Rangkuman Berita Timteng Kamis 10 Januari 2019

khameneiJakarta, ICMES: Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menegaskan bahwa Amerika Serikat (AS) akan menderita “kekalahan yang belum pernah terjadi sebelumnya” dalam menerapkan sanksi dan tekanan terhadap Iran.

Menteri Luar Negeri Iran menyatakan hukum internasional tidak melarang program kedirgantaraannya, dan karena itu Teheran akan melanjutkan program itu meskipun mendapat peringatan dari AS.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo memastikan penarikan pasukan AS dari Suriah tidak akan dibatalkan meskipun Turki mengancam milisi Kurdi Suriah.

Berita selengkapnya:

Ayatullah Khamenei: AS Akan Mengenyam Kekalahan Yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Grand Ayatullah Sayyid Ali Khamenei menegaskan bahwa Amerika Serikat (AS) akan menderita “kekalahan yang belum pernah terjadi sebelumnya” dalam menerapkan sanksi dan tekanan terhadap Iran.

Dalam pidatonya di depan masyarakat kota Qom, Rabu (9/1/2019), Ayatullah Khamenei mengatakan bahwa AS berkoar tentang “sanksi terkuat dalam sejarah” terhadap Iran, “tetapi bangsa Iran, insya Allah, akan membuat mereka menderita kekalahan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. ”

“Negara dan pihak berwenang harus bekerja dengan penuh seksama untuk mengubah sanksi AS menjadi kekalahan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada Setan Besar ini, sebagaimana terjadi selama era Pertahanan Suci (perang delapan tahun yang dipaksakan rezim diktator mendiang Saddam Hossein di Irak terhadap Iran),” serunya.

AS menjatuhkan sanksi terhadap Iran sejak kemenangan Revolusi Islam pada tahun 1979, dan kemudian menekannya dengan sanksi baru pada tahun 1987, yaitu ketika dukungan Barat kepada perang Irak terhadap Iran menemukan puncaknya.

Washington mencabut beberapa sanksi setelah penerapan perjanjian nuklir Iran dengan beberapa negara terkemuka dunia, termasuk AS. Namun, pada tahun lalu AS keluar dari kesepakatan ini secara sepihak, dan menerapkan lagi sanksi-sanksinya terhadap Iran, meskipun kesepakatan nuklir itu telah diratifikasi dalam bentuk resolusi Dewan Keamanan PBB.

Ayatullah Khamenei mengimbau bangsa Iran agar tetap solid dalam menghadapi “militerisme, gertakan, dan omong kosong AS dan Eropa.”

“Ancaman, kata-kata, janji, dan bahkan tanda tangan mereka tidak layak dipercaya,” ungkapnya.

Dia juga menyinggung adanya pejabat AS yang memprediksi bahwa di Iran akan terjadi “perubahan rezim” pada akhir 2018.

Dia mengatakan, “Beberapa waktu yang lalu, seorang politisi AS dalam pertemuan para teroris dan bajingan mengaku berharap dapat merayakan Natal di Teheran.”

Pejabat AS yang dimaksud adalah Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton yang sering berbicara pada pertemuan-pertemuan kelompok teroris anti-Iran, MKO.

“Sebelum 2019, kita di sini akan merayakannya di Teheran,” kata Bolton pada pertemuan MKO pada Juli 2017.

Ayatollah Khamenei berkomentar, “Natal sudah berlangsung beberapa hari yang lalu. Beginilah perhitungan AS… Beberapa pejabat AS berlagak marah. Tentu saja saya tidak setuju dengan itu. Sebaliknya, mereka adalah idiot nomor wahid, ” katanya.

Ayatullah Khamenei kemudian mengingatkan bahwa pada masa perang Iran-Irak, musuh-musuh Iran bahkan tidak memperkenankan negara republik Islam ini memiliki sekedar kawat berduri. Tapi Iran lantas mengubah  sanksi Barat justru sebagai kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan bakat dalam negeri sehingga Iran sekarang menjelma sebagai kekuatan besar yang tak tertandingi di kawasan. (presstv)

Iran Lanjutkan Program Kedirgantaraannya Meski Diperingatkan AS

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif kepada Reuters, Rabu (9/1/2019), menyatakan hukum internasional tidak melarang program kedirgantaraannya, dan karena itu Teheran akan melanjutkan program itu meskipun mendapat peringatan dari AS.

Dia mengingatkan bahwa Iran bisa saja membatalkan kesepakatan nuklir tahun 2015 yang disepakatinya dengan beberapa negara terkemuka dunia, tapi Iran tidak atau belum melakukannya karena bukan satu-satunya opsi.

Hal tersebut dinyatakan Zarif sebagai tanggapan atas peringatan pejabat AS terhadap rencana Iran melesatkan roket ruang angkasa yang diklaim AS melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dengan dalih  penggunaan teknologi rudal balistik.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo pekan lalu memperingatkan Iran agar membatalkan rencana itu sembari menyebutkan bahwa teknologi tersebut dapat digunakan untuk rudal balistik antarbenua yang dapat menjangkau daratan AS.

Menteri Teknologi Informasi dan Komunikasi Iran Mohammad Javad Azari Jahromi , Senin lalu, mengatakan bahwa Iran tidak akan meminta izin siapa pun dalam mengembangkan program kedirgantaraannya yang bertujuan damai.

“Iran tidak akan meminta izin siapa pun dalam mengembangkan industri kedirgantaraannya yang damai, dan dengan tegas akan melanjutkan rencananya,” katanya.

Dia menambahkan bahwa Iran telah berhasil membuat persiapan untuk peluncuran dua satelit, yaitu Payam (Pesan) dan Doosti (Persahabatan), dan akan melakukannya atas perintah pejabat terkait.

Iran meluncurkan satelit buatan dalam negeri pertamanya, Omid (Hope), pada tahun 2009. Negara ini juga mengirim bio-kapsul pertamanya yang mengandung makhluk hidup ke luar angkasa pada Februari 2010 dengan menggunakan roket Kavoshgar (Penjelajah) -3.

Pada bulan Februari 2015, Iran mengorbitkan satelit buatan dalam negeri Fajr, yang mampu mengambil dan mentransmisikan gambar berkualitas tinggi dan akurat ke stasiun di Bumi.

Iran menepis anggapan bahwa peluncuran roketnya melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 yang mengabadikan perjanjian nuklir Iran dengan enam negara terkemuka dunia, termasuk AS. (presstv)

Pompeo: Rencana Penarikan Pasukan Dari Suriah Tetap Jalan Meski Ada Ancaman Turki

Penarikan pasukan AS dari Suriah tidak akan dibatalkan meskipun Turki mengancam milisi Kurdi Suriah, Unit Perlindungan  Rakyat (YPG). Demikian dikatakan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo, dalam kunjungan ke Irak, Rabu (9/1/2019), namun sembari memastikan bahwa YPG yang menjadi sekutu AS itu akan tetap dilindungi.

Pompeo di Baghdad dan Arbil telah menemui para pejabat Irak dan wilayah semi-otonomi Kurdistan Irak dengan tujuan untuk meyakinkan mereka tentang rencana Washington menyusul pengumuman mendadak Presiden AS Donald Trump pada bulan lalu mengenai keputusannya untuk menarik pasukan AS dari Suriah.

Kunjungan Pompeo ke Negeri 1001 Malam dilakukan secara mendadak pada hari kedua safarinya ke Timur Tengah dengan tujuan Yordania, Mesir, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Kuwait dan Oman.

Washington telah berulang kali bersumbar bahwa YPG akan tetap aman meskipun tentara AS ditarik dari Suriah. Tapi Turki yang menganggap YPG sebagai musuhnya telah berulang kali bersumpah untuk menghancurkannya dan menolak segala saran agar tidak menyerangnya setelah pasukan AS pergi.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton pada Selasa lalu karena menyatakan bahwa keterlindungan Kurdi merupakan syarat penarikan pasukan AS. Erdogan bahkan menyebut pernyataan ini “kesalahan serius.”

Di Arbil saat ditanya wartawan apakah penolakan Erdogan terhadap perlindungan Kurdi membuat penarikan itu berisiko, Pompeo menjawab,  “Tidak. Kami melakukan percakapan dengan mereka bahkan ketika kami berbicara tentang bagaimana kami akan mewujudkan ini dengan cara yang melindungi pasukan kami.”

Dia juga juga menjelaskan, “Sangat penting bahwa kami melakukan segala yang kami bisa untuk memastikan bahwa orang-orang yang bertempur bersama kami dilindungi, dan Erdogan telah membuat komitmen, dia mengerti itu.”

Penarikan pasukan AS di Suriah memperkuat tangan Turki dan pemerintah Suriah Presiden Bashar al-Assad yang didukung Rusia dan Iran. Tentang ini, Pompeo dalam safarinya tersebut memastikan bahwa Washington masih bertujuan untuk membendung pengaruh Iran. (raialyoum/algemeiner)