Rangkuman Berita Utama Timteng Rabu 29 Juni 2022

Jakarta, ICMES. Komandan Angkatan Laut (AL) Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Laksamana Muda Alireza Tangsiri, mengatakan bahwa kapal perang baru buatan dalam negeri yang dinamai “Qassem Soleimani” akan segera diserahkan ke AL IRGC.

Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) mengaku menjalin hubungan baik dengan Ansarullah (Houthi) Yaman dan akan memulihkan hubungan dengan pemerintah Suriah.

Kantor HAM PBB menyatakan bahwa menurut perkiraan tertinggi, konflik yang melanda Suriah sejak Maret 2011 telah merenggut nyawa 306.887 warga sipil, atau sekitar 1,5%  populasi negara ini sebelum perang.

Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, menegaskan bahwa mengenakan jilbab atau hijab  merupakan kewajiban (fardu ain) bagi setiap wanita Muslim dewasa dan berakal sehat, dan bahwa hukum demikian telah ditetapkan dalam sumber-sumber hukum Islam dalam teks Al-Qur’an serta konsensus para ahli fikih Muslimin.

Berita Selengkapnya:

IRGC Segera Luncurkan Kapal Pembawa Helikopter Bernama “Qasem Soleimani”

Komandan Angkatan Laut (AL) Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Laksamana Muda Alireza Tangsiri, mengatakan bahwa kapal perang baru buatan dalam negeri yang dinamai “Qassem Soleimani” akan segera diserahkan ke AL IRGC.

“Kami sekarang memproduksi fregat kami sendiri. Pengangkut helikopter Shahid (Martir) Soleimani juga diperkirakan akan bergabung dengan armada AL IRGC dalam waktu dekat,” ujar Tangsiri pada sebuah upacara di Teheran, Senin (27/6).

Dia juga menambahkan, “Kami secara lokal membangun berbagai jenis kapal berkecepatan tinggi yang berlayar dengan kecepatan 70 hingga 90 knot.

Tangsiri juga menyebut ekonomi maritim berbasis sains sebagai elemen kekuatan IRGC, dan menegaskan bahwa pasukan elit Iran ini bertanggung jawab atas penjagaan keamanan Selat Hormuz di Teluk Persia.

Kepala Organisasi Industri Kelautan Iran Laksamana Muda Amir Rastegari pada April 2020 mengatakan bahwa Iran akan membangun kapal perusak berbobot 6.000 ton, dan berkemampuan memproduksi “kapal selam bertenaga nuklir”.

“Perusak ini akan menjadi kapal trimaran – kapal yang terdiri dari beberapa lambung – dilengkapi dengan kemampuan yang sangat spesial,” imbuh Rastegari.

Menurutnya, kapal perusak ini akan memperluas kemampuan AL Iran untuk operasi yang lebih lama di laut dengan kemampuan defensif dan ofensif yang sangat khusus.

“Kapal ini bisa beroperasi minimal dua bulan tanpa docking untuk suplai,” terangnya.

AS dan Israel Musuh Utama

Sementara itu, Panglima IRGC Mayjen Hossein Salami menyebut AS dan Israel sebagai musuh utama Islam dan kemanusiaan, dan memperingatkan negara-negara Arab ihwal konsekuensi normalisasi hubungan dengan rezim Zionis.

“Israel dan sekutu utamanya, AS, adalah musuh Islam dan kemanusiaan”, kata Jenderal Salami dalam pertemuan dengan Ketua Komite Gabungan Kepala Staf Pakistan Jenderal Nadeem Raza di Teheran, Selasa (28/6).

Dia mengecam kebijakan sejumlah negara Islam yang cenderung mengandalkan Israel dalam berusaha mencapai tujuan ekonomi dan keamanan

“Padahal rezim pendudukan (Israel) bahkan tidak mampu mempertahankan dirinya sendiri,” tuturnya.

Salami memperingatkan sejumlah negara Arab mengenai  “konsekuensi pahit” normalisasi hubungan dengan Israel.

“Kehadiran AS di dunia Islam membawa perpecahan besar, perang saudara yang panjang, penghancuran rumah, pemindahan orang, perampasan kekayaan negara-negara Muslim, dan ketidakamanan, kemiskinan, dan keterbelakangan,” ungkapnya.

Dalam pertemuan itu, para petinggi militer Iran dan Pakistan membahas hubungan baik dan ikatan sejarah antara kedua negara bertetangga ini, dan menekankan pengembangan intelijen dan kerjasama militer untuk peningkatan keamanan perbatasan. (fna)

Hamas Jaga Ikatan Baik dengan Ansarullah Yaman dan akan Pulihkan Hubungan dengan Suriah

Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) mengaku menjalin hubungan baik dengan Ansarullah (Houthi) Yaman dan akan memulihkan hubungan dengan pemerintah Suriah.

Kepala kantor hubungan Arab dan Islam Hamas, Khalil al-Hayya, dalam wawancara dengan dengan surat kabar Al-Akhbar terbitanLebanon, Selasa (28/6), mula-mula mengkonfirmasi bahwa Hamas memang berusaha memulihkan hubungan dengan Suriah.

Al-Hayya yang sedang berada di Beirut, ibu kota Lebanon, bersama kepala biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, menyebutkan bahwa diskusi internal dan eksternal terjadi di tingkat gerakan untuk menyelesaikan pembahasan terkait pemulihan hubungan dengan Suriah, dan kesimpulannya adalah persetujuan atas upaya tersebut.

Al-Hayya lantas mengungkapkan bahwa Hamas menjaga hubungan baik dengan Ansarullah, dan juga telah berupaya mendekatkan pandangan pihak-pihak yang bertikai di Yaman, tetapi gagal akibat tajamnya perselisihan di antara mereka.

Sebelumnya, sumber-sumber informasi Hamas mengatakan bahwa biro politik Hamas telah mengambil keputusan untuk bersikap terbuka dan meningkatkan hubungan dengan semua pihak Arab dan internasional.

Sumber-sumber itu menyebutkan bahwa Hamas juga berusaha mendekatkan pandangan di antara berbagai pihak yang berselisih, terutama dengan mengingat perkembangan hubungan antara perlawanan Palestina dan Poros Resistensi.

Reuters beberapa hari lalu mengutip pernyataan sumber-sumber anonim Hamas bahwa faksi pejuang yang berkuasa di Jalur Gaza ini memutuskan untuk memulihkan hubungan dengan Damaskus yang sudah 10 tahun terputus akibat dukungan Hamas kepada kubu oposisi Suriah.

“Kedua pihak telah mengadakan pertemuan-pertemuan tingkat pemimpin untuk mewujudkan hal itu,” ungkap seorang pejabat yang meminta identitasnya dirahasiakan. (raiayoum)

PBB: Perang Suriah Tewaskan 1,5% Penduduknya

Kantor HAM PBB menyatakan bahwa menurut perkiraan tertinggi, konflik yang melanda Suriah sejak Maret 2011 telah merenggut nyawa 306.887 warga sipil, atau sekitar 1,5%  populasi negara ini sebelum perang.

Pertempuran dalam konflik Suriah telah berhenti di sebagian besar front sejak sekian tahun lalu, tapi kekerasan dan krisis kemanusiaan terus berlanjut dan jutaan orang masih terlantar masih di perbatasan Suriah.

Berdasarkan delapan sumber informasi dalam 10 tahun pertama konflik hingga Maret 2021, jumlah terbaru korban tewas rata-rata 83 orang per hari, termasuk 18 anak kecil.

Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Dewan HAM PBB di Jenewa menyatakan, “Jumlah korban sipil dalam sepuluh tahun terakhir mewakili 1,5 persen dari total populasi Republik Arab Suriah pada awal konflik, sehingga menimbulkan kekhawatiran serius atas kegagalan pihak-pihak dalam konflik ini menghormati standar kemanusiaan hukum internasional perihal perlindungan warga sipil.”

Laporan itu juga menyatakan bahwa perkiraan tersebuti mewakili “hanya sebagian dari total kematian”, karena hanya mencakup mereka yang meninggal sebagai akibat langsung dari perang dan bukan kematian tidak langsung semisal akibat minimnya layanan kesehatan dan persedian makanan atau air, dan juga tidak termasuk kematian non-sipil. (raialyoum)

Buntut Pernyataan Kontroversial Oknumnya, Al-Azhar Tegaskan Kewajiban Pengenaan Hijab

Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, menegaskan bahwa mengenakan jilbab atau hijab  merupakan kewajiban (fardu ain) bagi setiap wanita Muslim dewasa dan berakal sehat, dan bahwa hukum demikian telah ditetapkan dalam sumber-sumber hukum Islam dalam teks Al-Qur’an serta konsensus para ahli fikih Muslimin.

Al-Azhar membuat pernyataan demikian, Selasa (28/6), menyusul heboh adanya oknum dosen Al-Azhar yang membuat pernyataan kontroversial yang menyangkal kewajiban hijab dengan dalih bahwa hijab adalah pakaian adat atau kebiasaan yang menyebar setelah era Nabi Muhammad saw.

Al-Azhar menegaskan bahwa pernyataan kontroversial itu adalah pendapat pribadi oknum tersebut dan yang ditolak oleh Al-Azhar karena bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh umat Islam sejak 15 abad yang lalu. Al-Azhar juga menyatakan bahwa pendapat demikian menjurus pada “pencairan konstanta keagamaan”.

Al-Azhar mengingatkan bahwa menghindari hukum syariat dan ketetapan para ulama dengan dalih “kebebasan memahami nash” adalah metode ilmiah yang rusak (fasid).

Pernyataan kontroversial tentang hukum hijab itu sendiri berasal Dr. Saaduddin Al-Hilali, dosen ilmu fikih perbandingan Universitas Al-Azhar. Dia menyatakan pendapatnya bahwa mengenakan hijab tidaklah wajib bagi wanita Muslim.  Menurutnya, para fakih terpercaya telah menegaskan kalimat “kewajiban menutup aurat”, tapi kalimat ini kemudian didistorsi menjadi “kewajiban mengenakan hijab”.  (raialyoum)