Rangkuman Berita Utama Timteng Kamis 30 November 2023

Jakarta, ICMES. Mayat lima bayi prematur Palestina ditemukan di Rumah Sakit al-Nasr ketika wartawan dan pekerja bantuan memilah sisa-sisa fasilitas kesehatan yang dibom selama gencatan senjata di Jalur Gaza.

Dua bocah Palestina, termasuk  anak laki-laki berusia sembilan tahun, telah ditembak mati oleh pasukan Israel di kamp pengungsi Jenin di bagian utara wilayah pendudukan Tepi Barat.

Wakil Tetap Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzia, menyatakan bahwa orang Palestina di mata negara-negara Barat terlihat sebagai manusia kelas dua, dan  bahwa perbedaan sikap Barat terhadap konflik Palestina-Israel dan krisis Ukraina memperlihatkan standar ganda Barat.

Berita Selengkapnya:

Tragis, Lima Bayi Prematur Ditemukan Meninggal di Rumah Sakit Gaza Akibat Serangan Israel

Mayat lima bayi prematur Palestina ditemukan di Rumah Sakit al-Nasr ketika wartawan dan pekerja bantuan memilah sisa-sisa fasilitas kesehatan yang dibom selama gencatan senjata di Jalur Gaza.

Bayi-bayi itu ditemukan membusuk, dan mereka tidak termasuk di antara bayi-bayi yang dievakuasi dari rumah sakit anak-anak setelah pasukan Israel memerintahkan pasien dan staf untuk pergi pada 10 November.

Rekaman video yang beredar  sejak Rabu (29/11) menunjukkan bayi-bayi itu masih terbaring di ranjang rumah sakit.

Direktur rumah sakit Mustafa al-Kahlot mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada Euro-Med Human Rights Monitor bahwa dia mengirimkan permohonan kepada kelompok bantuan, termasuk Komite Palang Merah Internasional (ICRC), tentang lima anak tersebut sebelum kematian mereka tetapi tidak mendapat tanggapan.

Kelompok HAM tersebut menyerukan kepada tentara Israel untuk “bertanggung jawab” atas kematian bayi-bayi itu dan mengkritik ICRC karena gagal memberikan bantuan.

Lebih dari 15.000 warga Palestina, yang sekira setengahnya adalah perempuan dan anak-anak, terbunuh oleh operasi militer Israel di Gaza, yang dilancarkan setelah Hamas membunuh sekitar 1.200 tentara dan warga Zionis Israel  dalam serangan mendadak pada tanggal 7 Oktober.

Setidaknya 22 rumah sakit di Gaza, termasuk beberapa di wilayah selatan, telah diperintahkan oleh tentara Israel untuk dikosongkan atau dijadikan sasaran sejak 7 Oktober.

Banyak dokter menolak mematuhi perintah ini dengan alasan kurangnya langkah-langkah keamanan bagi pasien dan jaminan kepulangan.

Ketika tentara Israel memperluas serangan daratnya di Gaza, tank dan pasukan infanteri mengepung beberapa rumah sakit di Kota Gaza dan Gaza utara.

Pasien dan ribuan orang yang berlindung di rumah sakit tersebut akhirnya dipaksa keluar di bawah todongan senjata, antara lain di Rumah Sakit al-Shifa, al-Rantisi dan Rumah Sakit Indonesia.

Menurut saksi mata, selama pengepungan terhadap rumah sakit dan pengusiran paksa berikutnya, tidak ada bantuan atau tindakan keselamatan yang diberikan kepada pasien atau staf medis.

Mereka yang terjebak di rumah sakit, tanpa makanan, air atau listrik, termasuk bayi prematur di inkubator, pasien ICU, orang yang terluka akibat serangan udara dan pasien lanjut usia yang menjalani perawatan dialisis.

Dalam kondisi ini, setidaknya 50 pasien meninggal selama pengepungan di Rumah Sakit al-Shifa saja.

Juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia Margaret Harris pada pengarahan PBB di Jenewa pada hari Selasa lalu mengatakan bahwa runtuhnya Rumah Sakit al-Shifa,  fasilitas medis terbesar di Gaza, merupakan “tragedi”, dan bahwa beberapa staf medisnya ditahan oleh pasukan Israel selama operasi evakuasi WHO. (mee)

Tak Puas dengan Pembantaian di Gaza, Tentara Israel Bunuh Dua Bocah Palestina di Jenin

Dua bocah Palestina, termasuk  anak laki-laki berusia sembilan tahun, telah ditembak mati oleh pasukan Israel di kamp pengungsi Jenin di bagian utara wilayah pendudukan Tepi Barat.

Kementerian Kesehatan Palestina, Rabu (29/11), mengumumkan bahwa Adam al-Ghoul, 9 tahun, dan Basil Suleiman Abu al-Wafa, 15 tahun, dibunuh oleh tentara Zionis di kamp tersebut.

Pada Selasa malam, pasukan Israel melancarkan serangan habis-habisan terhadap kamp tersebut, yang merupakan kantung utama perlawanan dan telah diserang berulang kali selama setahun terakhir, terutama sejak serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan.

Penduduk setempat mengatakan kepada kantor berita Wafa bahwa pasukan Israel memaksa penduduk lingkungan Damj meninggalkan rumah mereka di bawah todongan senjata, setelah “penghancuran besar-besaran” oleh persenjataan Israel.

Rekaman CCTV pembunuhan Ghoul disambut dengan kemarahan di media sosial.

Ghoul terlihat berlari sebelum terjatuh mati akibat luka tembak. Anak laki-laki lain kemudian terlihat menyeretnya keluar jalan, dengan darah menggenang di bawah Ghoul.

“Tidak bersenjata dan melarikan diri,” tulis Duta Besar Palestina untuk Inggris, Husam Zumlot, di platform X.

“Tetapi tentara Israel masih membunuh anak ini di #Jenin hari ini dengan cara yang sama seperti mereka membunuh ribuan anak di Gaza,” sambungnya.

Setidaknya 227 warga Palestina dibunuh oleh tentara dan pemukim Israel di Tepi Barat dalam 50 hari, dan lebih dari 3.000 orang ditahan.

Pada Rabu dini hari juga pasukan Israel melancarkan serangkaian penggerebekan di beberapa kamp pengungsi lainnya di Tepi Barat. (mee)

Rusia Sebut Orang Palestina di Mata Barat Warga Negara Kelas Dua

Wakil Tetap Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzia, menyatakan bahwa orang Palestina di mata negara-negara Barat terlihat sebagai manusia kelas dua, dan  bahwa perbedaan sikap Barat terhadap konflik Palestina-Israel dan krisis Ukraina memperlihatkan standar ganda Barat.

 “Saya ingin menyinggung sejumlah topik yang tidak nyaman bagi rekan-rekan kami di Barat dan yang pada dasarnya penting untuk memahami situasi saat ini. Yang pertama adalah standar ganda yang mencolok dari delegasi Barat mengenai rakyat Palestina,” ungkap Nebenzia.

Dia menjelaskan, “Berapa kali delegasi Barat meminta pertemuan Dewan Keamanan mengenai Ukraina? Jawabannya ; setidaknya dua kali sebulan. AS dan Albania mengungkapkan keprihatinan mereka dengan segala cara mengenai aspek politik dari krisis ini, dan Perancis serta Ekuador memposisikan diri mereka sebagai pejuang untuk Ukraina dan untuk mengatasi konsekuensi dari krisis kemanusiaan. Berapa kali delegasi ini meminta pertemuan Dewan Keamanan mengenai masalah Palestina? Nol.”

Nebenzia menyoal, “Rekan-rekan, dari mana rasa malu ini berasal?” Atau apakah nasib penduduk Palestina kurang menarik bagi Anda jika dilihat dari panorama politik internal di ibu kota Anda?”

Dia menambahkan bahwa standar ganda Barat “dengan segala kemegahannya” juga terlihat dalam situasi krisis migrasi ke Uni Eropa.

Ia menekankan bahwa meskipun “pengungsi Ukraina diberikan segala macam keuntungan dan preferensi berdasarkan fakta bahwa mereka terbiasa dengan cara hidup seperti ini di tanah air mereka, pengungsi dari Afrika dan Timur Tengah ditahan di kamp-kamp dalam kondisi yang tidak manusiawi.”

Menyinggung kebungkaman negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB mengenai penghancuran bangunan dan pembunuhan ribuan anak-anak di Gaza, Nebenzia mengatakan: “Selama minggu-minggu ini, sebuah kebenaran yang sangat buruk menjadi jelas, yaitu bahwa bagi Barat, Palestina adalah warga negara kelas dua. Barat tidak tertarik untuk melindungi kepentingan mereka, dan inilah faktor utama dari berbagai persoalan yang dihadapi Dewan Keamanan dalam mengembangkan resolusi.”

Wakil Tetap Rusia untuk PBB membenarkan bahwa Israel memanfaatkan perpecahan di Dewan Keamanan, dengan dukungan Washington, untuk melanjutkan perang pembersihan etnis di Gaza. (raialyoum)