Rangkuman Berita Utama Timteng Senin 2 Oktober 2023

Jakarta, ICMES. Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi mengecam tindakan yang sejalan dengan normalisasi hubungan dengan Rezim Zionis Israel, dan menyebutnya sebagai langkah mundur yang dikehendaki  oleh kekuatan-kekuatan arogan trans-regional.

Tiga narasumber regional mengatakan bahwa Arab Saudi bertekad untuk mencapai perjanjian militer yang mewajibkan Amerika Serikat (AS) untuk membela Saudi sebagai imbalan atas normalisasi hubungan dengan Israel, dan bahwa Arab Saudi tidak akan menon-aktifkan perjanjian tersebut bahkan jika Israel tidak membuat konsesi besar kepada Palestina untuk mendirikan negara merdeka.

Turki menyatakan jet-jet tempurnya telah menggempur sasaran-sasaran kelompok terlarang Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di Irak utara menyusul serangan bunuh diri terhadap gedung pemerintah di kota Ankara.

Berita Selengkapnya:

Konferensi Persatuan Islam, Presiden Iran Kecam Normalisasi Hubungan dengan Israel

Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi mengecam tindakan yang sejalan dengan normalisasi hubungan dengan Rezim Zionis Israel, dan menyebutnya sebagai langkah mundur yang dikehendaki  oleh kekuatan-kekuatan arogan trans-regional.

Kecaman itu disampaikan oleh Presiden Raisi dalam pidato pembukaan Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-37 di Teheran, ibu kota Iran, Ahad (1/10).

 “Cara menghadapi musuh bukan melalui kompromi dan penyerahan diri, melainkan melalui resistensi dan kesolidan,” ujarnya.

Dia menambahkan, “Pilihan untuk menyerah dan berkompromi sama sekali tidak mungkin dilakukan; resistensi dan kesolidan terhadap musuh telah membuahkan hasil dan akan memaksa musuh mundur.”

Dia juga menyinggung aksi-aksi penodaan terhadap Al-Quran dan Nabi Muhammad Saw serta kejahatan keji yang dilakukan oleh kelompok teroris takfiri.

“Musuh bermaksud mengecewakan umat Islam akan masa depan dengan menebar persepsi bahwa hanya keinginan musuhlah yang akan menjadi kenyataan, namun umat Islam telah menggagalkan rencana tersebut,” ujarnya.

Dia menekan bahwa pembebasan Al-Quds dan Palestina merupakan “indikator terpenting dari persatuan umat Islam”.

Dia juga mengimbau para ulama dan cendekiawan Muslim untuk mempersiapkan diri mengambil peran penting dalam tatanan dunia baru dengan mempromosikan toleransi dan pendekatan antar-mazhab  Islam.

“Umat Islam dan dunia Islam harus membangun diri mereka sendiri dalam tatanan baru, melawan tatanan yang tidak adil saat ini, dan menciptakan tatanan yang adil di dunia,” ungkap Presiden Raisi, sembari memastikan bahwa umat Islam akan dapat memainkan peran kunci dalam munculnya tatanan dunia.

Dia juga menyerukan konsolidasi lebih lanjut untuk persatuan umat Islam dalam menghadapi ancaman ekstremis takfiri.

Dia mengatakan, “Kejahatan mengerikan kelompok takfiri yang dilakukan di masjid-masjid dan pusat-pusat keagamaan, pemboman di Pakistan dan Afganistan, pembantaian orang serta kejahatan yang dilakukan oleh AS dan antek Rezim Zionis di berbagai negara Islam, memerlukan peningkatan persatuan di kalangan umat Islam untuk menghadapi takfiri saat ini.”

Konferensi persatuan ini diselenggarakan setiap tahun di Iran dan dihadiri oleh ratusan ulama dan cendikiawan dari berbagai negara Muslim, termasuk Indonesia, dalam rangka Pekan Persatuan Islam, yang diperingati pada setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. (fna/raialyoum)

Beberapa Sumber Ungkap Hal Ihwal Kemungkinan Normalisasi Saudi-Israel

Tiga narasumber regional mengatakan bahwa Arab Saudi bertekad untuk mencapai perjanjian militer yang mewajibkan Amerika Serikat (AS) untuk membela Saudi sebagai imbalan atas normalisasi hubungan dengan Israel, dan bahwa Arab Saudi tidak akan menon-aktifkan perjanjian tersebut bahkan jika Israel tidak membuat konsesi besar kepada Palestina untuk mendirikan negara merdeka.

Namun, perjanjian tersebut bisa jadi tidak akan mencapai level jaminan pertahanan ketat ala NATO seperti yang semula dicari oleh Saudi ketika masalah ini pertama kali dibahas dalam pertemuan antara Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dan Presiden AS Joe Biden dalam kunjungannya ke Saudi pada Juli 2022.

Seorang narasumber AS mengatakan bahwa perjanjian tersebut mungkin terlihat seperti perjanjian yang dibuat oleh AS dengan negara-negara Asia, atau jika tidak disetujui oleh Kongres, mungkin akan menjadi serupa dengan perjanjian AS dengan Bahrain, yang menampung Armada Kelima Angkatan Laut AS. Perjanjian demikian  tidak memerlukan dukungan Kongres.

Narasumber itu menyebutkan bahwa Washington juga dapat meningkatkan perjanjian apa pun dengan mengklasifikasi Saudi sebagai sekutu utama non-NATO, suatu status yang selama ini diberikan kepada Israel.

Hanya saja, semua narasumber itu mengatakan bahwa Saudi tidak akan menerima apa pun selain jaminan yang mengikat dari AS untuk melindunginya jika Arab Saudi terkena serangan, seperti serangan rudal pada situs minyaknya pada 14 September 2019, yang mengguncang pasar global.

Saat itu, Riyadh dan Washington menuduh Iran, saingan  Saudi di Timur Tengah, melancarkan serangan tersebut, namun Iran membantah keras.

Menurut media online Rai Al-Youm, pengadaan perjanjian yang memberikan perlindungan AS kepada Saudi dengan imbalan normalisasi hubungan dengan Israel praktis akan merekonstruksi Timur Tengah dengan mempertemukan dua rival lama dan menghubungkan Riyadh dengan Washington setelah China mengintervensi kawasan ini.  

Hal ini akan menjadi kemenangan diplomatis yang bisa dibanggakan oleh Biden menjelang pemilu AS pada tahun 2024.

Palestina mungkin menerima keringanan dari beberapa pembatasan yang dilakukan Israel, namun tindakan tersebut tidak akan memenuhi aspirasi mereka untuk menjadi negara.

Tiga sumber regional yang mengetahui pembicaraan tentang itu mengatakan bahwa seperti perjanjian lain yang dicapai oleh negara-negara Arab dan Israel selama beberapa dekade, tuntutan dasar Palestina untuk mendirikan negara merdeka akan dikesampingkan.

Salah satu sumber mengatakan, “Normalisasi akan terjadi antara Israel dan Arab Saudi, dan  jika Palestina menentangnya, Saudi akan mengambil jalannya sendiri.”

Dia menambahkan, “Arab Saudi mendukung rencana perdamaian untuk Palestina, tapi kali ini Arab Saudi menginginkan sesuatu untuk dirinya sendiri, bukan hanya untuk orang Palestina.”

Pemerintah Saudi maupun Departemen Luar Negeri AS tidak menanggapi pertanyaan melalui email mengenai tema ini. (raialyoum)

Bom Bunuh Diri Picu Serangan Baru Turki terhadap PKK di Irak Utara

Turki menyatakan jet-jet tempurnya telah menggempur sasaran-sasaran kelompok terlarang Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di Irak utara menyusul serangan bunuh diri terhadap gedung pemerintah di kota Ankara.

Pernyataan Kementerian Dalam Negeri Turki pada hari Minggu (1/10) menyebutkan bahwa sekitar 20 target  PKK telah “dihancurkan” dalam operasi udara, termasuk gua, tempat perlindungan dan depot, dan bahwa militer Turki meningkatkan serangan udara di pangkalan PKK Irak di Gara, Hakurk, Metina dan Qandil, kata pernyataan itu.

Serangan itu terjadi beberapa jam setelah seorang pria meledakkan diri di dekat pintu masuk gedung Kementerian Dalam Negeri di Ankara hingga melukai dua petugas polisi, dan kemudian penyerang kedua tewas dalam baku tembak dengan polisi.

Sebuah kantor berita yang dekat dengan PKK mengatakan kelompok ini mengaku bertanggung jawab atas bom bunuh diri tersebut.

Pernyataan dari kantor berita ANF menyebutkan PKK merencanakan pemboman tersebut bertepatan dengan pembukaan parlemen. Dikatakan bahwa serangan itu dilakukan oleh “tim kami yang terkait dengan kelompok Batalyon Abadi”.

PKK ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Turki, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

Rekaman CCTV menunjukkan sebuah kendaraan berhenti di gerbang utama Kementerian Dalam Negeri dan salah satu penumpangnya dengan cepat berjalan menuju gedung sebelum kemudian terjadi ledakan, sementara yang lainnya tetap berada di jalan.

Menurut Menteri Dalam Negeri, ledakan itu menewaskan salah satu penyerang, dan pihak berwenang “menetralisir”, atau membunuh, yang penyerang lainnya.

Serangan bunuh diri itu terjadi beberapa jam sebelum parlemen Turki dibuka kembali setelah reses musim panas selama tiga bulan. Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam pidatonya mengatakan ledakan itu merupakan “upaya terbaru” untuk meneror Turki.

“Mereka yang mengancam perdamaian dan keamanan warga negara belum mencapai tujuannya dan tidak akan pernah mencapai tujuannya,” katanya. (aljazeera)