Jakarta, ICMES. Pemimpin Besar Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei menegaskan bahwa Iran mendukung faksi-faksi pejuang resistensi anti-Israel, namun aksi dan keputusan ada di tangan mereka.
Kelompok pejuang Resistensi Islam Irak (IRI) mengumumkan pihaknya telah melancarkan serangan yang ditujukan terhadap pembangkit listrik di Tel Aviv di wilayah pendudukan Palestina, sebagai tanggapan atas agresi Zionis terhadap warga Palestina yang terblokade di Jalur Gaza dan demi mendukung perlawanan para pejuang Gaza.
Seorang pejabat senior Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) menyatakan bahwa faksi resistensi ini telah menunjukkan “fleksibilitas” dalam merumuskan proposal terbaru untuk gencatan senjata di Jalur Gaza, namun Israel menanggapinya “negatif”.
Berita selengkapnya:
Ayatullah Khamenei: Kami Dukung Para Pejuang Anti Israel, Tapi Keputusan di Tangan Mereka
Pemimpin Besar Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei menegaskan bahwa Iran mendukung faksi-faksi pejuang resistensi anti-Israel, namun aksi dan keputusan ada di tangan mereka.
Hal itu dia nyatakan dalam kata sambutannya pada pertemuan dengan berbagai lapisan masyarakat ibu kota, Teheran, pada momen sambutan Tahun Baru kalender nasional Iran pada Rabu malam (20/3),.
“Masalah Gaza menunjukkan betapa besarnya kezaliman terhadap rakyat Palestina, karena ada lebih dari 30.000 orang yang gugur syahid dalam waktu singkat, sementara masyarakat beradab hanya diam berpangku tangan,” ujarnya.
Ayatullah Khamenei mengingatkan bahwa ribuan warga Palestina terbunuh dan mengungsi dari rumah mereka di Jalur Gaza di depan mata dunia, namun dunia yang beradab tidak hanya berdiam diri terkait Gaza, melainkan juga bahkan mengirimkan senjata ke entitas Zionis Israel.
Dia mengatakan bahwa isu Palestina menyoroti hak untuk membentuk front perlawanan di Asia Barat, dan menekankan perlunya memperkuat front ini.
“ Ada yang mengatakan apa manfaatnya membentuk poros resistensi, dan saat ini Gaza telah membuktikan pentingnya poros ini, sehingga harus semakin diperkuat,” tegasnya.
“Setiap orang harus memikirkan perlawanan terhadap kezaliman, dan poros ini adalah untuk melawan kejahatan Zionis terhadap rakyat Palestina, mengingat bahwa front perlawanan menunjukkan sifat dan kemampuan aslinya selama serangan Israel baru-baru ini di Gaza,” imbaunya.
Dia menambahkan, “Lihatlah perlawanan Hamas dan faksi-faksi perlawanan di Irak, Yaman dan Lebanon, yang telah memperlihatkan kemampuannya dan mencemaskan AS. AS berusaha mengendalikan Suriah dan Irak, namun perhitungan mereka keliru, dan mereka tidak bisa tetap berada di kawasan.”
Pemimpin Besar Iran menilai AS telah mengambil keputusan terburuk mengenai Gaza dan tak dapat diterima di tingkat dunia. Menurutnya, masuknya Israel ke Gaza justru menjerumuskan rezim Zionis ke dalam kubangan yang membuatnya tak bisa keluar darinya, dan kalaupun keluar maka keluar dalam keadaan kalah.
Dia lantas menegaskan, “Kami mendukung faksi perlawanan Islam, tetapi gerakan dan keputusan ada di tangan faksi-faksi itu.” (alalam)
Para Pejuang Irak Serang Stasiun Pembangkit Listrik di Tel Aviv
Kelompok pejuang Resistensi Islam Irak (IRI) mengumumkan pihaknya telah melancarkan serangan yang ditujukan terhadap pembangkit listrik di Tel Aviv di wilayah pendudukan Palestina, sebagai tanggapan atas agresi Zionis terhadap warga Palestina yang terblokade di Jalur Gaza dan demi mendukung perlawanan para pejuang Gaza.
Serangan itu dilancarkan sekira 24 jam setelah IRI mengumumkan serangan drone terhadap Bandara Ben Gurion di Israel.
Pada dini hari Senin lalu, IRI juga mengumumkan serangan drone mereka terhadap pangkalan drone tentara Israel di wilayah pendudukan Golan Suriah.
Pekan lalu mereka juga menyerang Bandara Ben Gurion Israel dengan melesatkan drone kamikaze.
Pada tanggal 5 Maret, IRI juga menyerang pembangkit listrik di Bandara Haifa dengan menggunakan drone, sementara beberapa hari sebelumnya mereka menggempur stasiun bahan kimia di Pelabuhan Haifa.
Awal Februari lalu, IRI menyerang sasaran di kota Eilat di Israel dengan drone.
Pada tanggal 25 Januari, mereka menghantam pelabuhan Ashdod di Israel dengan drone, beberapa hari setelah mereka mengaku juga telah mengebom pelabuhan Ashdod di Israel dengan drone, dan menyatakan bahwa pelabuhan Ashdod berjarak sekitar 1.000 kilometer dari Bagdad, ibu kota Irak.
Faksi-faksi pejuangt di Irak telah memperingatkan AS bahwa mereka akan meningkatkan jumlah operasi bersenjata, sebagai tanggapan atas “pemberian bantuan militer yang terus menerus oleh Washington kepada tentara Israel, yang membunuh warga sipil di Jalur Gaza dan Lebanon selatan.” (alalam)
Israel Tanggapi Negatif Usulan Hamas untuk Gencatan Senjata di Gaza
Seorang pejabat senior Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) menyatakan bahwa faksi resistensi ini telah menunjukkan “fleksibilitas” dalam merumuskan proposal terbaru untuk gencatan senjata di Jalur Gaza, namun Israel menanggapinya “negatif”.
Osama Hamdan, seorang pejabat Hamas di Lebanon, menyatakan demikian pada konferensi pers di Beirut pada hari Rabu (20/3), ketika putaran baru perundingan, yang melibatkan mediator Mesir, Qatar dan AS, sedang berlangsung di Doha dengan tujuan mengupayakan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.
“Gerakan ini menanggapi tuntutan para mediator… dan menunjukkan fleksibilitas yang membuka jalan bagi tercapainya kesepakatan,” ujar Hamdan.
Namun, sambungnyaa, para mediator “memberi tahu kami tentang sikap rezim okupasi (Israel) terhadap usulan tersebut… Ini adalah tanggapan negatif secara umum dan tidak memenuhi tuntutan dan perlawanan rakyat kami, dan bahkan menyimpang dari” perjanjian sebelumnya.
Hamdan juga mengatakan bahwa Israel mengulur-ulur waktu “untuk menghambat negosiasi dan mungkin membawanya ke jalan buntu.”
Menurutnya, Israel juga meningkatkan agresinya di Gaza pada setiap putaran perundingan gencatan senjata sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan di meja perundingan.
“Kami tegaskan kembali bahwa apa yang tidak dapat dicapai oleh rezim pendudukan melalui pertempuran militer dan kejahatan genosida, tidak akan dapat dicapai dengan tipu muslihat politik dan permainan negosiasi,” tegas Hamdan.
Petinggi Hamas di Lebanon itu menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu “penjahat”, kabinetnya yang “teroris”, dan semua pendukung serangan berdarah di Gaza bertanggung jawab atas kegagalan upaya yang bertujuan mencapai kesepakatan pertukaran tahanan.
Dia juga mendesak pemerintahan Presiden AS Joe Biden berhenti mengirim senjata ke Israel dan memberikan dukungan ekonomi dan keuangan kepada rezim pendudukan.
Dia lantas menegaskan, “Rakyat kami, dengan kesabaran, ketabahan, dan pengorbanan mereka, serta perlawanan kami dengan keberanian, kekuatan, dan manajemen yang kompeten dalam pertempuran ini, tidak akan membiarkan musuh, NAZI dan rezim fasisnya mengganti kerugian mereka di Gaza melalui jalur permainan politik dan memperpanjang negosiasi gencatan senjata.”
Israel mengobarkan perang brutal yang didukung AS di Jalur Gaza pada tanggal 7 Oktober setelah Hamas melakukan operasi serangan bersandi Badai Al-Aqsa terhadap entitas perampas tersebut sebagai pembalasan atas kekejaman rezim yang semakin intensif terhadap rakyat Palestina.
Namun, hampir enam bulan setelah serangan, rezim Tel Aviv gagal mencapai tujuannya “menumpas Hamas” dan menemukan tawanan Israel, meskipun telah menewaskan sedikitnya 31.923 warga Palestina, yang sebagian besarnya adalah kaum perempuan dan anak-anak, serta melukai 74.096 lainnya. (presstv)