Jakarta, ICMES. Puluhan ribu orang Israel berunjuk rasa di tiga kota untuk memprotes rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menerapkan perubahan pada sistem hukum negara dan melemahkan Mahkamah Agung.
Pasukan Zionis Israel menembak mati seorang pria Palestina di dekat kota Ramallah, di Tepi Barat.
Anggota senior kelompok pejuang Hizbullah Lebanon menyatakan bahwa Jenderal legendaris Iran mantan Komandan Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Qassem Soleimani, adalah orang yang menggagas pengepungan Rezim Zionis Israel dengan rudal.
Ekspor minyak Iran pada akhir 2022 mencapai rekor tertinggi selama negara republik Islam ini dikenai sanksi oleh AS sejak hampir lima tahun lalu, menurut laporan yang mengutip data dari layanan pelacakan kapal tanker internasional.
Berita Selengkapnya:
Puluhan Ribu Orang Israel Gelar Demo Protes Anti-Netanyahu, Bendera Palestina Ikut Dikibarkan
Puluhan ribu orang Israel berunjuk rasa di tiga kota untuk memprotes rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menerapkan perubahan pada sistem hukum negara dan melemahkan Mahkamah Agung.
Aksi protes yang berlangsung di kota-kota Tel Aviv, Yerusalem dan Haifa pada hari Sabtu (14/1), itu menghadirkan tantangan awal bagi Netanyahu dan menteri keamanan nasional ultranasionalisnya, Itamar Ben-Gvir, yang telah memerintahkan polisi untuk mengambil tindakan keras jika pengunjuk rasa memblokir jalan atau mengibarkan bendera Palestina.
Dikutip media Israel, polisi mengatakan kerumunan di Alun-alun Habima Tel Aviv membengkak menjadi setidaknya 80.000 orang, meski cuaca hujan dan dingin.
Para pengunjuk rasa, yang banyak di antaranya mengenakan payung, memegang bendera Israel dan papan-papan bertuliskan “Pemerintah Kriminal”, “Akhir dari Demokrasi”, dan slogan-slogan lain.
Rekaman video yang beredar media sosial memperlihatkan beberapa bendera Palestina dikibarkan, berlawanan dengan seruan Ben-Gvir.
“Mereka mencoba menghancurkan check and balances demokrasi Israel. Ini tidak akan berhasil. Dan kami akan berjuang sampai menit terakhir untuk menyelamatkan demokrasi Israel,†kata Asaf Steinberg, seorang pengunjuk rasa dari Herzliya di pinggiran Tel Aviv.
Netanyahu, yang diadili atas tuduhan korupsi, telah menjadikan perubahan yang diusulkan pada sistem hukum negara itu sebagai inti dari agendanya.
Baru menjabat selama lebih dari dua minggu, pemerintah sayap kanannya telah meluncurkan proposal untuk melemahkan Mahkamah Agung dengan memberikan parlemen kekuatan untuk membatalkan keputusan pengadilan dengan suara mayoritas sederhana. Dia juga bermaksud memberi parlemen kendali atas penunjukan hakim dan mengurangi independensi penasihat hukum.
Menteri Kehakiman Netanyahu mengatakan hakim yang tidak terpilih memiliki terlalu banyak kekuasaan.
Tapi penentang rencana tersebut mengatakan perubahan yang diusulkan akan merusak demokrasi Israel. Para pemimpin oposisi Israel, mantan jaksa agung dan ketua Mahkamah Agung Israel semuanya menentang rencana tersebut.
Perubahan hukum dapat membantu Netanyahu menghindari hukuman atas korupsi atau bahkan membuat persidangannya hilang sama sekali. Sejak didakwa pada 2019, Netanyahu mengatakan sistem peradilan bias terhadapnya. (aljazeera)
Bertengkar, Pasukan Israel Tembak Mati Satu Orang Palestina di Dekat Ramallah
Pasukan Zionis Israel menembak mati seorang pria Palestina di dekat kota Ramallah, di Tepi Barat.
Menurut kantor berita Palestina WAFA, para saksi mengatakan pria itu ditembak setelah dia bertengkar dengan tentara Israel di sebuah pos pemeriksaan dekat desa Silwad, timur laut Ramallah, Ahad (15/1).
Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan pria itu bernama Ahmed Kahla, 45 tahun, yang telah disuruh keluar dari mobilnya sebelum ditembak. Putra Kahla, Qusai, mengatakan bahwa dia berada di dalam mobil saat dihentikan.
“Tentara datang dan mereka menyemprotkan semprotan merica ke wajah saya dan menarik saya keluar dari mobil,†kata Qusai , 18 tahun.
Kemlu Palestina mengutuk pembunuhan Kahla, dan menyebutnya sebagai “eksekusi keji”.
Kematian tersebut membuat jumlah warga Palestina yang dibunuh oleh Israel menjadi 13 orang sejak awal tahun ini. (aljazeera)
Hizbullah: Jenderal Soleimani Berhasil Implementasikan Gagasan Kepung Israel dengan Rudal
Anggota senior kelompok pejuang Hizbullah Lebanon menyatakan bahwa Jenderal legendaris Iran mantan Komandan Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Qassem Soleimani, adalah orang yang menggagas pengepungan Rezim Zionis Israel dengan rudal, dan kemudian berhasil menyelesaikan dan mengimplementasikan rencananya itu.
Dikutip Tasnim, Ahad (15/1), Mahmoud Qamati, anggota Dewan Politik Hizbullah, mengatakan, “Gagasan Syahid Soleimani adalah mengepung Israel, dan dia berhasil melakukannya dalam praktik. Syahid Soleimani adalah orang yang membuat rencana untuk rudal Lebanon dan Gaza, serta Irak dan bahkan Yaman.â€
Qamati memastikan bahwa kubu resistensi Lebanon siap berperang dengan Israel dan mengandalkan rudal dan dronenya sendiri adalah berkat sepak terjang Jenderal Soleimani.
Menurutnya, kubu resistensi Lebanon, sebagai bagian dari Poros Resistensi yang lebih luas di Timur Tengah, didirikan oleh Jenderal Soleimani.
Dia mengatakan Jenderal Soleimani berhasil mengubah perlawanan di semua aspek karena “semangat perintis†dan “pandangan strategisnyaâ€.
Qamati mengatakan, “Dia berada di antara kami di medan-medan operasi resistensi sejak perang 2006.â€
Dia menambahkan bahwa Jenderal Soleimani mulai membantu rekonstruksi Lebanon segera setelah perang.
Jenderal Soleimani gugur syahid akibat serangan drone di dekat Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari 2020. Serangan itu diperintahkan langsung oleh presiden AS saat itu Donald Trump.
Jenderal tersohor Iran itu juga dipandang oleh khalayak di banyak negara di Timur Tengah sebagai jawara dalam perang penumpasan kelompok-kelompok teroris, terutama ISIS, yang sebenarnya dibuat dan dibeking oleh Amerika Serikat dan Rezim Zionis Israel untuk mengacaukan Timur Tengah dan menghabisi Poros Resistensi yang digalang Iran. /tasnim)
Dikenai Sanksi oleh Barat, Volume Ekspor Minyak Iran Malah Pecahkan Rekor di Tahun 2022
Ekspor minyak Iran pada akhir 2022 mencapai rekor tertinggi selama negara republik Islam ini dikenai sanksi oleh AS sejak hampir lima tahun lalu, menurut laporan yang mengutip data dari layanan pelacakan kapal tanker internasional.
Laporan Reuters, Ahad (15/1), itu menyebutkan bahwa pengiriman minyak mentah Iran terus meningkat pada awal 2023 dengan pengiriman yang lebih tinggi ke China dan Venezuela.
Iran belum merilis angka resmi tentang ekspor minyaknya selama beberapa tahun terakhir di tengah upaya mengatasi sanksi sepihak AS.
Namun, angka dari perusahaan yang melacak aliran minyak di seluruh dunia menunjukkan peningkatan yang stabil dalam penjualan minyak Iran sejak pertengahan 2021, terutama untuk pembeli swasta di China.
Laporan Reuters mengutip angka dari konsultan energi SVB International yang menunjukkan bahwa ekspor minyak mentah Iran telah meningkat 42.000 barel per hari (bpd) pada Desember tahun lalu dibandingkan dengan November yang mencapai rata-rata 1,137 juta bpd. Angka tersebut tertinggi yang dicatat oleh perusahaan itu untuk Iran pada pengiriman ke luar negeri sepanjang tahun 2022.
Data oleh Kpler, layanan pelacakan tanker internasional utama lainnya, menunjukkan bahwa ekspor minyak mentah Iran telah mencapai puncaknya pada 1,23 juta barel per hari pada November, tertinggi sejak Agustus 2022, sebelum turun menjadi tepat di bawah 1 juta barel per hari pada Desember.
Konsultan Petro-Logistik, perusahaan intelijen data minyak lainnya, mengatakan kepada Reuters bahwa ekspor minyak Iran bulan Desember telah mencapai level tertinggi sejak Maret 2019.
Laporan tersebut juga merilis perkiraan oleh Vortexa, yang juga melacak pasokan minyak, tentang impor minyak China dari Iran pada akhir 2022, da n menunjukkan bahwa pengiriman telah meningkat 130% YoY menjadi 1,2 juta barel per hari pada Desember 2022.
Angka-angka tersebut merupakan pertanda baru bahwa sanksi AS terhadap Iran gagal memotong pendapatan minyak negara itu menjadi nol, sebuah tujuan yang sering dinyatakan oleh mantan dan pejabat AS saat ini.
Mereka juga membenarkan upaya Iran dalam beberapa tahun terakhir untuk lebih mengandalkan sumber daya diplomatik dan ekonomi untuk mengatasi sanksi AS daripada tunduk pada tekanan Washington untuk mengurangi program nuklir, pertahanan, dan kebijakan luar negerinya dengan imbalan pelonggaran sanksi. (presstv)