Rangkuman Berita Utama Timteng Kamis 17 Februari 2022

Jakarta, ICMES. Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman ditengara mengikuti jejak normalisasi hubungan secara terbuka dengan Rezim Zionis Israel dalam perjanjian rahasianya dengan sekutunya di Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA).

Pemerintah Turki sejak satu setengah tahun lalu mengelola kanal perundingan rahasia dengan sejumlah negara di kawasan, termasuk Israel, “dengan tujuan bisa jadi menyediakan tempat lain untuk gerakan Hamas”, demikian diungkap surat kabar Turki Hurriyet.

Hossein Amir Abdollahian mengatakan bahwa Teheran tidak dapat mempercayai jaminan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden bahwa Washington tidak akan meninggalkan kesepakatan nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) lagi karena AS sebelumnya telah melakukan pelanggaran.

Sekjen Hizbullah Sayid Hassan Nasrallah menyatakan bahwa kelompok pejuang yang dipimpinnya memroduksi drone dan mampu memodifikasi ribuan rudal biasa menjadi rudal berpresisi.

Berita Selengkapnya:

Sayid Nasrallah: Hizbullah Membuat Drone dan Sanggup Menyulap Rudal Biasa Menjadi Rudal Presisi

Sekjen Hizbullah Sayid Hassan Nasrallah menyatakan bahwa kelompok pejuang yang dipimpinnya memroduksi drone dan mampu memodifikasi ribuan rudal biasa menjadi rudal berpresisi.

“Sudah sekian lama kami mulai memroduksi drone di Lebanon, dan orang yang berminat membeli silakan mengajukan permohonan,” ungkapnya dalam sebuah pidato pada peringatan mengenang para martir, Rabu (16/2).

Dia juga menegaskan, “Kami sudah memiliki kemampuan mengubah ribuan rudal kami menjadi rudal berpresisi, dan kami sudah memulai hal itu sejak beberapa tahun silam. Kami telah mengubah sejumlah besar rudal kami menjadi rudal presisi. Kami tak perlu mendatangkannya dari Iran.”

Sayid Nasrallah memastikan bahwa Hizbullah terus melanjutkan jejak para martir dalam melawan ketamakan musuh, melindungi Lebanon, menolong Palestina, dan “kubu resistensi akan tetap pada ikrarnya meskipun menghadapi segala konspirasi dan tekanan.”

Sayid Nasrallah menyebutkan bahwa sebagian orang beranggapan bahwa masa depan adalah milik Israel dan karena itu mereka bergegas menormalisasi hubungan dengan Israel, namun “gerakan-gerakan resistensi di kawasan, termasuk Hizbullah, justru berkeyakinan bahwa entitas pendudukan (Israel) ini temporal dan sedang mengalami kemunduran” sejak tahun 1985 ketika kubu resistensi memaksanya mundur dari sabuk keamanan.

“Rezim pendudukan ini jatuh dengan adanya prestasi kubu resistensi dan kemenangannya di Palestina dan Lebanon… Para pemimpin senior dan analis musuh mengkonfirmasi bahwa Israel dalam kondisi meluruh, dan kemusnahannya adalah masalah waktu… Orang-orang Israel sendiri mengkonfirmasi bahwa Israel berhadapan dengan tiga ancaman, termasuk krisis sosial dan disintegrasinya,” terangnya.  

Menurutnya, ada penurunan mental orang Israel dalam peperangan dan kepercayaan mereka kepada tentara bersamaan dengan meningkatnya keinginan mereka untuk meninggalkan tanah pendudukan.

“Kami serukan kepada orang-orang Israel untuk meninggalkan Palestina, dan kami siap menanggung biaya tiket perjalanan mereka,” imbuhnya.

Sayid Nasrallah memastikan bahwa kampanye anti-Poros Resistensi hanyalah “debu yang berserakan”. (raialyoum)

Media Turki: Ankara Bermaksud Mengusir Para Petiggi Hamas dan Hentikan Bantuan

Pemerintah Turki sejak satu setengah tahun lalu mengelola kanal perundingan rahasia dengan sejumlah negara di kawasan, termasuk Israel, “dengan tujuan bisa jadi menyediakan tempat lain untuk gerakan Hamas”, demikian diungkap surat kabar Turki Hurriyet.

Dikutip Rai Al-Youm, Rabu (16/2), surat kabar terkemuka Turki itu melaporkan hal tersebut sembari menuliskan; “Perundingan yang paling intensif adalah dengan Israel, yang menginginkan terlaksananya pengusiran para aktivis Hamas”.

Menurut Hurriyet, Ankara telah memberitahu Hamas bahwa “para pemangku kedudukan militer Hamas tak akan pernah tinggal di Turki” dan bahwa “tak akan tersedia bantuan militer kepada gerakan ini”,  namun aktivitas politiknya tetap berlanjut di Turki.

Surat kabar Israel HaYom menyebutkan bahwa Tel Aviv sejauh ini belum mengkonfirmasi laporan Hurriyet tersebut.

Menurut situs Walla Israel, seorang pejabat politik senior Israel menyinggung koomunikasi Tel Aviv dengan Ankara serta kemungkinan kunjungan Presiden Israel Isaac Herzog ke Turki, dan menilai Israel tidak menetapkan persyaratan pada Turki sebagai imbalan atas kunjungan Herzog.

 â€œKami bekerja dengan hati-hati dalam masalah Turki,” lanjut pejabat itu.

Dia juga mengatakan, “Tentu saja, proses pemulihan hubungan sangat hati-hati, ada indikasi di sana-sini, dan kami melihat, misalnya, adanya aktivitas Turki yang berlipat ganda melawan terorisme yang membidik kami di wilayahnya.”

Hanya saja, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu sebelumnya mengatakan bahwa jika Turki menormalisasi hubungannya dengan Israel maka “Turki tidak akan mengubah kebijakannya terhadap orang-orang Palestina dan tidak akan membelakangi mereka.”

Cavusoglu menyatakan demikian ketika terjadi kontak lanjutan antara Ankara dan Tel Aviv mengenai pengaturan  kunjungan Herzog ke Turki dalam beberapa minggu mendatang. (raialyoum)

Presiden AS Sulit Diharap, Iran Minta Kongres Turun Tangan

Hossein Amir Abdollahian mengatakan bahwa Teheran tidak dapat mempercayai jaminan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden bahwa Washington tidak akan meninggalkan kesepakatan nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) lagi karena AS sebelumnya telah melakukan pelanggaran.

Dalam wawancara eksklusif dengan Financial Times, Amir Abdollahian menyebut Washington telah gagal memenuhi permintaan Iran untuk jaminan bahwa tidak ada pihak yang dapat meninggalkan kesepakatan nuklir seperti yang dilakukan AS di bawah mantan Presiden Donald Trump pada tahun 2018. Teheran juga mendesak supaya semua sanksi yang dijatuhkan oleh Trump dicabut.

“Pada prinsipnya, opini publik di Iran tidak dapat menerima sebagai jaminan kata-kata seorang kepala negara, apalagi AS, akibat penarikan diri Amerika dari JCPOA,” katanya, seperti dikutip Fars, Selasa (16/2).

Para ahli mengatakan hampir tidak mungkin pemerintahan Joe Bide memberikan jaminan hukum yang diminta Teheran. Namun, Amir Abdollahian mengaku telah meminta para perunding Iran mengusulkan kepada pihak-pihak Barat bahwa “setidaknya parlemen atau ketua parlemen mereka, termasuk Kongres AS, dapat menyatakan dalam bentuk pernyataan politik komitmen mereka terhadap perjanjian dan kembali ke implementasi JCPOA” .

  “Komitmen Iran sejelas rumus matematika. Sangat jelas apa yang harus kita lakukan dan bagaimana langkah-langkah ini akan diverifikasi melalui IAEA (Badan Energi Atom Internasional). Karena itu, pihak lain tidak dapat memiliki kepedulian; Tapi kami tetap prihatin terutama tentang jaminan (bahwa AS tidak akan menarik diri),” terangnya.

Mengekspresikan frustrasi Teheran terhadap sikap Washington dalam pembicaraan selama berminggu-minggu di Wina karena berisiko terhenti, Amir Abdollahian menambahkan, “Kami menghadapi masalah selama periode ini karena pihak lain tidak memiliki inisiatif serius.”

Dia mengatakan bahwa Iran ingin negosiasi mengarah pada “pencabutan total” sanksi. Tantangannya, bagaimanapun, adalah bahwa pemerintahan Biden bersedia untuk menghapus sanksi ekonomi yang disahkan oleh Trump.

Menteri Luar Negeri Iran mengatakan para pejabat AS telah mengirim “banyak pesan” untuk melakukan pembicaraan langsung dengan Iran, tetapi mengesampingkan langkah demikian.

Sementara itu, perunding senior Iran menyatakan bahwa “kesepakatan nuklir sudah jauh lebih dekat daripada sebelumnya”, namun dia juga memperingatkan, “Tapi selagi tak ada kesepakatan atas segala sesuatunya maka tak akan pula kesepakatan atas suatu apapun.” (fna/alalam)

Bin Salman Menuju Normalisasi Hubungan Terbuka dengan Israel

Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman ditengara mengikuti jejak normalisasi hubungan secara terbuka dengan Rezim Zionis Israel dalam perjanjian rahasianya dengan sekutunya di Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA).

Lembaga The Washington Institute menyatakan bahwa kunjungan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett ke Bahrain pada pekan ini dan kompetisi diplomatik antara Manama dan Abu Dhabi juga menunjukkan adanya potensi kemajuan mendadak dalam hubungan Riyadh dengan Tel Aviv.

Lembaga think tank AS itu menyebutkan, “Kelebihan utama Bahrain adalah bahwa negara ini terkait langsung dengan Arab Saudi, dan merupakan bagian integral dari ekonomi Saudi, sehingga Riyadh mengizinkan dan bahkan mendorong peningkatan hubungan Bahrain dengan pendudukan.”

Menurut The Washington Institute,  kunjungan perdana menteri Israel ke Bahrain dan perjalanannya ke sana melalui angkasa Saudi meningkatkan spekulasi dekatnya masa pengumuman hubungan resmi Saudi-Israel.

Senada dengan ini, surat kabar The New York Times melaporkan bahwa kunjungan Perdana Menteri Israel ke Bahrain mengisyaratkan dukungan diam-diam kepada hubungan Israel yang lebih besar dengan Saudi di masa mendatang.

Surat kabar AS ini menyebutkan bahwa para pemimpin Saudi telah berulang kali mengindikasikan kemungkinan kesiapan mereka untuk mengubah sikap resmi mereka terhadap Israel, terutama ketika Mohammed bin Salman mengambil alih takhta di kerajaan. (alalam)