Oleh: Chairul Fajar [1]
Gejolak keamanan di Suriah Utara kembali menyedot perhatian masyarakat internasional. Perundingan trilateral Rusia-Iran-Turki pada 15-17 September di Ankara kemarin rupanya masih belum dapat menjamin kepastian atas status-quo berjalan [2]. Perundingan yang menyepakati penyelesaian Idlib Question rupanya tidak mengikutsertakan pembahasan mengenai Kurdish Question. Tidak diikutsertakannya pembahasan isu Kurdi di perundingan trilateral Rusia-Iran-Turki ini dilihat dari posisi Kurdi sebagai ‘mitra kunci’ di koalisi multinasional anti-ISIS pimpinan AS di Suriah.
Pembicaraan intensif mengenai posisi Kurdi secara terpisah sebelumnya sudah dilakukan Turki-AS pada Januari lalu [3]. Masih eksisnya potensi ancaman ISIS saat itu membawa AS di posisi sulit untuk menuruti keinginan dari mitra strategisnya di NATO tersebut dalam pembicaraan keduanya. Namun keadaan berubah setelah benteng pertahanan terakhir ISIS berhasil dikuasai menandakan lenyapnya pseudo-state itu. Keruntuhan ISIS ini memunculkan pertanyaan tak terhindarkan akan kelangsungan kemitraan strategis jangka panjang AS-Kurdi ke depan.
Jawaban pertanyaan tersebut perlahan menemui titik terang ketika AS memutuskan untuk mundur dari wilayah Kurdi [4] telah dicanangkan Trump paska-kekalahan ISIS Maret 2019 yang diperkuat melalui kerangka kerjasama keamanan AS-Turki [5] sebagai landasan status-quo atas Kurdish Question yang selama ini belum terselesaikan. Kerangka ini memuat beberapa upaya kongkret demi meredakan tensi Turki-Kurdi sekaligus mengeliminasi potensi entitas ISIS dan elemen PKK yang dikategorikan organisasi terlarang di AS dan Turki [6].
Aktualisasi kerjasama tersebut [7] terlihat pada 7 Oktober lalu dengan mundurnya pasukan AS [8] sebagai ‘lampu hijau’ untuk Turki setelah sebelumnya mengumumkan rencana operasi militernya tersebut [9]. Ini berarti AS telah meninggalkan komitmennya dengan Kurdi yang menyebabkan Kurdi harus menghadapi potensi konflik dengan Turki sendirian. Situasi ini memaksa Kurdi untuk kembali bernegosiasi dengan Assad-Rusia setelah beberapa upaya sebelumnya gagal mencapai kesepakatan [10].
Pada 09 Oktober, Turki resmi memulai operasi militer bersama faksi oposisi pro-Turki (TFSA) bersandi “Operation Peace Spring” setelah diumumkan Erdogan Rabu kemarin. Operasi ini ditujukan untuk menetralisir ancaman teror dan memfasilitasi kembalinya pengungsi Suriah dalam suatu kerangka mekanisme “safe zone” yang akan diberlakukan sejauh 30 – 40 KM dari perbatasan Suriah-Turki ke dalam Suriah.
Melihat tujuan operasi tersebut tentu menarik karena sebelumnya Turki telah menekankan hal serupa di KTT Ankara September lalu kepada mitra Rusia dan Iran. Namun keinginan Turki yang tidak memperoleh perhatian serius Rusia-Iran ditengarai mendorong Turki untuk mengambil langkah asertif setelah ‘mengantongi’ izin dari AS. Meskipun Rusia telah menegaskan inisiatif apapun di luar dari kerangka KTT Ankara September lalu akan melemahkan upaya proses stabilisasi yang ada, namun Erdogan sepertinya mengabaikannya. Langkah terbaru Turki ini akan menciptakan beberapa skenario keamanan yang mungkin terjadi.
Pertama, disukai atau tidak, eskalasi keamanan baru di Suriah utara ini dikhawatirkan akan memberikan kesempatan bagi ISIS menghimpun kembali kekuatan barunya di kawasan tersebut. Hal ini tidak dapat dikesampingkan begitu saja mengingat potensi sleeper cell yang masih ada harus diperhitungkan dan lemahnya otoritas institusi di Suriah Utara dalam menjaga dan melaksanakan law and order. Di sisi lain Kurdi juga harus mengalokasi sumber dayanya menghadapi Turki yang secara tidak langsung akan mengurangi kapasitasnya menggelar operasi anti-ISIS sekaligus pengawasan keamanan atas puluhan ribu tahanan perang ISIS di kamp detensi milik SDF.
Dari posisi Kurdi tersebut bukan tidak mungkin pemerintah Assad dan Rusia dapat memanfaatkannya untuk kembali meraih kontrol atas wilayah Suriah Utara yang selama ini dikendalikan oleh entitas non-pemerintah lewat jalan perundingan bilateral. Apabila upaya perundingan tersebut tercapai akan menjadi win-win solution bagi pemerintah Assad dan Kurdi. Bagi pemerintah Assad dapat kembali memulihkan otoritasnya di Suriah utara sekaligus mencegah pendudukan Suriah utara oleh Turki dan milisi dukungannya. Sedangkan bagi Kurdi, dengan mengembalikan otoritas wilayah ke pemerintah Assad dapat melindunginya dari potensi ancaman Turki serta mengamankan posisinya setelah ditinggalkan AS.
Kedua, berpalingnya AS dari Kurdi dinilai akan semakin memperkuat citra inkonsistensi kebijakan AS di Timur Tengah sebagai peluang bagi Rusia untuk mencoba memainkan peranannya menengahi Assad-Turki-Kurdi melalui format dialog baru yang diprakasainya [11]. Tidak menutup kemungkinan bahwa Rusia dapat memotori sekaligus memandu proses implementasi solusi bagi ketiganya sebagai langkah kemajuan ekstensif guna mengakhiri konflik Suriah yang berlarut-larut. Bahkan jika dalam kerangka tersebut berhasil terciptakan kesepakatan Turki-Suriah-Kurdi, ini akan menjadi capaian penting bagi Rusia sebagai “deal of century” versinya di Suriah.
Maka apapun hasil dari dua skenario keamanan ini diharapkan dapat membawa hasil terbaik guna mengakhiri konflik yang telah lama berlangsung ini, yaitu perdamaian yang sangat dinantikan masyarakat internasional.
——–
[1] Lulusan Program Studi HI UPN ‘Veteran’ Jakarta 2019. Profil penulis dapat dilihat lebih lengkap di https://www.linkedin.com/in/chairulfajar
[2] https://www.fpciupnvj.com/ktt-ankara-2019-dan-penentuan-masa-depan-suriah/
[3] https://www.dw.com/en/us-and-turkish-presidents-discuss-safe-zone-in-northern-syria/a-47082279
[4] https://www.washingtonpost.com/politics/in-reversal-on-syria-trump-tells-lawmakers-he-agrees-100-percent-that-some-us-forces-should-stay/2019/03/05/c8fcfe9e-3f7c-11e9-a0d3-1210e58a94cf_story.html
[5] https://www.defense.gov/explore/story/Article/1964619/us-turkey-cooperate-in-defeat-isis-effort/
[6]https://tr.usembassy.gov/state-department-maintains-foreign-terrorist-organization-fto-designation-of-the-kurdistan-workers-party-pkk/
[7] https://www.defense.gov/explore/story/Article/1964619/us-turkey-cooperate-in-defeat-isis-effort/
[8] https://www.dw.com/en/us-begins-troop-withdrawal-from-northeastern-syria-ahead-of-turkish-offensive/a-50719681
[9] https://www.dw.com/en/erdogan-turkey-to-launch-military-operation-in-northeastern-syria/a-50709086
[10] https://www.nytimes.com/2018/12/28/world/middleeast/syria-kurds-turkey-manbij.html
[11] https://tass.com/politics/1082448