Rangkuman Berita Utama Timteng Jumat 24 September 2021

Jakarta, ICMES. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh, Kamis (23/9), menyatakan bahwa perundingan negara ini dengan Arab Saudi yang dimulai pada beberapa bulan lalu telah menghasilkan “kemajuan serius” mengenai keamanan Teluk Persia.

Ansarullah berhasil membebaskan sepenuhnya provinsi strategis Al-Baida dalam operasi militer bersandi “Fajar Kebebasan”.

Kantor berita Turki Anadolu menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan negara-negara Arab mau tidak mau harus menjalin hubungan lagi dengan pemerintah Suriah.

Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) membantah laporan Reuters bahwa Sudan telah menyita aset-aset Hamas di negara ini, yang mencakup hotel, properti, perusahaan, tanah dan money changer.

Berita Selengkapnya:

Iran Nyatakan Adanya Kemajuan dalam Perundingan dengan Saudi tentang Keamanan Teluk

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh, Kamis (23/9), menyatakan bahwa perundingan negara ini dengan Arab Saudi yang dimulai pada beberapa bulan lalu telah menghasilkan “kemajuan serius” mengenai keamanan Teluk Persia.

Khatibzadeh mengatakan bahwa kedua pihak telah menjalani perundingan yang “bagus” mengenai hubungan bilateral yang terputus antara keduanya sejak lebih dari lima tahun lalu.

“Kemajuan mengenai keamanan Teluk Persia sangat serius,” ungkapnya, tanpa menyebutkan rincian kemajuan perundingan tersebut.

Iran dan Saudi telah menjalankan beberapa putaran perundingan di Baghdad dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini diungkap pertama kali pada April lalu dan tercatat sebagai komunikasi langsung pertama kali antara keduanya setelah Riyadh memutus hubungan diplomatiknya dengan Teheran pada Januari 2016.

Khatibzadeh membuat pernyataan tersebut dari New York, AS, di mana delegasi Iran mengikuti sidang-sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).  Dalam sidang ini Raja Salman bin Abdul Aziz dari Arab Saudi dalam pidatonya pada Rabu lalu mengungkapkan harapannya agar perundingan Saudi dengan Iran dapat membuahkan “hasil-hasil signifikan” untuk membangun kepercayaan.

Khatibzadeh kembali menekankan pendirian negaranya bahwa urusan regional dan hubungan antarnegara harus terbangun dalam kerangka regional tanpa campur tangan asing.

“Jika perintah Arab Saudi serius mempedulikan pesan Iran bahwa solusi problema di kawasan terletak di dalam kawasan itu sendiri maka kita akan dapat memiliki hubungan yang stabil dan serius antara kedua negara penting di kawasan, Iran dan Saudi, ini” ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa “komunikasi” antara kedua negara yang dimulai sejak masa presiden Iran sebelumnya, Hassan Rouhani, masih berlanjut setelah Sayid Ebrahim Raisi menggantikan Rouhani sejak Agustus lalu. (raialyoum)

Ansarullah Kuasai Penuh Provinsi Al-Baida, Ratusan  Teroris Takfiri Terbunuh dan Terluka

Juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman yang bersekutu dengan Ansarullah (Houthi) Brigjen Yahya Saree, menyatakan bahwa pasukan Yaman kubu Sanaa yang terdiri atas tentara Yaman dan para pejuang Lijan Shaabiya yang berafiliasi dengan Ansarullah berhasil membebaskan sepenuhnya provinsi strategis Al-Baida dalam operasi militer bersandi “Fajar Kebebasan”.

Dia menyebutkan bahwa operasi tersebut menyasar sarang-sarang kelompok teroris Al-Qaeda dan ISIS, yang menjalin komunikasi dengan pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi, dan dalam tempo 48 jam pasukan Yaman berhasil membebaskan distrik Al-Soumaah, Maswarah dan beberapa bagian wilayah Makiras dengan total luas 2700 km persegi.

“Dalam gerak maju pasukan kami untuk pembasmian anasir takfiri, jet-jet tempur koalisi agresor telah melancarkan lebih dari 30 serangan demi melindungi teroris dan mencegah gerak maju pasukan kami. Dalam operasi ini pasukan rudal dan drone kami melancarkan 10 operasi serangan ke posisi-posisi musuh. Dengan operasi ini provinsi Al-Baida berhasil dibebaskan sepenuhnya,” ungkap Saree, Kamis (23/9).

Dia juga menjelaskan, “Dalam operasi Fajar Kebebasan sekira 230 anasir takfiri dan antek musuh terbunuh, terluka dan tertawan, dengan rincian; 70 takfiri dan antek terbunuh, 120 lainnya terluka, 40 orang tertawan, dan 10 kendaraan lapis baja dan non lapis baja hancur atau rusak.  Pasukan Yaman telah merebut banyak perlengkapan militer dan amunisi, dan mengendalikan 70 kamp takfiri. Pasukan kami juga berhasil membebaskan sejumlah warga yang disandera oleh para takfiri.”

Yahya Saree menambahkan, “Begitu daerah-daerah ini berhasil dibebaskan dan dibersihkan, pihak-pihak yang bertanggungjawab di sana, terutama pemerintah lokal, ditugaskan memulihkan keadaan bersama Angkatan Bersenjata. Penduduk Al-Baida sekarang berada di sisi saudara-saudara mereka dari Angkatan Bersenjata, Lijan Shaabiya dan pasukan keamanan untuk menjaga keamanan dan stabilitas daerah mereka. Kami mengkonfirmasi pentingnya peran suku-suku Al-Baida, para pemuka dan tokoh masyarakat serta penduduk dalam pertempuran yang determinan secara nasional ini.”

Provinsi Al-Baida dinilai sangat strategis karena terletak di bagian tengah Yaman dan bersebelah dengan delapan provinsi penting, yaitu Sanaa, Dhamar, Ma’rib, Ibb, Lahij, Abyan, Shabwah dan Dalea. Al-Qaeda dan ISIS semula beraktivitas di beberapa daerah provinsi ini demi kepentingan pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi. Dalam beberapa bulan terakhir, tentara Yaman dan pasukan Lijan Shaabiya bergerak maju di provinsi tersebut hingga kemudian berhasil menguasainya secara penuh. (fna)

Media Turki: Negara-Negara Arab Terpaksa Pulihkan Hubungan dengan Suriah

Sebagian orang percaya bahwa Perang Suriah berakhir pada hasil yang menguntungkan pemerintah Suriah dengan keluarnya kelompok-kelompok militan bersenjata dari kawasan sekitar Damaskus dan provinsi Daraa, dan kemungkinan tergulingnya pemerintah Damaskuspun pupus.

Bertolak dari catatan tersebut, kantor berita Turki Anadolu menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan negara-negara Arab mau tidak mau harus menjalin hubungan lagi dengan pemerintah Suriah, setelah keanggotaan Suriah di Liga Arab dibekukan sejak tahun 2011, dan meskipun banyak negara Arab di awal-awal perang Suriah memberikan dukungan politik, dana dan senjata kepada kelompok-kelompok pemberontak dan teroris di Suriah.

Suriah sejak awal tidak terkucil sepenuhnya, karena sejumlah negara Arab di kawasan Afrika utara, Oman, Irak dan Mesir menyatakan netral dan bahkan menjalin komunikasi dengan pemerintah Suriah.

Anadolu, seperti dikutip Fars, Kamis (23/9), menyebutkan bahwa intervensi militer Rusia di Suriah sejak tahun 2015 dan dukungan Iran kepada Suriah membuat pemerintah Suriah tetap dapat bertahan dan terjauh dari ketergulingan secara militer. Karena itu, banyak negara Arab segera memahami realitas ini sehingga kembali menjalin hubungan dengan Damaskus.

Menurut Anadolu, perkembangan terpenting yang membuat negara-negara Arab mengubah sikap ialah kekalahan kubu oposisi Suriah dalam  perang di Aleppo pada awal-awal tahun 2017, dan kemudian pada tahun 2018 kubu itu kalah dalam perang di kawasan sekitar Damaskus dan Provinsi Daraa, yang menyebabkan mereka angkat tangan dan menyerahkan senjata kepada tentara Suriah.

Anadolu mencatat bahwa Uni Emirat Arab dan Bahrain membuka kembali Kedubesnya di Damaskus pada akhir-akhir tahun 2018, dan Omanpun mengirim kembali Dubesnya ke sana pada Oktober 2020. Dan terdapat pula laporan-laporan bahwa Arab Saudipun juga berusaha membuka kanal komunikasi langsung dengan pemerintah Suriah sehingga bahkan Kepala Badan Intelijen Saudi Khalid Al-Humaidan berkunjung ke Damaskus dan mengadakan pertemuan dengan Presiden Bashar Al-Assad dan Kepala Biro Keamanan Nasional Suriah Ali Mamlouk.

Menurut Anadolu, AS mengetahui adanya perundingan Suriah-Saudi. Dan sebelum itu, Menteri Pariwisata Suriah Mohammad Rami  Martini menghadiri sebuah sidang di Riyadh pada bulan Maret lalu, dan ini tercatat sebagai kunjungan pertama pejabat Suriah ke Riyadh sejak tahun 2011.

Selain itu, lanjut Anadolu, Menteri Pertahanan Suriah mengadakan pertemuan dengan Kepala Staf Angkatan Bersenjata dan beberapa pejabat Yordania lain. Yordania memutuskan dukungannya kepada oposisi dan militan Suriah, dan mengizinkan pengiriman gas Mesir ke Lebanon melalui Suriah. Pemerintah Suriah juga berusaha memulihkan hubungannya secara penuh dengan Irak dan Lebanon sehingga belakangan ini delegasi resmi Lebanon berkunjung ke Suriah dan mengadakan pertemuan dengan para pejabat Damaskus. (fna)

Hamas Bantah Punya Aset yang Disita di Sudan

Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) membantah laporan Reuters bahwa Sudan telah menyita aset-aset Hamas di negara ini, yang mencakup hotel, properti, perusahaan, tanah dan money changer.

Jubir Hamas Sami Abu Zuhri, Kamis (23/9), menyatakan pihaknya tidak berinvestasi di Sudan, dan klaim dalam laporan itu mengemuka akibat perkembangan situasi politik di Sudan, namun dia mengakui bahwa kehadiran Hamas di Sudan melemah.

“Sayang sekali, beberapa tindakan telah menyebabkan melemahnya kehadiran Hamas di Sudan, dan hubungan diplomatik Hamas dengan negara ini sekarang terbatas,” ujarnya.

Pada tahun 2020, terdorong oleh keinginan terhapus dari daftar negara teroris dan akibat tekanan AS, Sudan menandatangai perjanjian normalisasi hubungan dengan Rezim Zionis Israel, dan beberapa bulan kemudian AS menghapus Sudan dari daftar tersebut.

Seorang diplomat AS yang pernah bertugas di Sudan mengatakan bahwa “penutupan jaringan Hamas” di Sudan merupakan salah satu tema pembicaraan AS dengan Sudan. Dalam konteks ini, AS telah menyerahkan kepada Sudan daftar nama perusaaan yang diminta AS supaya ditutup di Sudan. (fna)