Jakarta, ICMES. Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi menyatakan negaranya mengharapkan PBB menjadi menyuarakan aspirasi bangsa-bangsa, bukan kehendak kekuatan-kekuatan besar.

Iran menegaskan tidak akan memperkenankan kehadiran pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di kawasan dan tidak akan menerima perubahan apa pun dalam geopolitik kawasan.
Arab Saudi mengutuk tindakan penyerangan terbaru yang dilakukan oleh ekstremis Yahudi Israel terhadap situs suci Masjid al-Aqsa di kota al-Quds, dan menganggap rezim di Tel Aviv bertanggung jawab langsung atas dampak dari provokasi tersebut.
Berita Selengkapnya:
Presiden Iran Desak PBB Jadi Suara Bangsa-Bangsa, Bukan Suara Kekuatan Adidaya
Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi menyatakan negaranya mengharapkan PBB menjadi menyuarakan aspirasi bangsa-bangsa, bukan kehendak kekuatan-kekuatan besar.
Raisi tiba di Amerika Serikat pada hari Senin (18/9), untuk menyampaikan pidato pada sesi Majelis Umum PBB ke-77 tentang pendirian Republik Islam mengenai “tatanan internasional yang adil melalui multilateralisme ekonomi.”
Setibanya di New York, Presiden Iran mengatakan bahwa PBB dan Majelis Umum PBB mempunyai kapasitas untuk memberikan kesempatan menyampaikan pendapat rakyat Iran dan menjelaskan kebijakan luar negeri Republik Islam Iran.
Iran menggunakan kesempatan ini untuk membuat suara bangsa Iran didengar oleh dunia, katanya, seraya menambahkan bahwa suara ini sekarang lebih lantang dibandingkan sebelumnya karena tahun lalu negara ini menang dalam menghadapi perang hibrida musuh.
“Musuh mengira bahwa mereka dapat menempatkan Iran dalam masalah, namun mereka salah perhitungan,” ungkapnya.
Dia menambahkan, “Negara besar Iran mempunyai banyak kontribusi dalam memerangi diskriminasi dan ketidakadilan.”
Raisi dijadwalkan mengadakan pembicaraan dengan para kepala negara yang menghadiri acara tersebut serta para tokoh internasional.
Perjalanan ini diadakan atas undangan Sekretaris Jenderal PBB, kata Raisi sebelum meninggalkan negara itu Senin dini hari.
Dia mengaku akan mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin beberapa negara, tapi tidak termasuk AS.
“Dalam perjalanan ini, tidak ada rencana untuk bernegosiasi atau bertemu dengan Amerika, dan kami tidak memiliki rencana untuk bertemu dengan mereka,” tuturnya.
Presiden Iran menilai menghadiri pertemuan ini sebagai kesempatan untuk menyampaikan pandangan rasional dan logis Iran. (mna/alalam)
Iran Tolak Keberadaan Pasukan NATO di Tengah Konflik Azerbaijan VS Armenia
Menteri Pertahanan Iran Mohammadreza Ashtiani, Senin (18/9), menekankan bahwa Iran tidak akan memperkenankan kehadiran pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di kawasan dan tidak akan menerima perubahan apa pun dalam geopolitik kawasan.
Ashtiani mengatakan hal itu terkait dengan masalah intervensi AS dalam konflik Armenia dan Azerbaijan serta spekulasi yang muncul terkait masuknya pasukan NATO di kawasan sekitar.
Dia menyatakan bahwa Iran tidak akan pernah menerima campur tangan pihak luar dalam permasalahan di kawasan.
“Upaya kita adalah menyelesaikan masalah ini sendiri melalui interaksi antara negara-negara di kawasan ini,” ujar Ashtiani.
Mengenai memanasnya lagi konflik antara Armenia dan Azerbaijan belakangan ini serta kehadiran pasukan Iran di perbatasan dengan dua negara tersebut, dia menegaskan, “Kami tidak menerima perubahan apa pun dalam geopolitik kawasan.”
Ashtiani menambahkan, “Kami menjaga hubungan dan interaksi kami dengan Armenia dan Azerbaijan, dan negara-negara ini adalah tetangga dan saudara kami, kami berusaha membantu menyelesaikan masalah mereka.”
Sementara itu, terkait isu lain, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran Mayjen Mohammad Bagheri di hari yang sama mengatakan sejumlah negara besar berupaya membeli senjata Iran.
“Iran telah menjadi kekuatan drone yang mampu bersaing dengan negara-negara besar di dunia,” ujarnya.
Dia juga mengatakan kekuatan rudal balistik Iran tergolong kekuatan tertinggi di dunia, dan ini merupakan salah satu pencapaian dengan spirit era Pertahanan Suci, yaitu spirit pertahanan melawan agresi Irak di era diktator Saddam Hossein pada tahun 1980-1988. (mna)
Saudi Anggap Israel Bertanggungjawab atas Serbuan Ekstremis Yahudi ke Al-Asqa
Arab Saudi mengutuk tindakan penyerangan terbaru yang dilakukan oleh ekstremis Yahudi Israel terhadap situs suci Masjid al-Aqsa di kota al-Quds, dan menganggap rezim di Tel Aviv bertanggung jawab langsung atas dampak dari provokasi tersebut.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Senin (19/9), Kementerian Luar Negeri Saudi menegaskan bahwa penyerbuan Masjid al-Aqsa sehari sebelumnya oleh sekelompok ekstremis Israel, yang terjadi di bawah perlindungan pasukan Israel, merupakan “sebuah provokasi terhadap perasaan umat Islam di seluruh dunia.”
“Kementerian Luar Negeri menganggap pasukan pendudukan Israel bertanggung jawab penuh atas dampak dari pelanggaran yang terus berlanjut ini,” bunyi pernyataan itu.
Pernyataan tersebut juga mendesak komunitas internasional menunaikan tanggung jawabnya mencegah eskalasi aksi pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Pada Ahad lalu sejumlah pemukim Israel memasuki kompleks Masjid al-Aqsa, sebagai bagian dari apa yang diyakini para pengamat sebagai rencana mendatangi situs tersebut untuk mengubah sebagian atau seluruhnya menjadi kuil Yahudi.
Pasukan pendudukan Israel juga membatasi akses jamaah Muslim ke situs suci tersebut, dan mencegah masuknya warga Palestina.
Pada hari itu pasukan Israel juga secara brutal menyerang jamaah Muslim di salah satu pintu masuk utama kompleks Masjid al-Aqsa.
Tentara pendudukan juga memukuli tiga jamaah, termasuk seorang pria lanjut usia dan seorang wanita lanjut usia, di dekat Gerbang as-Silsila.
Kekerasan terjadi setelah ketiganya melakukan protes secara damai terhadap seorang pemukim Israel, yang meniup terompet di pintu masuk Masjid al-Aqsa.
Kehadiran ekstremis Zionis di kompleks Masjid al-Aqsa, yang dilakukan secara rutin dalam beberapa bulan terakhir, bertentangan dengan prinsip umat Islam yang memandang situs tersebut sebagai tempat suci Islam sepenuhnya di mana hanya umat Islam yang boleh menyelenggarakan salat dan ritual keagamaan.
Kecaman Arab Saudi atas penyerbuan Masjid al-Aqsa pada hari Senin terjadi di tengah upaya rezim Israel untuk menormalisasi hubungan politiknya dengan Riyadh.
Sementara itu, Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) mengatakan bahwa serangan pada hari Senin terhadap sebuah pertemuan dan pos pemeriksaan warga Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat merupakan respon terhadap penyerbuan kompleks Masjid al-Aqsa sehari sebelumnya oleh ekstremis Israel.
Juru bicara Hamas Muhammad Hamadeh menyatakan demikian beberapa jam setelah terjadi serangan penembakan terhadap pasukan militer Israel dan pemukim di berbagai wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Hamadeh mengatakan serangan itu adalah “respon alami” terhadap tindakan kriminal penjajah yang menyerbu Masjid al-Aqsa pada hari Ahad.
Pejabat Hamas itu mengatakan serangan terhadap Israel harus dilihat sebagai bagian dari kampanye mobilisasi di Palestina untuk mempertahankan situs suci umat Islam di kota al-Quds dari serangan para pemukim. (wafa/presstv)