Jakarta, ICMES: Pemimpin Besar Iran Grand Ayatullah Sayyid Ali Khamenei menegaskan bahwa Iran akan keluar dari perjanjian nuklirnya dengan sejumlah negara terkemuka dunia jika perjanjian ini ternyata tak berguna bagi Iran.
Rezim Zionis Israel kembali mengancam akan menyerang posisi-posisi Iran di Suriah dan menyebut perjanjian Iran-Suriah melanggar “garis merah.”
Menlu Iran Mohammad Javad Zarif berkunjung ke Turki dan mengadakan pertemuan yang tak diumumkan sebelumnya dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di tengah ketegangan suasana Suriah terkait operasi militer Pasukan Arab Suriah di Idlib.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan rasa puasnya terhadap sejumlah negara Arab yang terlibat dalam proses normalisasi hubungan dengan Israel.
Berita selengkapnya;
Ayatullah Khamenei: Iran Akan Keluar Secara Sepihak Dari Perjanjian Nuklir
Pemimpin Besar Iran Grand Ayatullah Sayyid Ali Khamenei menegaskan bahwa Iran akan keluar dari perjanjian nuklirnya dengan sejumlah negara terkemuka dunia jika perjanjian ini ternyata tak berguna bagi Iran.
Dalam kata sambutannya saat ditemui Presiden Iran Hassan Rouhani dan sejumlah anggota kabinetnya pada momen peringatan Pekan Pemerintah, Rabu (29/8/2018), Khamenei mula-mula menekankan keharusan menjaga dan mengembangkan hubungan baik Iran dengan negara-negara jirannya.
Selanjutnya dia mengatakan, “Tak ada masalah melanjutkan pembicaraan dengan Eropa, tapi dalam proses ini jangan sampai menaruh harap kepada mereka untuk berbagai isu semisal pernajian nuklir atau ekonomi.”
Dia mengritik sikap Eropa yang dinilainya tidak proporsional dalam masalah perjanjian nuklir dan sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran sehingga dia meminta supaya janji-janji Eropa dipandang dengan tatapan curiga.
“Perjanjian nuklir bukanlah tujuan, dan tentunya jika kita sampai berkesimpulan bahwa kepentingan nasional ternyata tak dapat dicapai melalui sarana ini maka kita akan melepasnya,” tegas Khamenei.
Dia mengingatkan bahwa Eropa harus memahami kata dan perbuatan pemerintah Iran bahwa tindakan Eropa akan mendapat reaksi yang tepat dari Iran.
Mengenai penolakannya terhadap ajakan Presiden AS Donald Trump untuk berundingan dengan para pemimpin Iran Ayatullah Khamenei menyoal, “Jika perundingan dengan para pejabat AS sebelumnya yang minimal telah berpura-pura (baik) hasilnya ternyata seperti ini, lantas bagaimana mungkin kita akan mengadakan perundingan dengan para pejabat (AS) sekarang yang sedemikian congkak, pengkhianat, dan menghunuskan pedang terhadap Iran? Karena itu tidak akan ada perundingan dengan AS di level manapun.”
Ayatullah Khamenei kemudian menilai ajakan Trump itu sebagai “manuver” belaka untuk pencitraan bahwa AS telah menunjukkan sikap positif kepada Iran dengan mengajaknya berdialog. (alalam)
Sebut Perjanjian Iran-Suriah Melanggar Garis Merah, Israel Kembali Menebar Ancaman Israel
Beberapa jam setelah diumumkannya perjanjian antara Teheran dan Damaskus mengenai peranan Iran dalam pemulihan kekuatan militer Suriah, Rezim Zionis Israel kembali mengancam akan menyerang posisi-posisi Iran di Suriah dan menyebut perjanjian itu melanggar “garis merah.”
“Perjanjian ini melanggar garis merah yang kami tetapkan,” ujar Menteri Intelijen Israel Yisrael Katz kepada Badan Penyiaran Israel, Rabu (29/8/2018).
Israel sudah berulangkali menyatakan bahwa pasukannya akan mencegah eksistensi militer Iran di seluruh wilayah Suriah.
“Israel tidak akan pernah membiarkan Iran berposisi di Suriah. Kami akan mengerahkan segenap kemampuan kami terhadap sasaran Iran di Suriah yang mengancam negara Israel,” lanjutnya.
Katz menilai Presiden Suriah Bashar al-Assad membela pasukan Iran “sehingga dia akan segera menanggung akibatnya.”
Perjanjian Iran-Suriah tersebut diumumkan Selasa lalu usai kunjungan dua hari Menhan Iran Amir Hatami ke Damaskus. Perjanjian itu antara lain menetapkan partisipasi Iran dalam pemulihan kekuatan Pasukan Arab Suriah (SAA) pasca krisis pemberontakan dan terorisme yang melanda Suriah sejak tahun 2011.
Katz kemudian menyinggung Hizbullah dan Hamas sembari mengritik kebijakan Menhan Israel Avigdor Lieberman mengenai Jalur Gaza. Dia menyebut Lieberman “gagal total” terkait Jalur Gaza sehingga “Israel hendaknya mengambil keputusan strategis yang dapat mengubah realitas” di Gaza.
Dia menyoal, “Mengapa Nasrallah (Sekjen Hizbullah Lebanon) yang memiliki 150,000 rudal bersembunyi dalam bunker tapi dapat menyampaikan pidato, dan di sisi lain, Ismail Haniyeh (Ketua Biro Politik Hamas) dan Yahya Sinwar (ketua Hamas di Gaza) dapat berkeliaran di sepanjang perbatasan (Jalur Gaza-Israel)?”
Dia melanjutkan, “Saya mendukung gerakan sepihak terkait Gaza tanpa dialog dengan Hamas. Hal ini akan dapat merealisasi tiga tujuan strategis; pemisahan antara Israel dan Gaza dalam semua persoalan sipil; pemisahan keamanan dan demografis antara Gaza dan Israel serta otoritas Palestina di Judea dan Samaria (Tepi Barat); dan penguatan kebijakan pencegahan sebagaimana yang ada di perbatasan dengan Suriah dan Lebanon.” (raialyoum)
Jelang Perang Idlib, Menlu Adakan Pertemuan Dengan Presiden Turki
Menlu Iran Mohammad Javad Zarif berkunjung ke Turki dan mengadakan pertemuan yang tak diumumkan sebelumnya dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, sebagaimana dinyatakan oleh kantor kepresidenan Turki, Rabu (29/8/2018).
Zarif memulai pertemuannya di markas Partai Keadilan dan Pembangunan (Adalet ve Kalkınma Partisi /AKP) pimpinan Erdogan di tengah menguatnya dugaan akan segera terjadinya operasi militer besar-besar Pasukan Arab Suriah (SAA) terhadap kelompok-kelompok pemberontak dan teroris yang didukung Turki di provinsi Idlib.
Belakangan ini Turki memantau dengan hati-hati kemungkinan serangan SAA tersebut sembari berharap akan adanya proses perdamaian di Suriah dengan partisipasi Iran dan Rusia yang mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Selama perang yang sudah berlangsung tujuh tahun di Suriah Turki mendukung kelompok-kelompok bersenjata yang berusaha menggulingkan pemerintahan Assad, namun Ankara bersedia mengesampingkan perselisihannya dengan Teheran dan Moskow demi terbentuknya aliansi segi tiga Turki, Iran, dan Rusia.
Rencananya, pada September mendatang Erdogan akan mengadakan pertemuan puncak segi tiga ke-7 dengan Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Iran.
Para pengamat memandang Idlib yang sebagian besar wilayahnya dikuasai oleh pemberontak dan teroris akan menjadi ujian bagi aliansi segi tiga ini setelah Ankara mengingatkan bahwa solusi militer akan berujung tragedi dan mengalirnya gelombang pengungsi baru ke Turki.
Namun demikian, para pengamat juga menilai bahwa Turki serius mempertahankan aliansi ini sehingga bisa jadi bahkan siap memberikan dukungan terbatas kepada operasi serangan SAA terhadap sebagian besar kelompok ekstremis di Idlib. (raialyoum)
Netanyahu Mengaku Gembira Atas Proses Normalisasi Hubungan Dengan Arab
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan rasa puasnya terhadap sejumlah negara Arab yang terlibat dalam proses normalisasi hubungan dengan Israel.
“Normalisasi hubungan antara sejumlah negara Arab dan negara Israel berjalan langsung di depan mata kita dalam bentuk yang dulu sulit kita bayangkan,” ujarnya, Rabu (29/8/2018).
Dia menilai normalisasi hubungan ini “pada akhirnya akan membangkitkan harapan akan terwujudnya perdamaian.”
Dia juga menyebutkan bahwa Israel memiliki banyak musuh di dalam maupun di luar dunia Arab, namun mereka “menyadari kekuatan dan kebijakan Israel di mana siapapun yang berusaha mengganggu kami akan kami timpakan kerugian padanya.” (alalam)