XinHua, RT, dan media-media alternatif  lainnya yang ‘berteriak’). Namun setelah SAA melakukan serangan balasan untuk membebaskan Aleppo dari jihadis/teroris, dengan serempak muncul pemberitaan masif dari media Barat/pro-jihadis: SAA dan Rusia membunuhi warga sipil Aleppo.

Salah satu korban serangan bom adalah RS Al Quds (di wilayah yang dikuasai jihadis/teroris dibom), 27 April 2016. Berita versi Barat/jihadis, pelakunya adalah SAA atau Rusia. Namun Rusia memiliki data bahwa pesawat yang terbang di udara Aleppo pada hari itu justru satu pesawat dari pihak koalisi anti ISIS (yang dimaksud: kubu AS&Turki).  AS dengan segala kecanggihan militernya tentu seharusnya juga punya data radar, tinggal diperlihatkan saja ke publik, kalau memang benar pengebomnya Suriah/Rusia. Modus sama telah terjadi pada 10 Februari 2016. Saat itu dua rumah sakit di Aleppo dibom dan jubir Pentagon langsung menyebut Rusia sebagai pelakunya, tanpa menyebut waktu dan koordinat lokasi serangan. Jubir Menhan Rusia membalas dengan mengungkap data rinci bahwa pada hari itu jam 10:55 GMT dua pesawat AS A-10 memasuki udara Suriah melalui Turki dan terbang langsung ke Aleppo dan mengebom 9 target di sana. Pada Oktober 2015, pesawat AS juga mengebom beberapa pusat pembangkit listrik di Aleppo.

Kejanggalan dalam Pengeboman Rumah Sakit Al Quds

Pengeboman RS Al Quds menjadi ‘ikon’ dalam tragedi Aleppo. Di Indonesia, muncul penggalangan dana secara masih dengan hastag #savealeppo, yang dilakukan oleh ormas-ormas Islam yang dikenal rekam jejaknya sebagai pendukung militan asing di Suriah (mereka menyebutnya ‘mujahidin’).

Menurut klaim dari MSF (Médecins Sans Frontières atau Dokter Without Borders), RS Aleppo didirikan oleh  MSF dengan dana dari Kanada. MSF oleh sebagian orang dikenal sebagai LSM yang baik karena menolong orang di berbagai wilayah konflik. Tapi kiprahnya di Suriah terlihat anomali karena keberpihakannya pada militan asing sangat jelas (dilihat dari pernyataan-pernyataan pers, serta lokasi mereka mendirikan rumah sakit darurat, selalu saja di front militan asing). [1]

Berikut ini hal-hal mencurigakan di balik “dibom”-nya RS Al Quds.[2]

  1. RS Al Quds (RSQ) diklaim sebagai RS tempat beroperasinya MSF. Pada tanggal 27 April, konon RSQ dibom. Staf MSF Pablo Marco, saat diinterview oleh CNN dan PBS Newshour pada 28 April, mengatakan, “Ada 2 barrel bombs yang jatuh dekat RSQ, lalu bom ketiga jatuh di pintu depan RSQ”. Tetapi, press rilis MSF justru kontradiktif, “RSQ dihancurkan oleh minimalnya 1 serangan udara yang secara langsung menimpa bangunan dan membuatnya jadi puing2 (rubble).” Tapi foto yang ditunjukkan tidaklah berupa “puing-puing”. Versi berita mana yang benar?
  2. Jumlah korban bervariasi, mulai dari 14, lalu muncul berita, lebih dari 50, mana yang benar?
  3. Staf MSF, Pablo Marco dan Muskilda Zancada menyatakan serangan pada RSQ adalah serangan yang disengaja karena ‘RSQ sudah berfungsi sejak 4 tahun yll, tidak mungkin [pengebom] tidak tahu’. Sebaliknya, Sterling menemukan bahwa umumnya warga Aleppo tidak pernah mendengar nama RSQ. Kalau benar RSQ ada, seharusnya MSF punya foto dan dokumen bahwa di lokasi itu benar ada rumah sakit dengan 34 tempat tidur perawatan (seperti yang diklaim MSF). Yang terlihat dari foto adalah kemungkinan bahwa RSQ sekedar klinik medis yang beroperasi di bawah tanah di sebuah apartemen rusak. [3]
  4. Kementerian Pertahanan Rusia, segera setelah dituduh mengebom RSQ, merilis foto satelit yang memperlihatkan bahwa gedung yang diklaim sebagai RSQ dalam kondisi kerusakan yang sama seperti foto pada Oktober 2015. [4]
  5. Banyak video dari RSQ yang menampilkan anggota the White Helmets. [5] Bila dibandingkan antara video serangan ke RSQ dengan video serangan mujahidin ke kawasan Aleppo barat, termasuk RS Al Dabeet, terlihat bedanya antara serangan ‘asli’ dan serangan ‘buatan’. [6]
  6. MSF di Suriah disebut-sebut didanai pemerintah Kanada. Kanada sendiri pernah mengakui pada 2012 bahwa “alasan mengapa $2 juta disalurkan lewat Canadian Relief for Syria, bukan kepada PBB atau Palang Merah Intl, adalah karena memang bantuan itu dimaksudkan untuk kelompok-kelompok oposisi dan bukan bantuan kemanusiaan.” [7]
  7. Video kematian ‘dokter anak terakhir’, Dr. Moaz, yang menjadi viral, sangat mencurigakan. Disebutkan bahwa video itu rekaman CCTV pada detik-detik sebelum RSQ diserang bom. Aneh sekali bila gedung RSQ hancur jadi puing, tapi kamera CCTV tetap selamat.

Kejanggalan terkait RS Al Quds, hanyalah satu dari sekian banyak disinformasi, bahkan pemalsuan informasi dan kebohongan yang diproduksi media massa mainstream dan disebarulang oleh media-media nasional di berbagai negara. Di Indonesia, media-media online sektarian dan pasukan cyber pro-mujahidin melakukan produksi hoax yang sangat masif, dengan narasi utama “Rezim Syiah Assad membantai Sunni”. Rekayasa penggalangan opini publik ini membuat mengalirnya ratusan ribu militan dari berbagai penjuru dunia (sekitar 100 negara, termasuk Indonesia) ke Suriah, dengan tujuan menggulingkan Presiden Assad.[8]

Peran NGO Internasional dalam Konflik Suriah

Kejanggalan aksi-aksi MSF di Suriah hanya salah satu dari aksi negatif banyak NGO internasional di Suriah. Bahkan bila dilacak berbagai aksi demo penggulingan rezim di gelombang Arab Spring, jejak NGO internasional sangat terlihat. Misalnya, di Mesir, aktivis pro-demokrasi dilatih dan dimentori oleh NGO bernama CANVAS yang dipimpin Srdja Popovic. Di Mesir, aksi demo bisa tereskalasi sehingga akhirnya Mubarak mengundurkan diri. Di Suriah, aksi demo berlangsung minor (tidak semasif di Mesir), dan pada pertengahan 2012, kelompok oposisi angkat senjata. Narasi yang semula “demokrasi” berubah menjadi “khilafah” (penggulingan Assad demi didirikannya khilafah Islam di Suriah). Bahkan akhirnya muncul ISIS yang mengklaim berdirinya ‘negara Islam” di Irak dan Suriah.

Salah satu contoh kecil, di awal konflik Suriah, muncul tokoh Mahdi Al Harati (orang yang berperan penting dalam penggulingan Qaddafi) datang ke Suriah dan membentuk Liwaa al Tauhid dengan simbol kepalan tangan khas CANVAS. Al Harati pernah kedapatan menyimpan uang sangat banyak yang dia dapat dari CIA.[9]

Di awal konflik, Amnesty International dan Federation of Human Rights (FHR) menggalang aksi demo massa di jalanan Paris dengan membawa bendera Suriah era mandat Prancis (hijau-putih-hitam). FHR didanai oleh NED. Mantan Sekjen PBB, Kofi Annan, yang awalnya ditugasi menjadi mediator perdamaian di Syria, ternyata adalah trustee (penasehat) di International Crisis Group (ICG), bersama tokoh-tokoh Zionis, seperti George Soros, Zbigniew Brzezinski, dan Shimon Peres. Brooking Institution juga berperan, antara lain menerbitkan desain perubahan rezim di Libya, Suriah, dan Iran. Baik NED, ICG, Brooking, dll, didanai oleh Big Oil (Conoco-Philips, Chevron, ExxonMobil), Coca Cola, Bank of America, Microsoft, Standard Chartered, Citigroup, Hilton, McDonald, GoldmanSach, dll. (Note: Goldman Sachs dan Rockefeller juga berada di belakang MSF. [10]

Ada dua LSM yang sering sekali dikutip media Barat (dan media jihad), Syrian Observatory of Human Rights dan Syrian Network of Human Rights yang berkantor di Inggris. Keduanya seolah paling tahu atas setiap serangan, jumlah korban, nama-nama, dan berbagai hal soal Suriah (dan datanya jelas beda dengan data yang dimiliki media-media alternatif). Donaturnya, Uni Eropa dan Soros, tokoh Zionis yang memiliki rekam jejak dalam berbagai aksi penggulingan rezim, terutama Eropa Timur (juga penggulingan Soeharto). Soros juga ada di balik CANVAS.

Sementara itu, sejak tahun 2015, muncul perkembangan baru dalam model pemberitaan Aleppo: White Helmet (WH) muncul sebagai aktor utama. Warna hitam (identik dengan jihadis/teroris) yang mendominasi media Barat saat memberitakan Suriah kini berganti dengan putih. WH muncul dalam semua video dan foto yang disebarluaskan oleh media Barat dan Teluk. WH dicitrakan sebagai relawan yang sedemikian berjasa menolong korban bom di Aleppo, sehingga kabarnya akan dinominasikan sebagai penerima Nobel (ingat, MSF juga menerima Nobel tahun 1999).

Keberadaan WH membuat situasi lebih rumit, mereka berkeliaran bebas di Aleppo dengan baju relawan dan dikategorikan sebagai ‘warga sipil’ yang haram diserang. Masalahnya, WH sebenarnya adalah jihadis/teroris yang berganti baju dari hitam menjadi helm putih. Beberapa video membuktikan hal ini, misalnya, terlihat mereka membawa senjata (relawan bawa senjata?), atau mereka berteriak-teriak Allahu Akbar di tengah para jihadis/teroris berbaju hitam. Atau, setelah seorang jihadis/teroris melakukan eksekusi mati pada seseorang, langsung anggota WH datang dan membungkus jasad korban (jadi, WH ada di tempat itu saat eksekusi mati). Atau WH berpose bersama mayat-mayat SAA. [11]

WH didirikan pada Maret 2013 di Turki dan dipimpin oleh James Le Mesurier, mantan agen intel Inggris dengan rekam jejak di berbagai kawasan konflik (Bosnia, Kosovo, Irak, Lebanon, Palestina). Dana awal pendirian WH adalah 300 ribu dollar dan selanjutnya menerima donasi jutaan dollar (suplai logistik disediakan oleh Turki). Telegraph menyebut Inggris telah menggelontorkan 3,5 juta pound. USAID memberi 16 juta dollar. Mesurier pada 2014 membentuk Mayday (konon untuk ‘melatih SAR bagi warga sipil Suriah’), di antara tokohnya adalah Faruq al-Habib dan Read Saleh, tokoh “revolusi” Suriah yang terlink dengan CIA. Mesurier juga pernah menjadi staf di perusahaan keamanan swasta (=preman) yang beroperasi di Irak, Olive dan Good Harbour, yang terlink juga dengan Blackwater yang sangat kejam itu. Dan masih banyak lagi link antara WH dengan berbagai organisasi kotor lainnya [12]

Internasionalisasi Konflik Suriah

Konflik Suriah menjadi sangat berlarut-larut dan sulit ditemukan resolusinya karena telah terjadi globalisasi konflik. Seperti dikemukakan Wallensteen (1994), globalisasi/internasionalisasi konflik melibatkan 4 faktor: geopolitics, realpolitics, idealpolitics, dam capitalpolitics.

Dari sisi geopolitik, para analis anti-mainstream (misalnya, para penulis di globalresearch.ca) sudah mendeteksi bahwa Suriah digoyang tak lain karena posisi strategisnya di hadapan Israel (pemerintah Suriah sangat mendukung milisi bersenjata di Palestina, memberikan perlindungan dan kantor kepada petinggi Hamas, serta menjadi jalur suplai senjata dan logistik ke Palestina). Selain itu, Suriah yang sebelumnya berhubungan baik dengan Barat dan Turki, tiba-tiba saja diserang beramai-ramai oleh milisi asing (‘mujahidin’) yang didanai Barat, Arab, dan Turki (suplai pasukan dan logistik masuk melalui Turki) tak lama setelah  MoU pembangunan jalur pipa gas Irak-Iran-Suriah ditandatangani (April 2011). Rusia dan China adalah pemegang saham utam jalur pipa gas ini, yang   mengancam keuntungan jalur pipa gas Nabucco–yang didukung para pengusaha Zionis—yang menyalurkan gas dari Timur Tengah dan Laut Kaspia, melewati Turki, hingga ke pasar Eropa.[13]

Faktor pertarungan sumber energi menjadi realpolitik bagi negara-negara besar yang sangat berkepentinga. Tak heran bila kemudian, di tahun 2015, setelah sekian lama bermain proxy, negara-negara NATO turun langsung membombardir Suriah (dengan alasan ingin menumpas ISIS). Namun, setelah setahun ISIS tak juga berhasil dikalahkan oleh pasukan NATO, Rusia dan Iran juga terjun langsung ke Suriah (dan berhasil mencapai kemajuan signifikan dalam menghalau ISIS keluar dari Suriah).

Dari kedua faktor di atas, sudah jelas, dana/capital sangat bermain. Negara-negara pemegang saham perang sudah menggelontorkan dana yang luar biasa besar. Contoh kecil, seperti sudah disebutkan sebelumnya, hanya untuk White Helmets menyebut Inggris telah menggelontorkan 3,5 juta pound. USAID memberi 16 juta dollar. Padahal mereka sudah mendanai milisi-milisi asing sejak awal perang (2012). Operasi militer pasukan koalisi AS-Inggris-Turki (dengan alasan membasmi ISIS) jelas juga membutuhkan dana amat besar. Keuntungan yang mereka harapkan adalah konsesi minyak, gas, rekonstruksi, dll pasca perang (seperti telah terjadi di Irak dan Libya).

Sementara itu, di kalangan Muslim dunia, konflik Suriah merembet menjadi konflik-konflik lokal akibat faktor idealpolitics (ideologis). Narasi media mainstream dan media-media lokal yang didanai negara-negara Muslim pemegang saham perang (Arab Saudi, Turki, Qatar, dll), selalu menggiring opini publik ke arah isu sektarian (“Assad Syiah membantai Sunni”). Terutama di Indonesia, hatespeech terhadap pemeluk Syiah (yang jumlahnya sangat minoritas) disebarluaskan secara masif dan terstruktur (melalui seminar, majlis taklim, pembagian buku anti-Syiah secara gratis hingga jutaan eksemplar di seluruh Indonesia; gerakan semasif ini tidak mungkin terjadi tanpa ada dukungan dana yang sangat besar, dan terindikasi sumber dana tersebut adalah negara-negara pemegang saham perang). Situasi ini tidak hanya membahayakan kaum Syiah saja, melainkan persatuan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Karena, modus hatespeech yang dilakukan dengan mudah bergeser ke pihak-pihak lain, mulai dari ulama Sunni yang dituduh Syiah, Ahmadiyah, hingga kaum Nasrani (atau etnis China).

Padahal di Suriah sudah terjadi titik balik dimana rakyat sipil akhirnya ikut angkat senjata untuk membela tanah air mereka dari gempuran militan asing (‘mujahidin’). Warga Kurdi, Sunni, Syiah, Kristen, Druze, bangkit membentuk milisi bersenjata yang membela hal-hal penting bagi mereka. Orang Kurdi (Sunni) dan Kristen/Katolik mempertahankan tanah dan warga mereka dari kejahatan para perompak asing; orang Syiah kebanyakan turun tangan membela makam-makam Ahlul Bait Nabi (misalnya, makam Sayidah Zainab, cucu Rasulullah) agar tidak dihancurkan oleh bom kaum ‘mujahidin’, dll.

Salah satu milisi Kristiani adalah MSF (Mawtbo Fulhoyo Suryoyo, bahasa Assyria; dalam bahasa Inggris disebut ‘Syriac Military Council’). Di web al-monitor disebutkan bahwa milisi Kristiani berhasil mempertahankan wilayah Hasakah sehingga tidak jadi diduduki oleh ISIS. [14]

Beberapa pihak di Indonesia telah melakukan upaya peredaman konflik di Indonesia (imbas dari Suriah) dengan mendatangkan ulama-ulama Sunni Suriah terkemuka dan mereka telah memberikan orasi di berbagai universitas dan pesantren, menjelaskan bahwa konflik Suriah bukanlah akibat agama. Rakyat Suriah selama ratusan tahun telah hidup damai meskipun berbeda agama dan mazhab.[15]

Penutup: Dimana Jalan Keluar?

Ditinjau dari kronologis konflik dan aktor-aktor yang terlibat, serta adanya globalisasi konflik, diprediksikan konflik Suriah hanya akan berakhir dengan zero-sum (salah satu pihak kalah, yang lain menang). Tidak ada negosiasi atau jalan tengah yang bisa diambil. Seperti dikatakan Presiden Assad, “Kami tidak memulai perang dan kami tidak memilih perang seperti apa, karena kami memang tidak memilih perang. Anda menghadapi teroris yang datang dengan senjata yang sangat canggih, hampir semua  jenis senjata mereka bawa dan mereka mulai membunuhi rakyat, menghancurkan  infrastruktur, menghancurkan tempat-tempat publik, semuanya. Bagaimana Anda menghadapi mereka? Anda akan menghadapi mereka sesuai dengan serangan yang mereka lakukan, sesuai dengan taktik yang mereka pakai. Mereka menggunakan senjata berat. Anda harus membalasnya dengan cara yang sama.“[16]

Kini pertanyaannya adalah, siapakah yang akan menang?  Waktu yang akan menjawabnya. []

 

 

Catatan Kaki

[1] MSF melakukan langkah mencurigakan dengan merahasiakan koordinat GPS rumah sakit-rumah sakitnya (dengan alasan takut dibom tentara Suriah/Rusia). Lalu ketika dibom, belum ada penyelidikan,  langsung berkata kepada media massa bahwa pelakunya Rusia/Suriah meski tetap mengaku ‘belum ada  bukti’ http://www.dailymail.co.uk/news/article-3454246/Medecins-Sans-Frontieres-refuses-share-locations-Syrian-hospitals-Assad-Moscow-fears-DELIBERATE-attacks.html

Di wawancara ini, MSF (dengan berbagai justifikasi memojokkan rezim Suriah) mengaku merawat teroris dan membuka klinik di lokasi-lokasi tersembunyi, antara lain di gua-gua. http://www.npr.org/2013/05/17/184845130/doctor-we-truly-are-failing-the-syrian-people

[2] Selengkapnya baca di surat terbuka Rick Sterling mengkritik MSF https://off-guardian.org/2016/05/07/open-letter-to-msf-about-bias-and-propaganda-on-syria/  Surat kritikan untuk MSF juga pernah ditulis Ron West: https://off-guardian.org/2016/02/25/letter-to-doctors-without-borders/

[3] -Dokter Suriah Nabil  Antakki menyatakan bahwa RSQ tidak ada sebelum perang; dia juga memberi daftar lengkap seluruh RS di Aleppo, tak ada RSQ http://www.qenshrin.com/servers/useful_num/t_hospital.php

-Jurnalis Vannessa Beeley menyatakan, tidak ada rumah sakit resmi MSF di Suriah, yang ada RS darurat yang “didukung MSF”, yang didirikan tanpa izin pemerintah Suriah, dan stafnya umumnya berasal dari White Helmets yang berafiliasi dengan Al Nusra (Al Qaida). http://21stcenturywire.com/2016/05/04/aleppo-us-nato-false-flags-lies-and-propaganda/

[4]http://sputniknews.com/military/20160504/1039052825/russian-mod-syria-hospital-aleppo.html Selain itu, Rusia juga memiliki data bahwa yang terbang di udara Aleppo pada tgl 27 April sore itu hanya 1 pesawat dari kubu koalisi (NATO) https://www.rt.com/news/341296-aleppo-hospital-mistura-ceasefire/

[5]  https://dinasulaeman.wordpress.com/2016/05/02/prahara-aleppo-2/

[6] link video-video yang dimaksud ada di surat terbuka Rick Sterling

[7] http://o.canada.com/news/syria-aid-group-disputes-baird-on-reasons-for-2-million-flip-flop

[8] File PDF yang berisi kompilasi foto dan film palsu terkait konflik Suriah dapat diunduh di sini: https://dinasulaeman.files.wordpress.com/2016/05/kompilasi-hoax-tentang-suriah.pdf

[9] https://dinasulaeman.wordpress.com/2013/03/29/tangan-terkepal-di-syria/#more-1203

[10] Sulaeman, Dina. 2013. Prahara Suriah. Jakarta: IIMaN

[11] https://www.youtube.com/watch?v=s8_cPE30z-I

[12] http://21stcenturywire.com/2015/10/23/syrias-white-helmets-war-by-way-of-deception-part-1/

http://21stcenturywire.com/2015/10/28/part-ii-syrias-white-helmets-war-by-way-of-deception-moderate-executioners/

[13] http://www.globalresearch.ca/the-geopolitics-of-gas-and-the-syrian-crisis-syrian-opposition-armed-to-thwart-construction-of-iran-iraq-syria-gas-pipeline/5337452

[14] http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2015/10/syria-christians-militias-liberation-battle.html
[15] http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/15/12/07/nyz1st320-ini-pengakuan-putra-ramadhan-albuthi-tentang-konflik-suriah

[16]http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=Nau-VSu25VQ#at=84