Rangkuman Berita Timteng, Rabu 24 Mei 2017

rusuh bahrainJakarta, ICMES: Pasukan keamanan kerajaan Bahrain mulai menggunakan kekerasan dalam menghadapi aksi konsentrasi massa yang membela ulama Syiah Syeikh Isa Qassim. Lima warga meninggal dunia terkena tembakan yang dilepaskan aparat terhadap konsentrasi massa.

Mantan Ketua Komisi Eropa Romano Prodi menyalahkan dan menyesalkan kebijakan luar negeri Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang  dinilainya justru mempertajam persaingan senjata.

Harian Los Angeles Time memuat surat beberapa pembaca yang ditujukan kepada redaksi dengan isi yang semuanya menyoal mengapa Amerika Serikat (AS) bermesraan dengan Arab Saudi dan bermusuhan dengan Iran.

355 orang, 225 di antaranya warga sipil, termasuk 44 anak kecil dan 36 perempuan, tewas terkena serangan udara dan rudal pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) dalam kurun waktu satu bulan.

Berita selengkapnya;

Aparat Bahrain Serbu Rumah Syaikh Isa Qassim, Lima Orang Terbunuh

Pasukan keamanan kerajaan Bahrain mulai menggunakan kekerasan dalam menghadapi aksi konsentrasi massa yang membela ulama Syiah Syeikh Isa Qassim. Lima warga meninggal dunia terkena tembakan yang dilepaskan aparat terhadap konsentrasi massa di kawasan Diraz, Selasa (23/5/2017).

Kawasan Diraz menjadi pusat konsentrasi massa sejak sekira satu tahun lalu. Massa bersumpah untuk terus membela Syeikh Isa Qassim yang telah diadili secara in absentia, sementara Syeikh Qassim sendiri bertahan di rumahnya di kawasan tersebut.

Kemendagri Bahrain menyatakan bahwa aparat melancarkan operasi keamanan di Diraz untuk “menjaga keamanan dan sistem secara umum serta membasmi pelanggaran hukum.”

Selanjutnya, kementerian ini mengumumkan bahwa telah dilakukan penangkapan terhadap 50 “buronan keamanan”  yang berlindung di Diraz, dan beberapa petugas keamanan menderita luka dalam bentrokan dengan massa.

Dilaporkan bahwa aparat telah menyerbu rumah Syeikh Isa Qassim,  menangkap beberapa orang lain, dan sekira 100 orang terluka dalam bentrokan antara aparat dan massa yang menghadang aparat.

Belum ada laporan terpercaya mengenai kondisi Syeikh Isa Qassim, sementara kerajaan telah memutus jaringan internet, telefon dan listrik di kawasan Diraz.

Ahad lalu pengadilan Bahrain menjatuhkan vonis hukuman penjara bersyarat selama satu tahun dan denda sebesar 100,000 dinar terhadap Syeikh Qassim. Selain itu, dana keumatan sebesar 9 juta Dolar AS yang menjadi tanggungjawab Syeikh Isa serta dua bidang tanah atas nama Syeikh disita.

Kelompok-kelompok reformis Bahrain menyerukan aksi mogok umum dan demonstrasi besar-besaran tanpa henti di semua wilayah negara kecil ini.

Serbuan aparat Bahrain terhadap rumah Syeikh Isa Qassim terjadi selang dua hari setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengadakan pertemuan dengan Raja Bahrain Hamad bin Isa al-Khalifa di Riyadh, Arab Saudi. (rayalyoum/alalam/irna)

Mantan Ketua Komisi Eropa Sesalkan Kebijakan Trump Terhadap Iran

Mantan Ketua Komisi Eropa Romano Prodi menyalahkan dan menyesalkan kebijakan luar negeri Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang  dinilainya justru mempertajam persaingan senjata.

“Keputusan memojokkan Iran sebagai musuh bersama yang disebutkan Trump di Arab Saudi dan dikukuhkan dalam kunjungannya ke Israel adalah tindakan yang salah,” ungkap Prodi dalam wawancara dengan kantor berita Italia, ANSA, menjelang pertemuan puncak G-7, Selasa (23/5/2017).

Prodi menilai dimulainya lomba senjata di Riyadh sebagai perkembangan yang meresahkan.

“Ini bukan pesan baru, tapi dengan adanya kesepakatan antara AS dan Saudi sekarang bermulalah lomba senjata,” tuturnya.

Seperti disebutkan IRNA, para pengamat menilai Trump memang bermaksud memerah negara-negara Arab dan memacu penjualan senjata AS terutama kepada Arab Saudi dengan cara memicu Iranphobia. (irna)

Los Angeles Time Pertanyakan Mengapa AS Pilih Saudi, Bukan Iran

Harian Los Angeles Time memuat surat beberapa pembaca yang ditujukan kepada redaksi dengan isi yang semuanya menyoal mengapa Amerika Serikat (AS) bermesraan dengan Arab Saudi dan bermusuhan dengan Iran.

“Mengapa kita memusuhi Iran yang menggelar pemilu presiden dan memilih presiden moderat, sedangkan dengan Arab Saudi yang merupakan negara monarki yang sama sekali tak mengenal pemilu kita justru berkawan?” tulis salah seorang pembaca.

Dia juga menambahkan, “Tiga perempat orang Iran yang berhak pilih telah mengikuti pemilu dan dengan mudahnya mereka memilih Rouhani sebagai presiden. Tingkat partisipasi ini bahkan lebih tinggi daripada negara kita… Pekan ini Trump berkunjung ke Arab Saudi yang justru sama sekali tidak menyelenggarakan pemilu nasional, negara yang dikuasai sebuah keluarga, dan negara di mana aliran-aliran ekstrem Wahabi menguasai berbagai lini kehidupan masyarakat… Negara seperti ini kita anggap sahabat, dan di saat yang sama kita keliling dunia meneriakkan kesetaraan, pemilu bebas, hak penentuan nasib sendiri, dan demokrasi.”

Penulis lain juga membandingkan Saudi selaku negara kerajaan absolut dengan Iran yang demokratis.

“Ketika kitab suci Taurat dan Injil dilarang di Arab Saudi, umat Kristen dan Yahudi Iran justru memiliki wakil di negara ini,” tulisnya.

Menyinggung dukungan Saudi kepada terorisme, dia menyebutkan, “Pemerintah Saudi memberikan dukungan dana serangan 11/9, sementara sampai sekarang tak ada satupun serangan teror di AS yang terkait dengan Iran.”

Dia kemudian menyebutkan bahwa mahasiswa Iran separuhnya terdiri atas kaum perempuan, sedangkan di Arab Saudi kaum perempuan bahkan dianggap tak berhak mengemudi mobil.

“Adakah yang dapat menjelaskan kepada saya mengapa kita bersatu dengan Arab Saudi untuk memusuhi Iran?” cecarnya.

Satu lagi pembaca Los Angeles Time menyebutkan betapa kedatangan Trump ke Saudi disambut laiknya raja diraja.

“Trump menginginkan perang lebih besar terhadap terorisme, tapi sama sekali tak menyinggung betapa sebagian besar pelaku serangan 9/11 adalah warga negara Arab Saudi,” lanjutnya.

Dia menambahkan bahwa Trump telah bertindak berlebihan sehingga lupa bahwa sebagian besar kekuatan al-Qaeda dan ISIS berasal dari kaum Wahabi yang didukung oleh para penguasa Saudi. (irna)

Sebulan, Serangan Udara Koalisi Internasional Tewaskan 355 Orang Di Suriah

Lembaga Observatorium Suriah untuk HAM (SOHR), Selasa (23/5/2017), melaporkan bahwa tak kurang dari 355 orang, 225 di antaranya warga sipil, termasuk 44 anak kecil dan 36 perempuan, tewas terkena serangan udara dan rudal pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) dalam kurun waktu satu bulan sejak 23 April sampai 23 Mei tahun ini.

Angka ini tercatat paling besar selama pasukan koalisi melancarkan serangan ke Suriah sejak September 2014.

SOHR juga mendata sebanyak 122 anggota kelompok teroris ISIS dan delapan pasukan pro-pemerintah Suriah yang sebagian besarnya non-Suriah juga terbunuh akibat serangan ini.

Jumlah korban sipil tertinggi sebelumnya tercatat oleh SOHR sebanyak 220 orang dalam kurun waktu 23 Febaruari sampai 23 Maret 2017.

Dengan demikian, lanjut lembaga yang berbasis di London, Inggris, ini, jumlah korban yang tewas akibat serangan udara dan rudal pasukan koalisi selama menyerang Suriah meningkat menjadi 7,966 orang, termasuk 1,481 warga sipil.

Serangan itu juga menjatuhkan korban luka dengan kondisi yang banyak di antaranya parah dan menderita catat seumur hidup, serta menghancurkan banyak bangunan dan properti warga sipil. (rayalyoum)