Jakarta, ICMES. Presiden Republik Islam Iran Sayid Ebrahim Raisi menyebut Israel sebagai organisasi teroris terbesar, dan menyatakan bahwa tanpa perjuangan jenderal legendaris Iran Alm. Qasem Soleimani niscaya kelompok teriris ISIS sudah menjadi jiran Eropa.

Wakil Tetap Rusia untuk Organisasi Internasional di Wina Mikhael Ulyanov menyatakan bahwa Iran menginginkan solusi untuk pemulihan perjanjian nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), bukan perundingan yang bertele-tele.
Komandan pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Mayjen Hossein Salami menyatakan bahwa Iran terus meningkatkan kekuatannya demi mendapatkan kemenangan melawan AS.
Berita Selengkapnya:
Pidato untuk PBB, Presiden Iran: Tanpa Jenderal Soleimani, ISIS Sudah Menjadi Tetangga Eropa
Presiden Republik Islam Iran Sayid Ebrahim Raisi menyebut Israel sebagai organisasi teroris terbesar, dan menyatakan bahwa tanpa perjuangan jenderal legendaris Iran Alm. Qasem Soleimani niscaya kelompok teriris ISIS sudah menjadi jiran Eropa.
Hal itu dinyata Sayid Raisi dalam pidato pada sidang Majelis Umum PBB, Selasa (21/9), di mana dia memaparkan pendirian negaranya terhadap berbagai isu regional dan internasional serta aktivitas nuklir bertujuan damai.
Dia memulai pidatonya dengan memaparkan beberapa karakteristik bangsa Iran, dan kemudian beralih menyebutkan aneka problema global dengan berbagai faktornya. Dalam konteks ini, dia menilai ambisi otoriter Amerika Serikat (AS) sebagai pemicu banyak problema di berbagai negara dunia, namun ambisi itu sekarang terbukti gagal.
Dia menyebut Iran sebagai korban ambisi AS tersebut di mana blokade AS dengan dalih mencegah aktivitas nuklir Iran bahkan menghalangi hak bangsa negara republik Islam ini untuk mendapat obat-obatan di tengah pandemi Covid-19.
Karena itu, Sayid Raisi menegaskan, “Pertama, blokade obat-obatan dan bantuan kemanusiaan ini harus dianggap sebagai tindakan kriminal. Kedua, kami tidak menuntut lebih dari hak kami dalam perjanjian nuklir.â€
Mengenai Israel dia menyebut rezim Zionis penjajah Palestina ini sebagai organisasi teroris terbesar di dunia.
“Entitas (Israel) yang menduduki Quds (Yerussalem) ini merupakan organisasi teroris negara terbesar, yang agendanya adalah membunuhi kaum perempuan dan anak kecil di Gaza dan Tepi Barat. Blokade komprehensif yang ada sekarang telah mengubah Gaza menjadi penjara terbesar di dunia. Penyelesaiannya adalah kembali ke suara semua orang Palestina dalam kerangka referendum secara menyeluruh. Itulah rencana yang telah diumumkan oleh Pemimpin Revolusi Islam sejak sekian tahun silam, dan sekarang rencana Republik Islam ini tercatat sebagai salah satu dokumen resmi PBB,†terang Sayid Raisi.
Mengenai Afghanistan dia mengatakan bahwa keamanan dan kedamaian di negara jiran Iran ini tidak akan pernah pulih selagi pemerintahan yang merepresentasikan semua elemen bangsanya tidak terbentuk.
Presiden Raisi juga memastikan bahwa Iran menjalankan kebijakan menjaga stabilitas dan kedaulatan nasional semua negara di Timur Tengah dan sekitarnya, dan dalam rangka inilah jenderal legendaris Iran yang dibunuh oleh AS pada Januari 2020, Qasem Soleimani, berjuang dengan segenap jiwa dan raga.
“Seandainya Iran tak beperan di sisi pemerintah dan rakyat Suriah dan Irak, dan seandainya Syahid Abu Mahdi Al-Muhandis (tokoh pejuang Irak) dan Jenderal Syahid Haji Qasem Soleimani tak berlaga maka ISIS sekarang sudah menjadi tetangga Eropa dari sisi Laut Mediterania.Tentu, ISIS bukanlah gelombang terakhir radikalisme,†ungkapnya.
Presiden Iran menyinggung faktor-faktor terorisme dengan mengatakan, “Sepak terjang baru untuk membentuk barisan perang dingin atau pengosilasian negara-negara merdeka tidak akan pernah membantu keamanan umat manusia. Perilaku eklektik bukanlah solusi bagi problema terorisme, sebab terorisme mengakar pada berbagai krisis, termasuk krisis identitas dan ekonomi.â€
Dia menambahkan, “Kehampaan kehidupan modern dari makna dan spiritualitas, demikian pula merebaknya kemiskinan, diskriminasi dan penindasan, dengan sendirinya menyebabkan kelahiran para teroris. Tumbuh pesatnya terorisme lokal di Barat merupakan bukti kenyataan pahit ini. Dan yang lebih pahit dari itu ialah penggunaan terorisme sebagai alat di ranah politik luar negeri. Terorisme tak dapat dihadapi dengan standar ganda, misalnya dengan menciptakan ISIS di satu tempat, dan memeranginya di tempat lain.†(alalam)
Rusia: Iran Ingin Pulihkan Perjanjian Nuklir, Bukan Negosiasi Bertele-tele
Wakil Tetap Rusia untuk Organisasi Internasional di Wina Mikhael Ulyanov menyatakan bahwa Iran menginginkan solusi untuk pemulihan perjanjian nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), bukan perundingan yang bertele-tele.
“90% perselisihan Iran dengan negara-negara Barat mengenai perjanjian nuklir sudah tersolusi,†ujarnya, Selasa (21/9), kepada saluran Al-Arabiya yang disponsori Arab Saudi.
Ulyanov berkeyakinan bahwa 90% perselisihan itu sudah terselesaikan dalam putaran keenam perundingan di Wina pada 20 Juni lalu, dan tersisa 10% sehingga komunikasi harus dilanjutkan secepatnya untuk mensolusi sedikit sisa tersebut.
Dia lantas mengatakan, “Teheran juga menginginkan solusi di akhir perundingan, bukan pembicaraan yang bertele-tele, dan saya kira semua pihak perunding juga memiliki pandangan yang sama.â€
JCPOA yang diteken Iran bersama lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB (AS, Inggris, Prancis, Rusia dan China) plus Jerman pada tahun 2015 terancam buyar sejak Amerika Serikat (AS) keluar darinya secara sepihak pada tahun 2018.
Perjanjian ini menetapkan batas uranium yang diperkaya sebanyak 300 kg dalam bentuk senyawa tertentu, yang setara dengan 202,8 kg uranium. Namun, cadangan Iran belakangan mencapai beberapa kali lipat dari batas yang ditentukan, menurut laporan rahasia IAEA yang dibagikan ke negara-negara anggota.
Sejak AS di masa pemerintahan Donald Trump menarik keluar negaranya dari JCPOA dan lalu menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap ekonomi Iran sebagai bagian dari kampanye “tekanan maksimum”, Teheran membalasnya dengan mengurangi kepatuhannya kepada JCPOA yang bertujuan terutama mencegah Iran mengembangkan bom nuklir, hal yang berulangkali dibantah Teheran.
Sejak April 2021 Wina diwarnai perundingan Iran dengan negara-negara tersebut, kecuali AS, untuk menghidupkan kembali JCPOA setelah pengganti Trump, Joe Biden, berulang kali menyatakan hasratnya untuk mengembalikan AS kepada JCPOA. Meski demikian Uni Eropa dan Washington mengkonfirmasi keterlibatan AS dalam perundingan itu namun tanpa berkomunikasi langsung dengan pihak Iran.
Iran sendiri menolak berunding langsung dengan AS sebelum Negeri Paman Sam ini mencabut sanksinya terhadap Iran, sementara AS menekankan prinsip selangkah dibalas selangkah. (mm/alalam/railayoum)
Komandan IRGC: Israel Remeh, Iran Galang Kekuatan untuk Kalahkan AS
Komandan pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Mayjen Hossein Salami menyatakan bahwa Iran terus meningkatkan kekuatannya demi mendapatkan kemenangan melawan AS.
“Kita telah membangun kekuatan untuk mengalahkan AS. Ketika kita membangun kekuatan untuk kekaisaran militer terbesar manusia, yaitu AS, kekuatan kecil seperti rezim Zionis tidak lagi dihitung dalam perbandingan kita, â€ungkap Salami, Selasa (21/9).
Dia menekankan bahwa bangsa Iran telah berhasil meredakan plot musuh dan meraih kemenangan melawan sanksi kejam AS, perang ekonomi dan tekanan psikologis serta propaganda masif Washington dan kekuatan Barat lainnya.
Pada Ahad lalu, Salami mengatakan bahwa AS telah kehilangan kekuatannya dan merupakan negara yang kalah, buron dan tertekan yang telah dipaksa untuk menarik pasukannya dari kawasan.
“Hari ini kita tidak lagi melihat AS yang berbahaya, melainkan kita menyaksikan AS yang gagal, melarikan diri, dan tertekan,†kata Jenderal Salami.
Jenderal Salami juga mengaku gembira menyaksikan partipasi dan perlawanan rakyat Iran yang telah membantu mengatasi semua tekanan. (fna)