Rangkuman Berita Utama Timteng Jumat 12 April 2019

sudan omar al-bashirJakarta, ICMES: Para pengunjuk rasa di Sudan bertekad melanjutkan kampanye reformasi mereka, hanya selang beberapa jam setelah pihak militer mengumumkan bahwa pemerintahan presiden Omar al-Bashir akan digantikan oleh dewan transisi yang dipimpin oleh militer.

Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ ICC) mendesak otoritas Sudan supaya menyerahkan presiden termakzul Omar al-Bashir kepada ICC atas dakwaan telah melakukan kejahatan perang.

Iran menyambut baik kabar keputusan Mesir menolak bergabung dengan gagasan yang dicanangkan Amerika Serikat untuk pembentukan aliansi Arab ala NATO, yang berfokus terutama pada gerakan anti-Iran.

Rusia menilai keputusan Amerika Serikat (AS) memasukkan pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dalam daftar teroris sebagai kelanjutan upaya Washington untuk menjelek-jelekkan Iran.

Berita selengkapnya:

Al-Bashir Digulingkan Militer, Massa Lanjutkan Aksi Unjuk Rasa

Para pengunjuk rasa di Sudan bertekad untuk melanjutkan kampanye reformasi demokrasi mereka, hanya selang beberapa jam setelah pihak militer negara ini pada Kamis (11/4/2019) mengumumkan bahwa pemerintahan presiden Omar al-Bashir yang telah berkuasa selama 30 tahun akan digantikan oleh dewan transisi yang dipimpin oleh militer.

Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di TV pemerintah, menteri pertahanan Sudan Jenderal Ahmed Awad Ibn Auf mengatakan al-Bashir telah ditangkap, dan tentara akan mengambil alih selama dua tahun, setelah pemilihan umum yang telah dijadwalkan.

Perwira tinggi angkatan darat itu menjelaskan bahwa para tahanan politik akan dibebaskan, tapi keadaan darurat akan berlanjut selama tiga bulan, jam malam dari pukul 22:00 hingga 04:00 waktu setempat akan diberlakukan setidaknya selama sebulan, dan  semua pelabuhan akan tetap ditutup selama 24 jam.

Pengambilalihan militer terjadi setelah sejak beberapa bulan lalu terjadi gelombang protes yang meningkat pada akhir pekan lalu ketika ribuan demonstran memulai aksi duduk di luar komplek kementerian pertahanan di pusat kota Khartoum.

Penggulingan al-Bashir semula disambut gembira oleh massa di jalan-jalan Khartoum, tapi sukkacita itu kemudian segera berubah menjadi kemarahan ketika ada kejelasan mengenai rincian pemerintahan baru.

Penolakan para pengunjuk rasa terhadap penguasa baru menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya pertumpahan darah jika militer memutuskan untuk bertindak tegas.

Keputusan militer untuk memberlakukan jam malam pada Kamis malam menjadi tantangan paling cepat bagi para aktivis pro-demokrasi, dan secara tidak langsung memerintahkan pembubaran konsentrasi ribuan orang yang telah menduduki persimpangan jalan di pusat Khartoum selama lima hari.

Aksi protes di Sudan terjadi sejak 19 Desember 2018 di kota Atbara timur setelah pemerintah mengambil keputusan untuk melipatgandakan harga roti. Aksi ini kemudian dengan cepat berkembang menjadi gelombang demonstrasi nasional melawan pemerintahan al-Bashir.

Upaya pasukan keamanan untuk membubarkan aksi duduk di Khartoum telah menewaskan sedikitnya 22 orang, termasuk lima tentara, dan melukai lebih dari 150 orang. (theguardian)

Mahkamah Pidana Internasional Serukan Ekstradisi Presiden Termakzul Sudan

Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ ICC) mendesak otoritas Sudan supaya menyerahkan presiden termakzul Omar al-Bashir kepada ICC atas dakwaan telah melakukan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan anti kemanusiaan di Darfur pada tahun 1994.

Juru bicara ICC Fadi El-Abdallah, Kamis (11/4/2019),  mengatakan, “Mahkamah ini akan memberi tahu Dewan Keamanan PBB tentang negara mana saja yang menjadi tuan rumah Presiden Sudan Omar al-Bashir, jika negara itu adalah anggota Mahkamah.”

Dia menjelaskan, “Negara-negara tertentu memiliki kewajiban untuk bekerja sama dengan ICC, yaitu negara-negara anggota Mahkamah, dan jika mereka tidak bekerja sama dengan Pengadilan maka kami harus melaporkan kepada Dewan Keamanan ihwal pelanggaran mereka terhadap apa yang telah mereka janjikan,” katanya.

Pejabat PBB ini menambahkan, “Sudan berkewajiban bekerja sama dengan Mahkamah sesuai dengan resolusi PBB 1593, yang menyerukan penuntutan terhadap tersangka kejahatan perang di Darfur di Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag.”

El-Abdallah menyebutkan bahwa selama beberapa tahun terakhir ini ICC telah mendesak pihak berwenang di Sudan supaya bekerja sama dengan ICC dan mengekstradisi al-Bashir serta sejumlah tersangka lain di Sudan.

ICC menuduh Al-Bashir melakukan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan anti kemanusiaan di Darfur yang dilanda perang saudara pada tahun 1994 akibat keputusan pemerintah Sudan membagi Darfur menjadi beberapa wilayah.

Seperti telah diberitakan, pihak militer Sudan, Kamis, mengumumkan bahwa pemerintahan Omar al-Bashir yang telah berkuasa selama 30 tahun akan digantikan oleh dewan transisi yang dipimpin oleh militer.

Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di TV pemerintah, menteri pertahanan Sudan Jenderal Ahmed Awad Ibn Auf mengatakan al-Bashir telah ditangkap, dan tentara akan mengambil alih kekuasaan untuk sementara waktu. (rt)

Iran Sambut Gembira Kabar Penarikan Mesir Dari “NATO Arab”

Iran menyambut baik kabar keputusan Mesir menolak bergabung dengan gagasan yang dicanangkan Amerika Serikat (AS) untuk pembentukan aliansi Arab ala NATO, yang berfokus terutama pada gerakan anti-Iran.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Bahram Qassemi, Kamis (11/4/2019), mengatakan, “Mesir adalah salah satu negara penting dan kuat di dunia Arab dan Muslim, yang dapat memainkan peran penting dalam menciptakan perdamaian, stabilitas, dan keamanan di kawasan Asia Barat (Timur Tengah).”

Dia menambahkan bahwa Kementerian Luar Negeri Iran sedang memeriksa kredibilitas laporan tentang penarikan Mesir dari apa yang disebut pertemuan “NATO Arab”, dan akan menyambutnya jika laporan tersebut terverifikasi.

Sebelumnya di hari yang sama, empat sumber yang mengetahui persoalan itu mengatakan kepada Reuters bahwa Kairo telah memberi tahu AS dan peserta lain dalam usulan Aliansi Strategis Timur Tengah (Middle East Strategic Alliance/MESA) tentang rencana penarikan Mesir tersebut.

Sebuah sumber Arab menekankan bahwa Mesir telah menarik diri dari apa yang disebut “NATO Arab” karena Kairo meragukan keseriusan gagasan itu serta merasa khawatir bahwa front Arab semacam itu dapat  menambah ketegangan dengan Iran.

Dua sumber lain menyatakan bahwa anggota MESA yang tersisa bergerak maju dengan inisiatif itu dan akan berusaha melancarkan tekanan diplomatik agar Mesir mencabut penarikannya.

Menurut dokumen Gedung Putih rahasia yang ditinjau oleh Reuters tahun lalu, aliansi tersebut diusulkan pertama kali oleh Arab Saudi pada tahun 2017 dalam upaya melawan Iran serta Rusia dan Cina. (presstv)

Rusia Kecam Keputusan AS Memasukkan IRGC Dalam Daftar Teroris

Kementerian Luar Negeri Rusia menilai keputusan Amerika Serikat (AS) memasukkan pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dalam daftar teroris sebagai kelanjutan upaya Washington untuk menjelek-jelekkan Iran dan akan berdampak negatif pada penarikan pasukan AS dari Suriah.

“Keputusan pemerintah AS memasukkan IRGC dalam daftar organisasi teroris adalah bagian dari cara AS untuk menjelekkan Iran melalui berbagai tekanan maksimal terhadapnya,” ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova pada konferensi pers mingguannya, sebagaimana dilansir al-Alam, Kamis (11/4/2019).

Dia kemudian menyebutkan beberapa contoh tekanan besar AS terhadap Iran berupa “pengabaian terhadap Dewan Keamanan PBB, penarikan diri dari perjanjian nuklir Iran, dan desakan agar Iran menarik pasukan dari Suriah padahal mereka ada di sana atas permintaan pemerintahan yang sah negara ini.”

Presiden AS Donald Trump Senin lalu mengumumkan keputusan bahwa pemerintahannya telah memasukkan IRGC dalam daftar organisasi teroris asing. Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran lantas membalasnya dengan menyebut Komando Pusat AS (CENTCOM) , yaitu pasukan AS yang bercokol di kawasan Timteng dan sekitarnya, sebagai teroris. (alalam)