Rangkuman Berita Utama Timteng Jumat 10 April 2020

saudi dan yaman petaJakarta, ICMES. Ansarullah menegaskan tidak akan  mengindahkan gencatan senjata yang diumumpasukan pasukan koalisi pimpinan Saudi selagi blokade terhadap Yaman tidak dicabut.

Pemerintah Suriah dan Rusia membantah laporan pengawas senjata kimia dunia yang menuding Pasukan Arab Suriah (SAA) telah melancarkan serangkaian serangan gas beracun pada tahun 2017.

Berita selengkapnya:

Ansarullah Nyatakan Saudi-UEA Belum Konsisten Terapkan Gencatan Senjata

Gencatan senjata berjangka waktu dua minggu yang dideklarasikan oleh koalisi Arab Saudi-Uni Emirat Arab (UEA) yang memerangi gerakan Ansarullah (HouthI) di Yaman mulai berlaku pada hari Kamis, tapi Ansarullah menegaskan tidak akan  mengindahkannya selagi blokade terhadap Yaman yang sudah berlangsung sekian tahun tidak dicabut.

Kantor berita Saudi SPA mengutip pernyataan juru bicara koalisi Kolonel Turki al-Malki bahwa gencatan senjata itu diterapkan sejak Kamis (9/4/2020) pukul 12 siang waktu setempat (09:00 GMT).

SPA menyebutkan bahwa gencatan senjata itu dimaksudkan untuk membantu mencegah wabah virus corona (COVID-19) di Yaman, memungkinkan de-eskalasi, dan memberi Houthi kesempatan untuk bergabung dengan pembicaraan yang disponsori PBB tentang penyelesaian konflik yang sudah berjalan lima tahun.

Namun, juru bicara Ansarullah Mohammad al-Bukhaiti mengatakan kepada Al-Jazeera bahwa koalisi Saudi-UEA masih menggunakan kekuatan udara mereka untuk memaksakan blokade.

“Kami akan terus berjuang dan menyerang instalasi militer dan situs industri mereka selagi mereka melanjutkan blokade. Jadi kami tidak menganggap itu sebagai gencatan senjata,” katanya.

“Harus ada total pengepungan atau perang akan terus berlanjut,” imbuhnya.

Sementara itu, sebagaimana dilansir Al-Alam, Brigjen Yahya Saree, juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman yang bersekutu dengan Ansarullah, menyatakan bahwa kubu Saudi yang disebutnya “pasukan agresor” masih melanjutkan eskalasi militer di berbagai front, terutama di perbatasan.

“Pergerakan pasukan agresor di front-front perbatasan masih berlanjut sejak dini hari sampai detik ini dengan bantuan operasi udara yang telah melancarkan lebih dari 10 kali pemboman.” Terang Saree, Kamis.

Dia juga menyebutkan bahwa Saudi juga telah melancarkan sedikitnya lima kali pergerakan di Haradh, Nashahah, Asir, dan Baqa’ di provinsi Najran, Saudi selatan.

Dia menambahkan bahwa tentara dan para pejuang Yaman dapat mematahkan pergerakan lawannya itu serta menimpakan banyak kerugian jiwa dan perlengkapan padanya.

Dia menyatakan, “Kami tegaskan kesiapan penuh kami menghadapi segala bentuk eskalasi di berbagai front, dan bahwa segala eskalasi akan berujung gagal dan kandas.”

Sebelumnya, juru bicara gerakan Ansarullah lain, Mohammad Abdulsalam, menyatakan pihaknya telah mengirim rencana komprehensif kepada PBB untuk mengakhiri perang.

“(Usulan kami) akan meletakkan dasar untuk dialog politik dan masa transisi,” ungkapnya Abdulsalam di  Twitter, Rabu. (mm/aljazeera/alalam)

Suriah dan Rusia Bantah Laporan Pengawas Senjata Kimia

Pemerintah Suriah dan Rusia membantah laporan pengawas senjata kimia dunia yang menuding Pasukan Arab Suriah (SAA) telah melancarkan serangkaian serangan gas beracun pada tahun 2017.

Dalam sebuah pernyataan, Kamis (9/4/2020), Kementerian Luar Negeri Suriah menyebut laporan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) itu “menyesatkan”, dan berisi “kesimpulan palsu dan dibuat-buat dengan tujuan memalsukan kebenaran dan menuding pemerintah Suriah”.

OPCW Rabu lalu memberikan laporan pertama tim investigasinya yang baru dibentuk , dan menyimpulkan bahwa gas klorin beracun dan gas saraf sarin setidaknya tiga kali dijatuhkan ke kota Latamneh di bagian barat provinsi Hama, Suriah, pada Maret 2017.

Laporan itu menyebutkan bahwa dua jet tempur Sukhoi SU-22 milik SAA telah menjatuhkan dua bom yang mengandung sarin di Latamneh pada 24 Maret dan 30 Maret 2017, dan bahwa sebuah helikopter militer Suriah telah menjatuhkan sebuah silinder mengandung klorin ke sebuah rumah sakit di kota yang sama pada 25 Maret di tahun yang sama.

Pemerintah Suriah dalam bantahannya menegaskan pihaknya telah menyerahkan persediaan senjatanya di bawah perjanjian 2013, didorong oleh dugaan serangan gas sarin yang menewaskan 1.400 orang di pinggiran Damaskus Ghouta.

Damaskus menyatakan “sepenuhnya menyangkal pernah menggunakan gas beracun di kota Latamneh atau di kota atau desa Suriah lainnya,” ungkap Kementerian Luar Negeri Suriah.

Pemerintah Rusia yang mendukung pemerintah Suriah juga mengecam laporan itu dan menyebutnya telah dipersiapkan dengan cara yang melanggar prinsip pelaksanaan investigasi serta konvensi dan hukum internasional.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova dalam jumpa pers, Kamis, menyatakan bahwa “lingkaran sempit negara-negara berkepentingan” telah memaksakan aturan dan kehendaknya pada OPCW.

Dia menambahkan bahwa negara-negara itu “memberlakukan pembentukan tim investigasi yang bertentangan dengan ketentuan dasar Konvensi Larangan Senjata Kimia dan norma-norma hukum internasional yang diakui,” dan bahwa misi tim investigasi gadungan itu menyalahi kewenangan khusus Dewan Keamanan PBB. (aljazeera/raialyoum)