Rangkuman Berita Utama Timteng Kamis 25 Mei 2023

Jakarta, ICMES. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mendesak Iran agar mempertimbangkan kembali pasokan pesawat nirawak (UAV/drone) mematikan ke Rusia demi menghentikan keterjerumusan Iran ke “sisi gelap sejarah.”

Panglima Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Mayjen Hossein Salami, menegaskan bahwa musuh telah mundur dari berbagai negara Islam akibat resistensi.

Para pejabat Mesir mengatakan bahwa Mesir dan Iran diperkirakan akan bertukar duta besar dalam beberapa bulan mendatang, sebagai bagian dari proses yang ditengahi oleh Kesultanan Oman untuk menormalisasi hubungan antara kedua kekuatan regional tersebut.

Berita Selengkapnya:

Presiden Ukraina Minta Iran Stop Suplai Drone Mematikan ke Rusia

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mendesak Iran agar mempertimbangkan kembali pasokan pesawat nirawak (UAV/drone) mematikan ke Rusia demi menghentikan keterjerumusan Iran ke “sisi gelap sejarah.”

Drone Shahed buatan Iran yang dipasok ke Moskow telah memainkan peran utama dalam serangan Rusia di kota-kota dan infrastruktur, meskipun Zelenskiy mengatakan pertahanan udara Kyiv sekarang sudah mahir menjatuhkan drone Iran, dan mengklaim dapat merontokkan sekira 900 dari 1.160 drone yang ditujukan ke sasaran Ukraina.

“Pertanyaan sederhananya adalah apa kepentingan Anda menjadi kaki tangan teror Rusia?” cecar Zelenskiy dalam pernyataan videonya, Rabu (24/5).

“Apa keuntungan bagi Iran dari pembunuhan sinis seperti itu? Oleh tangan Rusia, tetapi dengan senjatamu, senjatamu…Shaheed-mu, yang meneror Ukraina setiap malam, hanya berarti orang Iran didorong semakin dalam ke sisi gelap sejarah,” sambungnya.

Rusia telah meningkatkan kerja sama militernya dengan Iran sejak meluncurkan invasi ke Ukraina pada Februari 2022.

Teheran awalnya membantah memasok drone Shahed ke Moskow, tetapi kemudian mengatakan bahwa pihaknya telah menyediakan sejumlah kecil pesawat seperti itu sebelum dimulainya konflik. (raialyoum)

Panglima IRGC: Musuh Mundur dari Negara-Negara Islam Berkat Resistensi

Panglima Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Mayjen Hossein Salami, Rabu (24/5),  menegaskan bahwa musuh telah mundur dari berbagai negara Islam akibat resistensi.

Salami menyatakan demikian dalam kata sambutan pada sebuah acara peringatan 41 tahun pembebasan kota barat daya Khoramshahr selama perang agresi Irak melawan Iran pada 1980-an, yang jatuh pada tanggal 3 Khordad dalam kalender matahari.

“Hari ini adalah peringatan peristiwa penting dalam sejarah negara kita setelah Revolusi 1979, yang mengembalikan Khoramshahr ke Iran tercinta, dan 3 Khordad adalah salah satu hari paling baik bagi bangsa ini,” kata Salami.

Dia menekankan bahwa apa yang terjadi selama perang yang dipaksakan Irak terhadap Iran tidak dapat dilupakan.

“Jika suatu negara tidak mempertahankan identitas, kemerdekaan, dan budayanya, itu akan dihapus dari sejarah selamanya dan akan direbut, dipermalukan, diserahkan, dan dibiarkan melarat,” tuturnya.

Mengenai agungnya kesyahidan dan perjuangan melawan musuh di berbagai negara Muslim, Salami mengatakan, “Di Yaman dan Lebanon, mereka mengatakan bahwa kami berdiri dengan dukungan kaum muda, dan semangat yang sama ada di Irak, Suriah, Afghanistan, dan Pakistan.”

Dia menambahkan, “Hari ini, kita melihat efek dari perjuangan dan kesyahidan itu berupa penarikan musuh dari tanah-tanah Islam dan keputusasaan Zionis serta kegagalan AS.”

Pasukan Iran merebut kembali kota pelabuhan strategis Khorramshahr selama operasi penting bersandi Beit al-Moqaddas pada tahun 1982, yang mengakhiri lebih dari 500 hari pendudukan Irak.

Selama operasi selama berminggu-minggu, sekitar 6.000 tentara Iran gugur dan hampir 24.000 lainnya terluka.

Mantan diktator Irak mendiang Saddam Hussein melancarkan perang dengan dukungan negara-negara besar dan sekutu mereka di wilayah tersebut pada 1980, setahun setelah kemenangan Revolusi Islam pada 1979.

Perang berakhir pada Agustus 1988, ketika Iran menerima Resolusi 598 Dewan Keamanan PBB yang menyatakan Saddam sebagai pemicu konflik. (presstv)

Mesir dan Iran akan Bertukar Kedutaan Besar

Para pejabat Mesir mengatakan bahwa Mesir dan Iran diperkirakan akan bertukar duta besar dalam beberapa bulan mendatang, sebagai bagian dari proses yang ditengahi oleh Kesultanan Oman untuk menormalisasi hubungan antara kedua kekuatan regional tersebut.

Dua pejabat  anonim Mesir mengatakan kepada surat kabar berbahasa Inggris The National milik Uni Emirat Arab (UEA) bahwa telah ada ada kesepakatan untuk rencana pertemuan antara Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan sejawatnya dari Iran, Sayid Ebrahim Raisi.

Mereka mengatakan pertemuan itu kemungkinan akan berlangsung pada akhir tahun ini.

Berita itu mengemuka beberapa hari setelah Sultan Oman, Haitham bin Thariq, melakukan kunjungan dua hari ke Mesir, dan berdiskusi dengan El-Sisi, termasuk mengenai hubungan Kairo dengan Teheran, menurut para pejabat.

Kedua pejabat itu mengatakan normalisasi hubungan Mesir dengan Iran menjamin itikad baik Teheran sehubungan dengan upaya Kairo untuk menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang lebih dekat dengan negara-negara seperti Irak, Suriah, dan Lebanon, di mana Iran memiliki pengaruh yang signifikan.

Menurut The National, diplomat tingkat menengah dan pejabat intelijen dari Iran dan Mesir telah mengadakan konsultasi tertutup tentang normalisasi hubungan sejak Maret lalu. Putaran terakhir pembicaraan ini diadakan awal bulan ini di Baghdad, yang pemerintahnya memiliki hubungan dekat dengan Teheran.

 â€œSelain hubungan bilateral, pembicaraan juga menyorot upaya pengurangan ketegangan di tempat-tempat di mana Iran memiliki pengaruh besar, seperti Yaman, Lebanon dan Suriah, dengan mendukung pemerintah-pemerintah sekutunya yang Syiah atau kelompok bersenjata,” lanjut The National.

The National  percaya bahwa “mencairnya hubungan antara Kairo dan Teheran akan menambah lapisan baru pada penataan kembali regional yang sedang berlangsung yang mengubah lanskap politik di kawasan.”

Hubungan Teheran dengan Kairo keruh sejak tergulingnya  Raja Iran Mohammad Reza Pahlevi oleh Revolusi Islam tahun 1979.

Pahlevi meninggal di Mesir pada tahun 1980 dan dimakamkan bersama anggota keluarganya yang lain, dan ini menyebabkan ketegangan antara Kairo dan Teheran.

Hubungan keduanya semakin memburuk ketika pemerintah Iran menamai sebuah jalan di Teheran dengan nama Khaled Islambouli, perwira militer Mesir yang memimpin kelompok yang menghabisi mantan Presiden Mesir Anwar Sadat dalam parade militer di Kairo tahun 1981.

Keadaan juga diperparah oleh apa yang dianggap Kairo sebagai campur tangan Iran dalam urusan internal negara-negara Arab seperti Irak, Suriah, Lebanon, dan Yaman.

Tidak seperti Arab Saudi, yang menutup kedutaannya di Teheran pada 2016, Mesir mempertahankan perwakilan diplomatik di Iran sejak Revolusi Islam. Namun, hanya kuasa usaha yang mengelola misinya di Teheran. Di pihak lain, Iran memiliki kedutaan yang berfungsi di Kairo. (raialyoum)