Rangkuman Berita Timteng Jumat 10 November 2017

bin salman dan nasrallahJakarta, ICMES: Para pakar militer menilai Saudi tidak memiliki kemampuan untuk menyerang Hizbullah Lebanon.

Amerika Serikat, Arab Saudi, dan beberapa negara Arab lain menyerukan kepada warga negaranya agar “secepatnya” meninggalkan Lebanon, dan atau tidak pergi ke negara ini.

Menlu Arab Saudi Adel Al-Jubeir enggan menegasi ataupun mengkonfirmasi adanya kerjasama negaranya dengan Israel terhadap Hizbullah Lebanon.

Para hartawan Saudi sedang bergerak untuk menyelamat aset dan harta mereka dari dampak gempa “pemberantasan korupsi”.

Berita selengkapnya;

Bahrain, AS, Saudi, Kuwait, Dan UEA Minta Warganya Tinggalkan Lebanon

Pemerintah Arab Saudi, Kamis (9/1/2017), menyerukan kepada warga negaranya agar “secepatnya” meninggalkan Lebanon, dan atau tidak pergi ke negara ini.  Seruan serupa juga dinyatakan oleh Uni Emirat Arab (UEA) dan Kuwait setelah Bahrain dan Amerika Serikat (AS) juga menyerukan demikian.

Peringatan ini keluar setelah Saad Hariri Sabtu lalu dari Riyadh, ibu kota Arab Saudi, menyatakan mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri Lebanon sembari menyudutkan Iran dan Hizbullah yang dimusuhi oleh Saudi.

Sejauh ini belum ada pernyataan resmi mengena sebab keluarnya seruan negara-negara tersebut, sementara Hariri tak jelas berada di mana sehingga media yang dekat dengan Hizbullah menyebutkan kemungkinan dia ditahan di Arab Saudi.

Sekjen Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah Ahad lalu menyebut mundurnya Hariri sebagai “keputusan Saudi” dan menyoal berada di mana dia sekarang, apakah dia ditahan, dan apakah dia dapat atau diperkenankan pulang ke Lebanon.

Hariri menjabat perdana menteri Libanon tak sampai satu tahun. Dia mewakili beberapa kelompok di Lebanon setelah ada kesepakatan yang antara lain berkenaan dengan dipilihnya Michel Aoun yang bersekutu dengan Hizbullah sebagai presiden.

Menteri Saudi urusan Teluk Persia Thamer Al-Sabhan melalui media sosial Twitter menyatakan negaranya akan melakukan tindakan “eskalatif dan keras terhadap Lebanon sampai semua urusan kembali ke posisinya yang alami.”

Al-Sabhan menyatakan demikian tak lama setelah Saudi merilis seruan kepada warga negaranya agar meninggalkan Lebanon secepatnya, dan atau tidak bepergian ke sana. Tiga hari sebelumnya dia mencuit bahwa negaranya akan memperlakukan Lebanon sebagai negara yang menyatakan perang terhadap Saudi karena Hizbullah. (rayalyoum)

Saudi Ancam Serang Hizbullah, Bagaimana Kata Pakar?

Arab Saudi sudah beberapa kali mengancam akan melancarkan tekanan militer terhadap Hizbullah Lebanon. Sejauh ini, Saudi melancarkan perang politik terhadap Hizbullah pasca pengunduran diri Saad Hariri dari jabatan perdana menteri Lebanon. Hariri sendiri menyebut Iran dan Hizbullah sebagai alasan mengapa dia meletakkan jabatan. Lantas bagaimana pendapat para pakar mengenai ancaman tersebut?

Media online Ray Al-Youm, Kamis (9/11/2017), memuat komentar para pakar dan pengamat persenjataan negara-negara Timteng.

Mereka menyatakan bahwa Saudi memang istimewa dalam sejarah militeran sejak tahun 1970-an sampai sekarang. Saudi masuk dalam 10 besar negara besar pemborong peralatan tempur, namun bergantung pada kesepakatan-kesepakatan kolektif dan bilateral, terutama dengan Amerika Serikat (AS) untuk mendapat perlindungan karena Saudi memang tak berkompeten melindungi dirinya dalam perang.

Menurut mereka, Saudi juga tidak memiliki rekam jejak perang dalam beberapa dekade terakhir. Satu-satunya pengalaman yang dimilikinya ialah operasi militer bersandi “Badai Mematikan” yang dilancarkan koalisi pimpinan Saudi terhadap sebuah negara miskin, lesu, dan terbelah secara sosial dan keamanan.  Dan meskipun operasi militer disertai aksi blokade ini sudah berjalan sekira tiga tahun, tapi Riyadh malah terjangkau rudal Ansarullah Yaman yang juga berkeliaran di kawasan perbatasan kedua negara.

Para pakar itu menjelaskan bahwa Saudi memang memiliki fasilitas serangan udara yang tangguh, tapi sayang karena minus pengalaman membidik sasaran. Di Yaman sebagian korbannya malah warga sipil, termasuk perempuan dan anak kecil, sehingga PBB bahkan angkat bicara mengenai kejahatan perang Saudi dan sekutunya.

Jet tempur F-15 dan Tornado bisa mencapai wilayah Lebanon untuk membidik sasaran dan diisi bahan bakar di udara, tapi akan menghadapi banyak kendala atau bahkan mustahil. Dan di Lebanon juga tidak ada sasaran-sasaran militer terbuka semisal pangkalan militer milik Hizbullah, sehingga skenario perang Yaman akan terulang lagi, yaitu serangan terhadap sasaran sipil. AS dan Israel sejak awal sudah menyerang Lebanon seandainya ada sasaran militer kasat mata milik Hizbullah. Hizbullah unik karena tersembunyi dan tidak tersentral sehingga tak mungkin bisa dibasmi kecuali dengan memorak porandakan Lebanon secara total.

Para pakar itu melanjutkan bahwa untuk dapat menggempur kantung-kantung Hizbullah, jet tempur Saudi harus menerobos zona udara Suriah atau Israel. Israel tidak akan mengizinkannya karena tak ubahnya dengan pernyataan perang Israel terhadap Hizbullah, sementara melintasi zona udara Suriah juga tidak mungkin karena akan berhadapan dengan sistem pertahanan udara Rusia.

Melalui laut juga tidak mungkin karena Saudi tidak memiliki armada yang bergerak di perairan Lebanon. Jangankan Saudi, Israel saja menjauh dari perairan Lebanon pasca perang dengan Hizbullah pada tahun 2006 setelah kapal perang Sa’ar 5 miliknya diterjang rudal Hizbullah dari daratan Lebanon.

Para pakar itu juga menyebutkan bahwa Saudi juga tidak memiliki pasukan khusus semisal Navy Seals dan Delta milik AS, atau Special Boat Service milik Inggris, atau Spetnaz milik Rusia untuk penyerbuan dan penghancuran sasaran-sasaran militer Hizbullah di Lebanon.

Bahkan, Israel yang memiliki pasukan khususpun ternyata jera masuk ke wilayah Lebanon meskipun berbatasan langsung dengan Lebanon dan memiliki agen rahasia yang bekerja keras.

Seandainya Saudi memiliki pasukan khusus dan terlatih untuk penyerbuan maka penyerbuan tentu sudah ia dilakukan dalam perang Yaman. Nyatanya, Saudi tidak melakukannya. (rayalyoum)

Menlu Saudi Enggan Berkomentar Soal Hubungan Dengan Israel Untuk Serang Hizbullah

Menlu Arab Saudi Adel Al-Jubeir enggan menegasi ataupun mengkonfirmasi adanya kerjasama negaranya dengan Israel terhadap Hizbullah Lebanon. Dia mengaku “tidak bisa berkomentar soal rumor.”

Dalam wawancara dengan CNBC milik Amerika Serikat yang dilansir Kamis (9/11/2017), Al-Jubeir menuding Hizbullah “menyandera pemerintahan di Lebanon, dan menebar pengaruh jahat di semua penjuru Timteng.”

Menurut Al-Jubeir, sejumlah negara ingin menghadang Hizbullah, tapi di saat yang sama dia menolak mengomentari kabar adanya hubungan Saudi dengan Israel untuk menyerang Hizbullah.

Dia juga menuding Iran menyerang Saudi.

“Apa saya ketahui ialah bahwa Iran merupakan negara yang keluar dari undang-undang. Iran adalah negara nomor wahid yang menghendaki terorisme dan melindunginya sejak tahun 1990-an,” katanya.

Dia juga mengatakan bahwa sejak dekade itu Iran sudah menjalin hubungan dengan Al-Qaeda.

Tuduhan Iran menjalin hubungan dengan Al-Qaeda belakangan mencuat, namun Teheran membantah dan menyebutnya lelucon. (rayalyoum)

Gempa “Pemberantasan Korupsi” Panikkan Para Hartawan Saudi

Lembaga pemberitaan Bloomberg yang berbasis di Amerika Serikat (AS), Kamis (9/11/2017), mengungkapkan adanya pergerakan dan upaya sejumlah orang kaya Saudi untuk lolos dari dampak gempa “pemberantasan korupsi” yang sejauh ini telah menerjang sejumlah pangeran, menteri, dan mantan pejabat negara ini.

Mengutip keterangan enam narasumber anonim, Bloomberg melaporkan bahwa sejumlah hartawan Saudi sedang bergerak untuk mentransfer aset mereka dari Saudi dan menjual investasi mereka di kawasan Dewan Kerjasama Teluk (GCC) untuk mengubahnya menjadi dana cair, karena mereka kuatir terkena imbas apa yang disebut gelombang pemberantasan korupsi.

Menurut sumber-sumber itu, para hartawan tersebut berkomunikasi dengan bank-bank dan para pengelola aset serta konsultan untuk pencarian dana di Saudi dan negara-negara Teluk sekitarnya di tengah kekuatiran akan aksi pembekuan.

Seperti diketahui, Saudi telah membentuk komisi pemberantasan korupsi yang diketuai oleh Putera Mahkota Mohamad Bin Salman. Komisi ini telah menahan puluhan orang yang terdiri atas para pangeran, pajabat, mantan pejabat, dan pengusaha dengan tuduhan terlibat  tindak korupsi dan pencucian uang. Mereka yang terjaring antara lain Pangeran Waleed bin Talal, Mohammad Al-Amoudi, Salih Kamil, Mansour Al-Balawi, dan Nasir Al-Tayyar.

Bank-bank Saudi juga telah membekukan lebih dari 1200 rekening bank milik para nasabah dan perusahaan di Saudi. (rayalyoum)