Oleh: Sarah Abed
Berikut ini adalah terjemahan bebas dari beberapa bagian dari 3 tulisan panjang Sarah Abed mengenai Kurdistan. Bagian yang diterjemahkan adalah bagian yang “menarik” yang belum banyak diketahui publik, dan belum diungkap di serial tulisan tentang Kurdi sebelumnya (pertama dan kedua).
Bagian 1: Kurdi yang Diperalat Barat untuk Mendestabilisasi Timur Tengah
Populasi Kurdi di dunia, menurut CIA Factbook, adalah sekitar 14,5 juta di Turki, 6 juta di Iran, 5-6 juta di Irak, dan kurang dari 2 juta di Suriah. Namun sejak perang Suriah, populasi Kurdi Suriah tersisa 1,2 juta sementara sisanya mengungsi ke negara lain.
Perlu ditegaskan sejak awal bahwa ada dua jenis orang Kurdi di Suriah. Pertama, mereka yang membaur dan bersatu dengan saudara sebangsanya serta menolak ide pembentukan negara khusus Kurdi. Kedua, mereka yang haus kekuasaan dan bekerja sama dengan AS dan Israel untuk memberontak dan memisahkan diri dari negara induk mereka masing-masing. Orang-orang Kurdi Suriah, terutama yang tinggal di kota-kota yang plural (bukan di wilayah yang dikuasai Kurdi) setia kepada pemerintah dan memilih Assad dalam pilpres 2014. Di antara mereka juga ada yang bergabung dengan tentara Suriah (SAA).
Tetapi di timur laut Suriah, banyak orang Kurdi yang bergabung dengan koalisi milisi SDF (Syrian Democratic Forces) yang didanai, dipersenjatai, dan dilatih oleh AS. Pemerintah dan rakyat Suriah tetap menganggap etnis Kurdi yang setia sebagai saudara sebangsanya. Mereka tidak termasuk kaum Kurdi yang dibahas di artikel ini (yang diperalat Barat untuk mendestabilisasi Timteng).
**
Sejak invasi AS ke Irak dan berlanjut dengan konflik di Suriah, media Barat telah menciptakan citra heroisme dan romantisme tentang Kurdi, untuk menjustifikasi aksi intervensi mereka di Timteng. Sejak proxy AS menginvasi Suriah, AS dan Israel telah mendukung wilayah otonomi Kurdistan Irak, sementara Israel mengimpor minyak dari Kurdistan. Pada periode Mei-Agustus di tahun 2015 saja, Israel telah mengimpor 77% suplai minyaknya dari Kurdistan (the Financial Times).
Aktivitas Kurdi Irak yang berhubungan erat dengan Israel telah membuat panas hubungan mereka dengan Badgdad. Namun sesungguhnya, sejak tahun 1966 pun pemerintah Irak sudah mengecam kedekatan Kurdi dengan Israel. Pada tahun 1966, Menhan Irak, Abd al-Aziz al-Uqayli menyatakan bahwa Kurdi Irak sedang berupaya membentuk “Israel kedua” dan mengecam Barat yang mendukung pemberontakan Kurdi. Israel juga membantu ribuan Yahudi-Kurdi keluar dari Irak, melarikan diri dari rezim Ba’ath. Pada 29 September 1980, PM Israel Menachem Begin menyatakan bahwa Israel telah membantu Kurdi ‘selama masa pemberontakan mereka era 1965-1975’ dan hal ini diketahui oleh AS. Israel saat itu mengirim instruktur militer dan senjata.
Dalam artikel yang ditulis tahun 2007, Daniel Schorr dan NPR menyatakan bahwa Kurdi Irak memiliki sejarah panjang dimanafaatkan sebagai pion dalam destabilisasi Timteng. Pada tahun 1973, Presiden AS, Richard Nixon, dan Menlu Henry Kissinger menugaskan CIA untuk memprovokasi pemberontakan Kurdi melawan Saddam Hussein. Tahun 1990, pada era Perang Teluk I, George HW Bush juga mendorong Kurdi memberontak. AS kemudian meninggalkan Kurdi begitu saja sehingga menjadi bulan-bulanan balas dendam Saddam (Saddam melakukan serangan senjata kimia terhadap Kurdi; dan senjata kimia itu justru didapat dari AS dan Inggris).
Anehnya, Kurdi tak mengambil pelajaran dan tetap mempercayai Washington. Dalam konflik Suriah, beberapa milisi Kurdi menjadi sekutu terdekat AS dan menerima senjata dalam jumlah sangat besar termasuk juga senjata berat, serta pelatihan militer. Milisi Kurdi mendominasi koalisi Syrian Democratic Forces (SDF), yang dibentuk AS untuk melawan Daesh (ISIS) di Raqqa. Namun dalam prosesnya, mereka melakukan genosida pada warga Suriah non Kurdi.
Kurdi Suriah mengklaim sedang bertempur melawan teror dan berjuang untuk mendapatkan otonomi. Tapi, upaya mereka ini dikooptasi oleh kekuatan Barat yang memanfaatkan mereka untuk mencapai tujuan-tujuan Barat di Timteng. Mereka dijadikan pion untuk mengadu domba antar-etnis di Timteng.
Bagian 2: Koneksi Kurdi: AS, Israel, dan Upaya Destabilisasi Iran
Semua kelompok politik utama Kurdi memiliki hubungan panjang dengan Israel. Mereka juga terkait dengan kekerasan antar-etnis, melawan etnis Arab, Turk, dan Assyria. Mulai dari PKK di Turki hingga PYD dan YPG di Suriah, PJAK di Iran hingga ke kelompok paling sadis, rezim Barzani-Talabani (KRG/Peshmerga) di utara Irak. Karena itu, sama sekali tidak mengejutkan ketika ditemukan fakta bahwa pemerintah Erbil menyuplai senjata kepada ISIS dengan tujuan untuk melemahkan pemerintah pusat Irak. Jika dipahami bahwa sesungguhnya Erbil adalah front Tel Aviv di Irak, peta konflik ini akan menjadi jelas.
Israel dilaporkan telah menyuplai senjata dan pelatihan kepada KRG sebelum mereka mulai berhadapan dengan ISIS. Israel juga memberikan jaminan ekonomi kepada KRG yaitu membeli minyak Kurdi pada tahun 2015 ketika tidak ada negara lain yang mau membeli karena adanya ancaman dari pemerintah Baghdad.
Melalui aliansi dengan Kurdi, Israel bisa mendapatkan info dari Iran, Irak, dan Suriah. Washington Post mengungkapkan bahwa Turki pernah memberitahukan kepada pemerintah Iran tentang adanya jaringan mata-mata Israel yang beroperasi di Iran. Sepuluh di antara mereka diyakini orang Kurdi yang kedapatan bertemu dengan Mossad di Turki.
Kurdi di Turki
Di Turki, orang Kurdi membentuk Kurdistan Workers’ Party (PKK) dan ‘pengikut’-nya di Suriah membentuk YPG. Mereka memiliki ideologi yang campur-aduk, gabungan antara Marxisme, feminisme, Leninisme, dan nasionalisme Kurdi.
PKK dilaporkan melakukan penculikan kepada anak-anak remaja untuk dijadikan tentara. Pada tahun ini saja (2017), PKK telah menculik lebih dari 330 remaja. Hal ini diprotes oleh warga Kurdi sendiri yang anak-anaknya diculik. Keluarga Bockum adalah keluarga pertama yang berani melakukan aksi demo menuntut dikembalikannya putra mereka, Sinan. Sinan akhirnya dikembalikan.
PKK melakukan aksi-aksi pembunuhan terhadap tentara Turki. Menurut laporan SouthFront, “Komandan tentara perempuan PKK telah mengeluarkan statemen bahwa pada tahun 2016 mereka telah membunuh 160 anggota militer Turki dan melakukan115 operasi melawan aparat pemerintah, dan akan terus berjuang sampai meraih kemenangan.’”
Dalam aksinya, PKK juga mengorbankan warga sipil, bahkan juga membunuh etnis Kurdi. PKK melakukan aksi teror, seperti peledakan bom mobil di Diyarbakir, Turki, 10 Mei 2016. Untuk membiayai operasi mereka, PKK mendapatkan uang dari penyelundupan narkoba, seperti dilaporkan oleh International Strategic Research.
Kurdi di Suriah
Kurdi di Suriah selalu digambarkan sebagai kekuatan yang terdepan melawan ISIS. Bersama SDF, milisi Kurdi bekerja sama dengan AS dalam operasi yang diberi sandi “Operation Inherent Resolve”. Tapi di saat yang sama, koalisi ini membiarkan ISIS keluar dari Raqqa begitu saja.
“Alih-alih menghancurkan para teroris yang sudah membunuh ribuan warga sipil Suriah, koalisi AS-SDF malah berkolusi dengan pimpinan ISIS; ISIS menyerahkan wilayah kekuasaan mereka kepada SDF tanpa pertempuran, lalu mereka pindah ke daerah yang dikontrol tentara Suriah,” demikian dilaporkan Sergey Surovikin, seorang komandan militer Rusia.
Orang-orang Kurdi telah melakukan pembersihan etnis Arab deri Raqqa dalam rangka menganeksasi kota itu ke dalam wilayah ‘Federasi’ yang mereka impikan (Rojava).
Ada banyak laporan mengenai serangan udara AS yang ‘salah alamat’, alasannya sedang mengejar ISIS, tetapi yang hancur adalah warga sipil, tentara, dan infrastruktur. Pada 26 Juni laly, SDF bahkan menghentikan suplai air untuk 1 juta warga sipil Aleppo.
Milisi Kurdi juga kedapatan menjual senjata sumbangan Jerman untuk KRG dalam rangka melawan ISIS. Di Jerman, partai Hijau dan partai Kiri sudah lama menyuarakn protes atas bantuan pemerintah mereka kepada Peshmerga karena khawatir senjata itu jatuh ke tangan yang salah. Karena sebelumnya sudah banyak laporan kredibel yang menyebutkan bahwa senjata-senjata yang dikirim koalisi AS untuk melawan ISIS di Suriah dan Irak justru jatuh ke tangan unallied militias (milisi yang tidak bergabung dalam koalisi dengan AS) dan bahkan sebagian jatuh ke tangan ISIS.
Kurdi di Iran
Dokumen WikiLeaks tahun 2010 menunjukkan bahwa Direktur Mossad, Meir Dagan, ingin menggunakan Kurdi dan etnis minoritas untuk menggulingkan pemerintah Iran. Tujuan mereka adalah menciptakan Iran yang lemah dan terpecah-pecah, sama seperti di Irak, dimana Kurdi memiliki pemerintahan otonomi.
Kurdi Iran –yang anti pemerintah Tehran- membentuk The Partiya Jiyana Azad a Kurdistane (PJAK), berbasis di utara Irak dan berkali-kali melakukan serangan teror kepada militer Iran di provinsi Kurdistan Iran dan wilayah yang didominasi Kurdi lainnya. Setengah dari anggota PJAK adalah perempuan. PJAK sangat dekat dengan PKK. Jurnalis investigasi AS, Seymour Hersh pernah menulis bahwa AS mendukung PJAK dan kelompok-kelompok oposisi Iran lainnya. Tentu saja, AS membantahnya, dan tahun 2016, pemerintah AS menyebut PJAK sebagai organisasi teroris. Menurut Hersh pada 2004: “Israeli memiliki ikatan jangka panjang dengan klan Talibani dan Barzani dan banyak Yahudi-Kurdi yang sudah pindah ke Israel namun masih banyak berhubungan [dengan Kurdi di dalam negeri]…”
Bagian 3: Kekerasan Kurdi dan Mitos ‘Pemberontak Moderat’
MSeperti telah disebutkan sebelumnya, media Barat mencitrakan milisi Kurdi sebagai milisi moderat dan pemerintahan Kurdistan adalah demokratis. Sebelumnya telah disebutkan pula berbagai kekejaman yang dilakukan Kurdi terhadap warga sipil non Kurdi. Hal ini sebenarnya sudah pernah terjadi ratusan tahun yang lalu. Dalam tragedi genosida Assyria dan Armenia tahun 1915, ternyata Kurdi membantu Turki melakukan kejahatan kemanusiaan itu.
Tragedi itu dikenal juga dengan nama “Shato du Seyfo,” atau “Tahun Pedang” dimana Imperium Ottoman selama Perang Dunia I, terutama di tahun 1915, telah melakukan genosida kepada kaum Kristiani. Akibatnya populasi etnis Assyria berkurang 75%.
Di kawasan Nineveh di utara Irak, orang Kurdi tinggal di sana dan mengklaim kawasan itu sebagai bagian dari Kurdistan, namun sesungguhnya kawasan tersebut selama ribuan tahun dihuni oleh suku Assyria. Orang Kurdi ‘diberi’ tanah itu pada awal pada awal 1970-an agar mereka terjauhkan dari kawasan kaya minyak, Kirkuk. Migrasi besar-besaran Kurdi ke Dohuk (salah satu kota di Niniveh), membuat terusirnya orang-orang Assyria yang sudah lebih dulu tinggal di sana.
Namun kemudian, orang Kurdi Niniveh dimanfaatkan sebagai pion kepentingan AS. Mereka dipersenjatai dan diprovokasi untuk memberontak kepada pemerintah Irak. Akibatnya, pemerintah Irak melakukan balasan keras, dan orang Kurdi kembali diusir dari Niniveh. Kejadian serupa terulang di tahun 1980a-an dan 1990-an. Saddam pun membalasnya dengan pembunuhan massal, antara lain dengan senjata kimia.
Meskipun mereka selama puluhan tahun menjadi ‘korban’, namun di saat yang sama Kurdi juga tak jera untuk mengorbankan pihak lain.
“Meski Kurdi menderita di tangan Turki, mereka tidak pernah belajar untuk menjadi kaum yang toleran. Di wilayah otonomi Kurdi, KRG melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Turki selama 90 tahun terhadap Kurdi dan Assyria. Laporan-laporan mengenai kekerasan sistematik yang terjadi di wilayah Kurdistan Irak semakin meningkat… Tujuan mereka sama seperti tujuan Turki, yaitu mengasimilasi atau mengusir warga asli Assyria yang telah tinggal di kawasan itu selama lebih dari 7000 tahun,” demikian ditulis Augin Haninke dalam tulisannya The Kurds: Victims and Oppressors.
Pada tahun 2011, para imam di Dohuk memprovokasi Kurdi untuk menghancurkan gereja dan pusat bisnis umat Kristiani.
Kesimpulan
Etnis Kurdi mendambakan kemerdekaan di sebuah negara khusus Kurdi. Namun, untuk mencapainya, mereka melakukan pembantaian kepada warga non-Kurdi di negara-negara di mana mereka berada. Mereka menginginkan kemerdekaan, tapi dengan cara membalkanisasi dan memecah-belah sebuah negara berdaulat dalam faksi-faksi sektarian. Dengan demikian, mendukung ‘perjuangan’ Kurdi artinya menyetujui aksi-aksi genosida dan pengusiran yang mereka lakukan. Juga menyetujui agenda Barat yang memanfaatkan mereka sebagai pion.
Jika orang Kurdi benar-benar ingin hidup dalam kedamaian dan hidup berdampingan dengan orang lain, mereka harus mengakhiri kerjasama dengan pihak-pihak asing yang mengancam stabilitas negara dimana mereka tinggal; dan mereka harus bekerja sama dan bersatu dengan saudara-saudara mereka yang memiliki wilayah geografis yang sama. Dengan cara itulah etnis Kurdi benar-benar memiliki teman dan hidup damai.[]
Sumber:
Bagian 2: http://www.mintpressnews.com/kurdish-connection-israel-isis-destabilize-iran/229745/
Bagian 3: http://www.mintpressnews.com/history-violence-myth-moderate-kurdish-rebel/230635/