Rangkuman Berita Timteng Rabu 13 Juni 2018

gus yahyaJakarta, ICMES: Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas, dan pemerintah otonomi Palestina mengecam keras kunjungan Katib Aam PBNU KH Yahya Khalil Tsaquf yang akrab dipanggil Gus Yahya ke Israel.

Badan Bantuan dan Pekerja PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) menyatakan bahwa kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza semakin memburuk.

Dubes Rusia untuk Lebanon Alexander Zasypkin menyatakan kondisi Suriah sejauh tidak memungkinkan keluarnya Iran dan Hizbullah dari Suriah.

Ketua Akademi Problema Geopolitik yang berbasis di Moskow, Konstantin Sivkov, menyebutkan adanya perkembangan baru terkait pembelian sistem pertahanan udara S-400 oleh Arab Saudi dan Qatar dari Rusia.

Berita selengkapnya:

HAMAS Dan Otoritas Palestina Kecam Keras Kunjungan Yahya Tsaquf Ke Israel

Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas, dan pemerintah otonomi Palestina mengecam keras kunjungan Katib Aam PBNU KH Yahya Khalil Tsaquf yang akrab dipanggil Gus Yahya ke Israel (Palestina pendudukan 1948).

Dalam siaran persnya, Selasa (12/6/2018), Hamas menyebut kunjungan itu sebagai “tindakan tercela” dan merupakan “penghinaan bukan hanya terhadap bangsa Palestina dan pengorbanannya, melainkan juga terhadap bangsa Indonesia dan sejarahnya yang panjang dalam mendukung urusan Palestina.”

Hamas menyebutkan bahwa kunjungan ini sangat menguntungkan rezim fasis Israel.

“Kunjungan menjadi dukungan besar bagi musuh yang fasis ini dan statusnya, memberinya alasan untuk meningkatkan kejahatan terhadap bangsa dan kesucian kami, dan membuka pintu lebar-lebar bagi setiap orang yang menginginkan normalisasi hubungan dengan rezim pendudukan ini,” tegas Hamas.

Secara terpisah, Kemendagri Palestina juga mencela kunjungan tokoh senior NU tersebut dan menilainya sebagai “pukulan bagi Palestina dan al-Quds serta bagi Indonesia sendiri sebagai negara Islam terbesar di dunia.”

Otoritas Palestina juga mengingatkan bahwa kunjungan ini bertolak belakang dengan “sikap pemerintah dan rakyat Indonesia yang selalu menegaskan penolakannya terhadap rezim pendudukan dan politiknya.”

Di Indonesia sendiri Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Ma’ruf Amin menyebut kunjungan KH Yahya Cholil Staquf ke Israel sebagai urusan pribadi sehingga tidak patut dikaitkan dengan NU dan MUI.

“Pertama, MUI konsisten membela Palestina dan kita dukung pemerintah yang bela Palestina dan mendukung semua negara yang menyatakan Ibu Kota Yerusalem sebagai ibu kota Palestina. Masalah Yahya Cholil itu nggak ada kaitannya dengan MUI. Jangankan dengan MUI, dari PBNU saja tidak. Karena itu, kita tidak memberikan mendukung apa yang dilakukan Yahya,” tegas Ma’ruf kepada wartawan di kantor MUI Pusat, Jl Proklamasi, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (12/6/2018).

Ma’ruf menambahkan, “Itu inisiatif sendiri dan tanggung jawab sendiri. Nanti kan seberapa jauh itu mempunyai pengaruh terhadap langkah-langkah Kemlu, apakah itu memperlancar upaya-upaya Kemlu dalam rangka mengupayakan perdamaian dengan tetap menjaga agar Palestina menjadi negara yang merdeka dan berdaulat atau justru mengganggu, nanti akan dilihat. Tetapi sebenarnya diplomasi yang kita inginkan tetap melalui Kemlu secara resmi.”

Senada dengan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menilai kunjungan itu urusan pribadi, meskipun Gus Yahya juga merupakan anggota Dewan Pertimbangan Presiden ( Wantimpres) yang baru dilantik pada Kamis, 31 Mei 2018 lalu.

“Itu urusan pribadi ya. Beliau menyampaikan, itu urusan pribadi, karena beliau diundang sebagai pembicara di Israel,” ujar Jokowi di Istana Presiden Bogor, Jawa Barat, Selasa (12/6/2018). Presiden Jokowi mengaku belum mendapatkan laporan langsung dari Yahya soal kunjungan tersebut.

Ahad lalu Ketua PBNU Robikin Emhas menepis dugaan adanya kerja sama program maupun kelembagaan antara NU dengan Israel.

“Tidak ada kerja sama NU dengan Israel. Sekali lagi ditegaskan,” ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa kepergian ke Israel dilakukan Gus Yahya selaku pribadi, bukan dalam kapasitas sebagai Katib Aam PBNU, apalagi mewakili PBNU. (rt/alalam/detikcom/kompas/republika)

UNRAWA: Krisis Kemanusiaan Di Jalur Gaza Kian Parah

Badan Bantuan dan Pekerja PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) menyatakan bahwa kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza semakin memburuk.

Lembaga ini menjelaskan bahwa 80% penduduk Gaza bergantung pada bantuan kemanusiaan, dan kini kondisi kemanusiaan di wilayah itu kian parah akibat blokade darat, laut dan udara yang diterapkan oleh Rezim Zionis Israel sejak lebih dari 11 tahun silam, serta akibat perpecahan Palestina sendiri dan pembatasan pemerintah Mesir atas wilayah perbatasan negara ini dengan Jalur Gaza.

Menruut UNRAWA, Israel melanggar hukum internasional ketika menerapkan pembatasan dan ketentuan ekstra ketat terhadap pergerakan orang dan barang, dan pembatasan ini terus diterapkan dengan maksud melakukan hukuman massal, memberikan pengaruh negatif terhadap semua aspek kehidupan di Gaza, dan menggagalkan penegakan HAM.

Lembaga ini antara lain merinci bahwa warga Palestina di Gaza dikenai pemutusan listrik rata-rata 20 jam/hari, dan mereka perhari hanya mendapatkan air bersih sebanyak 72 liter/orang, padahal menurut ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setiap orang harus dapat menikmati air bersih minimal 100 liter/hari. (paltimes)

Dubes Rusia Untuk Lebanon: Iran Dan Hizbullah Tidak Akan Keluar Dari Suriah

Dubes Rusia untuk Lebanon Alexander Zasypkin menyatakan kondisi Suriah sejauh tidak memungkinkan keluarnya Iran dan Hizbullah dari Suriah.

“Hizbullah atau Iran tidak mungkin keluar dari Suriah dalam situasi ini, karena penumpasan teroris masih belum terealisasi,” ujarnya dalam wawancara dengan Radio al-Nour, Selasa (12/6/2018).

Dia menambahkan, “Perhatian terhadap isu ini berasal dari kubu lawan untuk menanamkan keraguan dan menciptakan problema antara Poros Resistensi dan Rusia. Ini tak dapat diterima.”

Poros Resistensi adalam kubu anti pendudukan Israel atas Palestina yang terdiri atas Iran, Suriah, Irak, Hizbullah, dan kelompok-kelompok pejuang bersenjata Palestina dan lain-lain.

Zasypkin juga menekankan bahwa “hubungan antara Rusia dan Poros Resistensi di Suriah adalah hubungan kerjasama”, sedangkan “keberadaan Amerika Serikat di Suriah justru merupakan bagian dari penyebab kompleksitas di negara ini.”

Dia juga menyinggung bahwa Rusia berdiri menyertai tentara Suriah dalam pengendalian semua garis perbatasan.

Mengenai Lebanon dia mengaku yakin bahwa proses pembentukan pemerintah baru Lebanon pasca pemilu parlemen yang dimenangi kelompok pejuang Hizbullah tidak akan berkepanjangan. Dia menilai bahwa kompleksitas internasional dan regional tidak akan banyak berpengaruh pada proses pembentukan komposisi pemerintah Lebanon. (alakhbar)

Ditekan AS, Saudi Urung Beli S-400 Dari Rusia

Ketua Akademi Problema Geopolitik yang berbasis di Moskow, Konstantin Sivkov, menyebutkan adanya perkembangan baru terkait pembelian sistem pertahanan udara S-400 oleh Arab Saudi dan Qatar dari Rusia.

“Akibat tekanan Amerika Serikat (AS), Arab Saudi urung membeli sistem S-400 Rusia… Saudi semula mengajukan permohonan untuk mendapatkan sistem pertahanan udara Rusia ini, tapi kemudian tunduk kepada tekanan AS, hal yang menyebabkan penolakannya terhadap perjanjian,” katanya dalam wawancara dengan saluran RT milik Rusia, Selasa (12/6/2018).

Mengenai Turki, dia mengatakan bahwa negara ini juga mendapat tekanan dari AS.

“Tapi Ankara tetap memutuskan untuk mendapatkan sistem S-400,” lanjutnya sembari menyebutkan bahwa tekanan AS sangat efektif.

Mengenai Qatar, dia mengatakan bahwa perjanjian mengenai pembelian sistem ini sangat tidak penting bagi Doha. Menurutnya, kecilnya luas negara Qatar tidak memungkinkannya untuk mendapatkannya kecuali untuk satu batalion pasukan, dan inipun berarti bahwa akan banyak wilayah darat Saudi yang masuk dalam jangkauan batalion ini sehingga mengancam navigasi antara kedua negara, dan berbagai pangkalan udara Saudi juga masuk dalam radius jangkauan sistem tersebut. (rayalyoum)