Rangkuman Berita Utama Timteng Kamis 22 September 2022

Jakarta, ICMES. Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi dalam pidato pada sidang tahunan ke-77 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS, menyerukan tuntutan hukuman terhadap mantan presiden AS Donald Trump atas pembunuhan jenderal legendaris Iran Qassem Soleimani.

Pasukan gabungan Yaman, Rabu (21/9), menggelar parade militer akbar sembari memamerkan beberapa senjata baru buatan dalam negeri.

Para pemimpin Israel dan Turki telah mengadakan pembicaraan tatap muka untuk pertama kalinya sejak tahun 2008,  menyusul mencairnya hubungan antara kedua negara.

Berita Selengkapnya:

Pidato di PBB, Presiden Iran Tuntut Hukuman atas Pembunuhan Jenderal Soleimani

Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi dalam pidato pada sidang tahunan ke-77 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS, menyerukan tuntutan hukuman terhadap mantan presiden AS Donald Trump atas pembunuhan jenderal legendaris Iran Qassem Soleimani.

Raisi memuji besarnya peran Iran dalam menghadapi sepak terjang kekuatan arogan di Timteng, termasuk berupa “terorisme buatan AS”, di mana berkat kepemimpinan Jenderal Soleimani, Iran berhasil menggagalkan plot yang bertujuan memanipulasi kontur negara-negara regional.

“Kami akan menindaklanjuti penuntutan yang adil atas kekejaman mantan presiden Amerika (Donald Trump) melalui pengadilan yang adil,” tegas Raisi.

Seperti diketahui, pembunuhan itu terjadi di dekat bandara Baghdad pada 3 Januari 2020 atas instruksi langsung Trump. Pembunuhan itu juga mengugurkan rekan-rekan Soleimani, termasuk wakil komandan pasukan relawan Irak Hashd Al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis.

“Komandan dan pahlawan perang melawan terorisme dan penghancur DAESH (ISIS), bukanlah siapa-siapa, melainkan Letnan Jenderal Qassem Soleimani,” ujar Raisi.

Dia memuji Soleimani sebagai “orang yang gugur syahid demi pembebasan bangsa-bangsa di kawasan.”

Presiden Raisi menambahkan bahwa penuntutan yang adil atas kekejaman yang telah diakui Trump sama dengan “melakukan layanan kemanusiaan” .

“Kami akan mengejar keadilan dan pengadilan terhadap orang yang melakukannya, dan orang yang memerintahkannya, melalui pengadilan yang adil dan sampai mencapai suatu hasil yang pasti,” ungkapnya.

Tatanan Baru

Presiden Raisi juga menyebutkan bahwa masyarakat internasional sedang menyongsong “era dan tatanan baru” yang menolak tatanan lama yang sepihak.

“Saat ini, kita berkumpul satu sama lain dalam keadaan, di mana kita dihadapkan pada fakta penting, yaitu memutar dan mengubah dunia,” tuturnya.

Dia menganggap tatanan lama dunia sebagai tatanan yang dicirikan oleh “unilateralisme”, “imperialisme”,  dan “prevalensi modal atas moralitas, kesetaraan, dan kebajikan”.

Presiden Iran juga menyebutkan beberapa ciri tatanan lama berupa meluasnya kemiskinan, diskriminasi, dan ketidaksetaraan,penyebaran kekerasan dan sanksi, dan pelanggaran hak-hak negara serta penyalahgunaan organisasi dan lembaga internasional untuk menekan negara-negara merdeka.

“Singkatnya, dunia yang tidak adil dalam setiap aspek,” tuturnya.

Namun, imbuhnya, tatanan yang tidak adil telah “kehilangan legitimasinya” di tengah opini dunia, dan pasti akan buyar mengingat keadaan saat ini di kawasan Timteng, dari Afghanistan hingga Irak, Lebanon, Palestina, dan Iran  menjadi manifestasi dari menurunnya status tatanan lama dunia. (presstv)

Gelar Parade Militer, Pasukan Yaman Pamerkan Senjata Baru Buatan Dalam Negeri

Pasukan gabungan Yaman, Rabu (21/9), menggelar parade militer akbar sembari memamerkan beberapa senjata baru buatan dalam negeri.

Pada puncak peringatan revolusi 21 September 2014, angkatan bersenjata Yaman menggelar parade militer di alun-alun Al-Sabeen, Sanaa, ibu kota Yaman, dan menampilkan beberapa senjata baru tersebut.

Selain beberapa helikopter militer yang telah direhabilitasi oleh para ahli Yaman, terlihat pula  rudal permukaan-ke-laut dan darat-ke-darat, drone, serta berbagai tipe peralatan militer di berbagai bidang darat, udara dan laut.

Disebutkan bahwa parade itu membawa “pesan yang jelas dan tegas kepada pimpinan koalisi agresor dan pihak-pihak yang peduli kepada masalah ini”, dan bahwa parade ini merupakan “ penjabaran atas pidato pemimpin revolusi, Sayid Abdul-Malik Badr al -Din al-Houthi, kemarin.”

Beberapa foto yang dirilis memperlihatkan rudal-rudal “Hatam”, “Karrar” dan “Falaq”. Pasukan Yaman belum mengumumkan rincian tentang jangkauan atau kemampuan destruktif rudal dan drone  yang mereka pamerkan.

Namun demikian, tentara Yaman tampak telah memproduksi senjata dan rudal dengan beragam tipe dan jangkauan meskipun mereka diblokade udara, laut dan darat secara total.

Pada parade tersebut Ketua Dewan Tinggi Politik Yaman di Sanaa, Mahdi Al-Mashat, untuk pertama kalinya terlihat berada di atas mobil lapis baja buatan AS hasil rampasan perang dalam pertempuran melawan pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi.

Di hari yang sama, rakyat Yaman turun ke jalan-jalan di kota barat laut Sa’ada dan berbagai daerah lain negara ini untuk menyuarakan kutukan mereka atas agresi dan kejahatan perang Saudi dan sekutunya.

Massa di Sa’ada mengibarkan bendera nasional Yaman, membentangkan spanduk, dan membawa poster Sayid Abdul-Malik al-Houthi sembari meneriakkan yel-yel perlawanan terhadap kubu agresor.

Mereka merilis deklarasi yang menegaskan bahwa Revolusi 21 September merupakan revolusi otentik rakyat Yaman sendiri tanpa dipengaruhi oleh negara lain, dan bahwa revolusi ini telah menggulung hegemoni asing sehingga menjadi salah satu kebangkitan yang paling terhormat dan sukses di dunia.

Seperti diketahui, Pada tahun 2014, rakyat Yaman bangkit melawan rezim korup yang didukung Saudi, Abd Rabbuh Mansur Hadi. Ketika gelombang aksi protes melanda Yaman, Ansarallah pada 21 September menguasai Sanaa menyusul kemajuan pesat mereka ke selatan dari benteng utara Saada.

Hampir enam bulan kemudian, koalisi yang dipimpin Arab Saudi melancarkan invasi militer ke Yaman dengan tujuan menumpas Ansarullah dan memulihkan rezim Hadi, namun gagal total meski mereka sempat bersumbar akan berhasil menumpas Ansarullah dalam hitungan minggu atau bahkan hari. (alalam)

Pertama Sejak 2008, Presiden Turki Adakan Pertemuan dengan Perdana Menteri Israel

Para pemimpin Israel dan Turki telah mengadakan pembicaraan tatap muka untuk pertama kalinya sejak tahun 2008,  menyusul mencairnya hubungan antara kedua negara.

Perdana Menteri Israel Yair Lapid dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengadakan pertemuan pada hari Selasa di sela-sela Majelis Umum PBB, menurut sebuah pernyataan dari kantor Lapi, Selasa (20/9).

Hubungan Israel-Turki yang semula membeku sekian lama akibat krisis Palestina mulai mencair dan menghangat dalam beberapa bulan terakhir di mana sektor energi muncul sebagai bidang kerjasama yang potensial.

Kedua negara secara resmi memulihkan hubungan diplomatik penuh pada Agustus lalu, termasuk pertukaran duta besar.

Kantor Lapid menyebutkan bahwa selain membahas energi, Lapid berterima kasih kepada Erdogan karena telah berbagi intelijen negara dan mengindahkan permintaan Israel untuk kepulangan empat warganya , termasuk dua tentara, yang hilang di Jalur Gaza.

Hubungan antara kedua belah pihak bermasalah sejak Perang Gaza 2008-2009 dan tewasnya sembilan warga sipil Turki dalam serangan Israel tahun 2010 terhadap kapal bantuan Turki Mavi Marmara yang  mencoba menjebol blokade Israel atas Gaza.

Upaya rekonsiliasi dilakukan pada tahun 2016 hingga menyebabkan pertukaran kembali duta besar, namun gagal setelah Israel menanggapi protes perbatasan 2018-2019 di Gaza dengan membunuh lebih dari 260 orang Palestina. Turki memanggil kembali para diplomatnya dan menyuruh utusan Israel meninggalkan Turki pada 2018.

Pemulihan hubungan dilakukan belakangan ini hingga menghasilkan kunjungan Presiden Israel Isaac Herzog ke Turki pada bulan Maret lalu.

Selanjutnya, Menteri luar negeri Turki Mevlut Cavusoglu berkunjung ke Quds (Yerussalem) pada akhir Mei lalu ketika sejawat Zionisnya saat itu Yair Lapid mengumumkan “babak baru” dalam hubungan antara kedua negara. (aljazeera)