Jakarta, ICMES. Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran memperingatkan Amerika Serikat (AS) untuk tidak bertindak destruktif dan keji, termasuk penyitaan kapal, di kawasan Teluk Persia dan sekitarnya.

Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi menyatakan negaranya melihat prospek pertumbuhan di berbagai sektor, terutama sains dan teknologi, meski mendapat intimidasi , sanksi dan hambatan dari negara-negara musuhnya.
Gerakan Ansarulah Yaman memperingatkan risiko perang “terpanjang” dan “termahal” dalam sejarah jika kapal Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) sampai mendekati perairan teritorial negara Arab itu.
Berita Selengkapnya:
Iran Bersumpah Membalas Jika AS Bertingkah di Kawasan Teluk
Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran memperingatkan Amerika Serikat (AS) untuk tidak bertindak destruktif dan keji, termasuk penyitaan kapal, di kawasan Teluk Persia dan sekitarnya.
“Iran telah mencapai tingkat kekuatan dan kemampuan yang sangat tinggi yang dapat menanggapi tindakan dan kejahatan AS (di kawasan) dengan cara yang sama, termasuk penyitaan kapal,†kata juru bicara IRGC Brigjen Ramezan Sharif, Senin (8/8).
Dia menambahkan bahwa berbagai negara telah “memahami dengan benar bahwa Iran berubah menjadi kekuatan besar di kawasan.â€
Juru bicara IRGC juga menegaskan, “Dalam setiap pertempuran langsung antara Iran dan AS selama beberapa tahun terakhir, negara-negara kawasan telah melihat kelemahan AS dan kekuatan Republik Islam, dan memahami pula bahwa keamanan Teluk Persia harus dibangun oleh negara pesisirnya sendiri.â€
Sharif melontarkan peringatan demikian setelah Komando Pusat Angkatan Laut AS (CENTCOM) di hari yang sama mengumumkan bahwa Angkatan Laut AS telah mengerahkan lebih dari 3.000 pelaut dan pasukan marinir ke Timur Tengah dengan dalih demi melindungi kapal-kapal yang melintasi Teluk Persia.
CENTCOM menyebutkan bahwa pasukan dari Bataan Amphibious Ready Group (ARG) dan 26th Marine Expeditionary Unit (MEU) telah tiba di Timur Tengah.
Langkah itu dilakukan setelah Angkatan Laut AS menuduh Iran “menyerang, merebut, atau berusaha merebut†hampir 20 kapal dagang berbendera internasional di kawasan Teluk dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
Di pihak lain, Angkatan Laut IRGC selama beberapa tahun terakhir telah menggagalkan beberapa serangan terhadap kapal tanker Iran dan asing di wilayah strategis Teluk Persia dan laut lepas lainnya.
Angkatan Laut IRGC juga menyita lebih dari 50 juta liter bahan bakar selundupan, terutama diesel, dalam berbagai misi tahun lalu.
Iran menegaskan pihaknya memandang kapal militer AS yang mengintai di perairan Teluk Persia sebagai ancaman terhadap keamanannya dan sumber ketegangan serta instabilitas regional.
Sementara itu, Ryan Costello, direktur kebijakan di Dewan Nasional Iran Amerika (NIAC), sebuah kelompok berbasis di Washington, DC yang mendukung diplomasi AS dengan Iran, mengatakan bahwa berita utama tentang penguatan kehadiran militer AS di Teluk merupakan “kemunduran” ke era Trump.
Menurut Costello, pemerintahan Biden berargumen bahwa mereka berusaha mencegah Iran melecehkan kapal, sementara Teheran mungkin memandang kehadiran militer AS yang ditingkatkan sebagai dorongan untuk mempermudah Washington merebut kapal tanker Iran.
“Ini koktail berbahaya yang disatukan,†katanya.
Iran menentang keterlibatan militer AS di Teluk Persia dan menganggapnya sebagai intervensi asing yang bermusuhan.
“Apa hubungan Teluk Persia, Teluk Oman, dan Samudera Hindia dengan Amerika? Apa urusanmu di sini?†kata juru bicara angkatan bersenjata Iran Brigjen Abolfazl Shekarchi.
Namun, Pentagon mengatakan bahwa pengerahan pasukan AS belakangan ini ke kawasan tersebut sesuai dengan kebijakan AS yang sudah lama bekerja dengan mitra untuk “menghalangi potensi agresi agar jalur pelayaran tetap terbuka”. (mna/aljazeera/tasnim)
Presiden Raisi: Iran Terus Maju Meski Dikenai Saksi
Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi menyatakan negaranya melihat prospek pertumbuhan di berbagai sektor, terutama sains dan teknologi, meski mendapat intimidasi , sanksi dan hambatan dari negara-negara musuhnya.
Berbicara dalam upacara penutupan Festival Media Nasional Iran ke-21, Selasa (8/8), yang menandai Hari Jurnalis Nasional, Raisi menegaskan kembali pendirian Iran dalam negosiasi multilateral untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran
Dia mengatakan bahwa Iran berada di atas angin karena tidak pernah meninggalkan kesepakatan atau pembicaraan untuk menghidupkannya kembali setelah Amerika Serikat (AS) menarik diri dari perjanjian tersebut secara sepihak.
Meski demikian, Presiden Raisi melanjutkan, “Kami sama sekali tidak mempercayai mereka (AS) dan tidak akan pernah mempercayai mereka.â€
Iran dan enam kekuatan besar dunia menandatangani kesepakatan nuklir, yang secara resmi disebut Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), pada tahun 2015 untuk menyudahi kegaduhan terkait kegiatan nuklir Iran.
Namun, AS ternyata meninggalkan JCPOA pada tahun 2018 meskipun Teheran sepenuhnya mematuhi kewajiban nuklirnya. AS menerapkan kembali sanksi yang telah dicabut oleh kesepakatan itu. Upaya diplomatik multilateral, yang dimulai pada April 2021, sejauh ini gagal menghidupkan kembali kesepakatan tersebut.
Presiden Iran menegaskan bahwa pemerintahannya sedang mengejar kebijakan “menetralkan” sanksi saat menghadiri pembicaraan-pembicaraan yang bertujuan untuk mencabutnya.
“Kami mencapai tujuan itu dengan sekuat tenaga karena kami telah melihat pelanggaran janji mereka,†ungkapnya. (mna)
Ansarullah Yaman Peringatkan AL AS Risiko “Perang Termaha†Jika Dekati Perairan Yaman
Gerakan Ansarulah Yaman memperingatkan risiko perang “terpanjang” dan “termahal” dalam sejarah jika kapal Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) sampai mendekati perairan teritorial negara Arab itu.
“Demi kepentingan perdamaian dan keamanan internasional dan pelestarian keselamatan navigasi di Laut Merah, pasukan Amerika harus menjauh dari perairan teritorial kami,†tegas wakil menteri luar negeri di Pemerintah Penyelamatan Nasional Yaman, Hussein al-Ezzi, di Twitter, Selasa (8/8).
Al-Ezzi beralasan bahwa mendekati perairan itu bisa berarti awal dari pertempuran terpanjang dan termahal dalam sejarah manusia.
Peringatan itu dinyatakan beberapa jam setelah Armada Kelima AS mengumumkan bahwa lebih dari 3.000 personel militer AS telah tiba di Laut Merah dengan dua kapal perang.
Pernyataan dari komando yang berbasis di Bahrain menambahkan bahwa mereka tiba di atas kapal perang USS Bataan dan USS Carter Hall setelah transit melalui Terusan Suez dalam pengerahan pasukan yang telah diumumkan sebelumnya.
Menteri Pertahanan Yaman Meyjen Muhammad Nasser al-Atifi juga mengatakan pekan lalu bahwa kehadiran ilegal penyerbu di perairan teritorial Yaman akan sangat merugikan mereka.
“Kami cukup mampu mengamankan, melindungi, dan menstabilkan jalur pelayaran internasional di sepanjang perairan teritorial kami. Laut Merah, Teluk Aden, dan Selat Bab el-Mandeb adalah jalur pelayaran yang melayani dunia, dan kami berkomitmen untuk memastikan keamanannya.â€
Dia menolak klaim Israel dan koalisi pimpinan Arab Saudi bahwa pengerahan pasukan lintas wilayah di kawasan yang tersebut akan mengamankan jalur air dari tindakan terorisme dan pembajakan.
“Apa yang dilakukan musuh dalam hal menduduki dan melakukan kontrol maritim yang agresif atas pelabuhan, pulau, dan perairan Yaman sama dengan terorisme itu sendiri. Perilaku mereka menunjukkan bahwa koalisi agresor (yang dipimpin Saudi) menghasilkan dan mensponsori elemen teroris dan bajak laut,†kata Atifi.
Dia juga menegaskan, “Kami akan menanggapi tantangan, eskalasi ketegangan, dan penembakan dengan cara yang sama. Kami akan menahan pendudukan melalui perlawanan dan merangkul perdamaian.†(presstv)