Jakarta, ICMES: Menlu Suriah Faisal Mekdad menyatakan bahwa serangan senjata kimia di Idlib dilakukan bukan oleh tentara negara ini, melainkan oleh para teroris.
Sejumlah senator Amerika Serikat (AS) menyatakan terorisme datang bukan dari Iran, melainkan Arab Saudi dan Wahabisme.
Menlu Rusia Sergey Lavrov, membantah klaim sebagian media bahwa peristiwa ini terkait dengan situasi perang di Suriah.
Serangan udara Saudi Cs ke berbagai kawasan di provinsi Sanna, Yaman, dalam dua tahun ini tercatat telah menghancurkan 935 bangunan.
Berita selengkapnya;
Senjata Kimia Tewaskan 100 Orang, Damaskus Sebut Nama Jabhat al-Nusra
Menlu Suriah Faisal Mekdad menyatakan bahwa serangan senjata kimia yang menewaskan sedikitnya 100 orang dan melukai 200 orang lainnya di Idlib, Suriah, bukan dilakukan oleh tentara negara ini, melainkan oleh para teroris, dan sebelum tragedi ini terjadi pemerintah Suriah sudah mengingatkan soal ini.
“Beberapa pekan lalu Damaskus sudah memberikan informasi kepada Organisasi Larangan Senjata Kimia (Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons/OPWC) mengenai bahwa kelompok teroris Jabhat al-Nusra telah mendatangkan bahan kimia ke Suriah untuk melancarkan serangan kimia,” ungkap Mekdad, Selasa (4/4/2017).
Dia kemudian menyebutkan nama negara-negara pendukung terorisme. “Serangan (kimia) dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata, dan pihak yang memerintahkan kepada mereka ada di Inggris, Perancis, Turki dan Arab Saudi,” tegasnya.
Dia memastikan tentara Suriah tidak memiliki senjata kimia dan tidak ingin pula menggunakannya.
“Damaskus konsisten pada janjinya kepada OPWC dan organisasi inipun mengakui hal ini,” imbuhnya.
Menurut Mekdad, serangan kimia dilakukan karena tentara Suriah terus mencetak kemenangan dalam perang di berbagai tempat, termasuk kawasan sekitar Damaskus dan Hama. Karena itu, dia menyerukan kepada khalayak dunia supaya menghukum keras para pelaku kejahatan perang ini.
Staf gabungan angkatan bersenjata Suriah juga merils statemen kecaman terhadap penggunaan senjata kimia.
Sebelumnya, sumber militer Suriah, Selasa (4/4/2017), membantah tuduhan kubu oposisi bahwa tentara menggunakan bom kimia dalam serangan ke kota Khan Shekhoun.
“Klaim-klaim yang dilontarkan para teroris ini sama sekali tidak benar. Tentara Suriah sama sekali tidak pernah dan tidak akan pernah menggunakan senjata kimia dalam serangan pertahanan,” katanya.
Sebelumnya di hari yang sama, sumber-sumber yang terhubung dengan para teroris dan oposisi Suriah menyatakan beberapa jet tempur yang tak jelas identitasnya telah menyerang kota Khan Shekhoun, provinsi Idlib, dengan rudal-rudal yang mengandung gas kimia yang mirip dengan gas sarin.
Mereka kemudian mengklaim jet-jet tempur penyerang itu milik tentara Suriah dan Rusia. Mereka juga melaporkan bahwa serangan itu menewaskan sedikitnya 100 orang dan melukai 200 orang lainnya.
Kubu opisisi mendesak negara-negara sekutunya agar melakukan penyelidikan terkait serangan ini.
Beberapa sumber lain mengatakan bahwa peristiwa mematikan itu terjadi akibat ledakan gudang bom kimia milik kawanan teroris.
Idlib dewasa ini menjadi markas utama kelompok-kelompok teroris dan kawanan bersenjata oposisi, dan banyak kawanan teroris yang kalah perang di berbagai kota dan daerah lain dipindah ke provinsi ini sesuai perjanjian dengan pemerintah. (almayadeen/skynews)
Dua Senator AS Nyatakan Terorisme Berasal Dari Saudi Dan Wahabi, Bukan Iran
Sejumlah senator Amerika Serikat (AS) dalam rapat dengar pendapat pekan ini mengenai peningkatan sanksi terhadap Iran mempertanyakan secara terbuka kedekatan Negeri Paman Sam ini dengan Arab Saudi dan negara-negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC) lainnya yang mempromosikan ideologi ekstrem Salafi/Wahabi yang telah membidani kelahiran kelompok-kelompok teroris semisal ISIS.
“Saya rasa banyak di antara kita sangat prihatin dengan kurangnya pertanyaan tentang hubungan AS-Saudi dan aliran dolar Saudi ke sebuah versi Islam yang membentuk blok-blok bangunan ekstremisme Sunni,” kata Senator Chris Murphy.
“Setiap serangan terhadap AS sejauh ini oleh kelompok-kelompok ekstremis berbasis Sunni,” lanjutnya.
Senada dengan ini, Senator Republik Rand Paul menyarankan AS mempertimbangkan pendekatan yang lebih seimbang untuk wilayah tersebut.
Dia mengatakan, “Mereka (Iran) menekan balik orang-orang yang menekan mereka. Di Suriah, ada 25.000 pasukan Iran. Di sisi lain di sana ada banyak Sunni didanai oleh negara-negara Teluk, seperti halnya di Yaman.”
Dia menambahkan, “Kita sangat khawatir terhadap Iran sehingga kita melupakan peran ekstremis Sunni (Wahabi) yang bermain dalam konflik regional serta teror global… Kita terpaku pada Iran dan lupa bahaya Wahabisme. Wahabisme mengajarkan kebencian kepada AS di seluruh dunia dan pendanaanya,”lanjut Paul.
Dia kemudian menegaskan, “Sebagian besar dukungan untuk Islam radikal dan terorisme datang dari Arab Saudi, bukan dari Iran.”
Menanggapi pernyataan dua senator ini, Martin Indyk dari Brooking Institution mengatakan, “Iran sangat agresif dalam mencoba mengekspor revolusi mereka,” dan Iran menunjukkan intoleransinya antara lain dengan “sengaja menumbangkan” perundingan damai Palestina-Israel.
Meski demikian, Indyk juga mencatat keberhasilan relatif dan swasembada komunitas Yahudi Iran yang dinilainya kontras dengan rintangan lebih besar yang dihadapi oleh umat Yahudi di dunia Arab. Menurutnya, ini merupakan bukti toleransi yang ditunjukkan masyarakat Syiah dibanding sikap para fundamentalisme Sunni. (niacouncil)
Moskow Bantah Ledakan Di St Petersburg Terkait Dengan Perang Rusia Di Suriah
Terkait dengan peristiwa ledakan bom di stasiun kota St Petersburg, Rusia, yang menewaskan 11 orang dan melukai puluhan lainnya, Menlu Rusia Sergey Lavrov, membantah klaim sebagian media bahwa peristiwa ini terkait dengan situasi perang di Suriah.
Dalam jumpa bersama sejawatnya dari Kirgistan Abdyldaev, Lavrov mengatakan, “Klaim sebagian media bahwa serangan teror di St Petersburg merupakan balas dendam atas tindakan Moskow di Suriah adalah klaim hina dan tak kenal rasa malu. Saya tak dapat melukiskan lebih dari ini berkenaan dengan klaim tersebut.”
Dia menyayangkan opini demikian diamini oleh sebagian pejabat negara, termasuk para petinggi Pentagon, dengan mengatakan bahwa Rusia harus menyiapkan peti mayat untuk tentaranya karena ikut berperang di Suriah demi membela Presiden Suriah Bashar al-Assad.
“Saya kira pernyataan demikian tak patut dinyatakan para politisi. Saya berharap dalam situasi sekarang di mana terorisme mengancam semua negara tanpa kecuali jangan sampai standar ganda demikian diterapkan,” ungkapnya.
Dia meminta media lebih bertanggungjawab dalam membuat laporan dan membangun opini.
Sementara itu, Komite Investigasi Rusia menyatakan pelaku serangan bom di stasiun metro Tekhnologichesky Institut, St. Petersburg, itu adalah pemuda warga negara Kyrgyzstan.
Dijelaskan bahwa pelakunya adalah Akbarzhon Dzhalilov, 22 tahun, dan identitasnya terungkap melalui pemeriksaan CCTV. Dalam rekaman dia terlihat meninggalkan tas berisi bahan peledak di stasiun kereta bawah tanah Ploschad Vosstaniya, namun berhasil ditemukan sebelum meledak. (segodnya/sputnik)
Serangan Saudi Cs Di Sanaa Hancurkan Hampir 1000 Bangunan
Serangan udara pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi ke berbagai kawasan di provinsi Sanna, Yaman, dalam dua tahun ini tercatat telah menghancurkan 935 rumah serta bangunan pemerintahan dan perdagangan, dan merusak ratusan hektar lahan pertanian.
Gubernur Sanaa, Hanin Mohammad Qatinah, merinci bahwa serangan jet-jet tempur Saudi Cs telah menghancurkan 765 rumah dan 170 bangunan milik negara dan aktivitas perdagangan.
“170 bangunan umum, 13 bangunan sekolah, 8 bangunan pusat-pusat kesehatan dan pengobatan, dan 17 bangunan masjid rusak terkena serangan udara Saudi ke provinsi Sanaa,” lanjutnya.
Menurutnya, serangan ini juga menimbulkan kerusakan parah pada sektor pertanian karena ribuan lahan pertanian porak poranda.
Sejak 25 Maret 2015 sampai sekarang, Saudi dan sekutunya melancarkan serangan udara terhadap gerakan Ansarullah (Houthi) dengan tujuan memulihkan presiden pelarian Abd Rabuh Mansour Hadi yang bersekutu dengan Saudi.
Lembaga Pusat Hukum dan Pembangunan Yaman menyatakan serangan udara Saudi dan ke sekutunya ke Yaman yang baru memasuki tahun ketiga telah menyebabkan 12,000 terbunuh dan lebih dari 20,000 lainnya luka-luka. (saba)