[Paper] Taktik dan Strategi Lawrence Dalam Pemberontakan Arab

Tulisan ini merupakan intisari dari paper yang dimuat dalam Asian Affair yang berjudul Lawrence’s strategy and tactics in the ARAB revolt, Asian Affairs, 37:3, 337-341, DOI: 10.1080/03068370600906499. Artikel ini dipublikasikan secara online pada 21 November 2006 di tautan ini:  http://dx.doi.org/10.1080/03068370600906499. Perspektif, analisis, dan kesimpulan yang dilakukan penulis jurnal tidak mencerminkan sikap ICMES. Pemuatan artikel ini bertujuan untuk mempelajari model-model analisis yang dilakukan para ilmuwan dari berbagai latar belakang, dengan tujuan akademis. Selanjutnya, ICMES akan membuat tulisan [Commentary] yang berisi tanggapan ilmiah atas artikel paper ini.

TE LawrenceTaktik yang digunakan T.E. Lawrence ketika membantu pemberontakan Arab telah menjadi studi militer yang serius. Taktik gerilya ‘hit and run’ atau ‘tembak lalu lari’ juga dipraktekkan dalam konflik besar, yang diadaptasi oleh Long Range Desert Group ketika melawan Rommel di Afrika Utara pada Perang Dunia Kedua, dengan menggunakan jip, bukan unta.

Revolusi Arab, diprakarsai oleh Hashemites dan dibantu oleh Inggris, dirancang untuk melepaskan orang-orang Arab dari Kekhalifahan Ottoman dan mengusir orang-orang Turki keluar dari Tanah Arab. Revolusi bermula dari perlawanan lokal terhadap Turki di Jeddah, Mekkah dan Taif pada 5 Juni 1916 dan berakhir dengan gencatan senjata pada 31 Oktober 1918. Lawrence sendiri berada di Hijaz pada tahun 1916 sampai akhirnya mengambil alih Damaskus pada 1 Oktober 1918.

Sebagian besar langkah yang diambil oleh laskar suku yang dipimpin Amir Faisal, merupakan saran dari Lawrence dan beberapa perwira Inggris lainnya. Mereka mengambil alih jalur kereta api di Hijaz. Jalur ini dibangun antara tahun 1901 dan 1908, yang dirancang untuk membawa peziarah dari Damaskus menuju Madinah. Meskipun tujuan aslinya adalah untuk kepentingan religius, namun setelahnya Turki menggunakan hal itu untuk memperkuat posisi mereka atas Saudi dan menjaga pasokan ke garnisun mereka.

Baik orang-orang Arab maupun Sekutu, khawatir jika Turki akan menghancurkan Madinah, terlalu berat bagi orang-orang Arab untuk menjaga kota Madinah ataupun merebut kembali kota Mekkah. Artinya, bukan hanya pemberontakan mereka yang gagal, tetapi kota juga dijadikan sebagai basis untuk gerakan pan-Islamis Turki menjadi pion untuk melawan Mesir dan Sudan. Ketakutan lain adalah bahwa Turki akan menggunakan jalur kereta api untuk memindahkan pasukan mereka di Madinah, diperkirakan sekitar 25.000 tentara utama Turki memperkuat di Palestina dan Suriah. Sebuah laporan intelejen menyatakan bahwa komandan tentara Turki di Madinah, Fakhri Eldin Pasha, telah menerima perintah tersebut. Ia memiliki mimpi, menaklukkan dua kota suci Islam merupakan hal yang paling penting bagi Kekhalifahan Pan-Turanian Islam – yang harus dipenuhi.

Stretegi utama Lawrence dalam meredam Turki di Madinah, tidak mengancam, dan berfokus hanya keselamatan mereka saja. “Kita tidak harus mengambil alih Madinah. Turki tidak berbahaya. Di penjara di Mesir, ia memberikan kita makanan. Idealnya, kita membiarkan kereta apinya tetap bekerja, hanya saja tidak perlu sampai maksimal sehingga menyebabkan kerugian dan ketidaknyamanan, ” ucap Lawrence.

Sherif Hussein, penguasa Hashemite, tidak memiliki tentara yang efektif. Sejak awal, Lawrence melihat adanya bahaya ketika pasukan Sekutu masuk ke Hijaz. Sekutu pasti akan mencurigai ekspansi dari kekaisaran baru, dan khawatir terhadap tentara non-Muslim yang ditempatkan di kota suci kaum Muslim. Jadi, taktik yang digunakan Lawrence adalah memastikan pergerakan/ pemberontakan seolah-olah merupakan pergerakan orang Arab murni. Lawrence membiarkan kereta apinya tetap bekerja, untuk mengulur waktu guna meningkatkan keterampilan dari laskar suku lokal dalam hal menembak atau melakukan serangan dalam skala besar kepada tentara Turki.

“Kebanyakan perang yang terjadi adalah adalah perang berhadap-hadapan. Namun kita harus melakukan perang datasemen. Kita harus tetap membiarkan musuh, namun mempersiapkan kekuatan yang bisa mengancam mereka secara diam-diam di padang pasir tanpa diketahui masyarakat luas. Kita tidak menampakkan diri sampai kita diserang.” Perang datasemen adalah perang yang mudah dimengerti atau dilakukan oleh suku Arab, Mereka memilih menyerang, menembak lalu kemudian lari/ kabur. Bukan menyerang berhadap-hadapan di set pertempuran. Jika perang berhadap-hadapann, maka tentara Turki jauh lebih ahli, lebih terlatih, tetapi kurang gesit ketika mengejar.

Ide Lawrence juga mengalami kendala. Laskar direkrut dari suku-suku yang berbeda untuk ditempatkan di kawasan utara. Suku-suku setempat enggan untuk berperang jauh-jauh dari wilayah mereka sendiri. Jadi, harus ada penyelesaian / solusi antar suku yang pernah terlibat konflik sebelumnya agar bisa bekerja sama. Selain itu, penting untuk tidak membiarkan laskar maju terlalu jauh, terutama yang maju melalui Suriah. Karena pendukung Arab akan menjadi sasaran balas dendam tentara Turki.

Tidak banyak yang peduli atau berkeinginan menempatkan Heshemite pada tahta di Damaskus, bahkan orang yang loyal pada Heshemite sekalipun. Pandangan mereka terlalu sempit. Lawrence mengerti semua ini, dan meskipun ia membawa emas, ia memastikan Faisal yang mendistribusikan hal itu. Harus dikatakan bahwa tidak semua perwira Inggris memiliki antusias yang sama sebagaimana Lawrence dalam memanfaatkan suku-suku lokal tersebut. Mereka meragukan kemampuan suku-suku lokal, dan mencurigai bahwa mereka lebih peduli kepada upah, apalagi tercatat suku lokal biasa menjarah. Tetapi ketika berkerja dengan suku-suku ini, sebagaimana yang diharapkan, Lawrence menghormati mereka. Lawrence memahami bahwa perannya bukan sebagai pemimpin dari suku tetapi sebagai penasihat Faisal dan sebagai perwira penghubung ke Inggris. Namun siapapun akan memahami bahwa sebenarnya, seorang perwira Inggris memimpin suku Arab, menggantikan otoritas pemimpin mereka sendiri adalah hal yang tidak masuk akal.

Lawrence mengadopsi teknik dari siapa saja yang pernah berada dalam situasi seperti ini. Trik ini bukan memerintah, tetapi bekerja sebagai penasehat pemimpin Arab yang memiliki wewenang untuk melakukan perintah. Dalam dewan perag ia harus mengemukakan idenya, membiarkan perdebatan terys berlangsung hingga idenya disetujui. Hal ini memerlukan diplomasi dan kesabaran. Faisal bukanlah orang yang mudah dihadapi dan Raja Hussein juga serupa. Lawrence menulis, “Posisi yang ideal adalah ketika Anda hadir tapi tidak terlihat.” Lawrence mengerti bahwa untuk mendapatkan rasa hormat maka ia harus berbagi kesulitan dengan mereka. Taktik lain adalah untuk melakukan tembakan di waktu petang hari sehingga menyebabkan tentara Turki harus terjaga seluruhnya. Sementara orang-orang Arab tidur dengan nyaman, pemberontakan meningkat setelah tentara Turki mulai down, dan jalur kerta api pun mulai direbut.

Operasi militer Arab pada dasarnya terbagi menjadi tiga. Dari Jeddah ke Wejh, dari Wejh ke Aqaba dan dari Aqaba ke Damaskus. Sementara taktik Lawrence pada dasarnya sama dengan yang dilakukan pasca-Aqaba. Sepanjang operasi, jumlah laskar yang berada di medan mungkin telah mencapai 100.000 orang.Kita seharusnya tidak mengabaikan tindakan Turki dalam melakukan serangan. Taktik mereka mungkin terlihat lebih tenang dibandingkan dengan orang-orang Lawrence. Namun tentara Turki luar biasa tangguh dalam mengamankan kereta api.

Gubernur Militer Madinah, Fakhri Eldin Pasha, adalah seorang prajurit tangguh yang telah bertahan selama 30 bulan di dalam panas ekstrem Saudi. Bahkan, ia menolak untuk menyerah setelah 1918 ketika terjadi gencatan senjata dan mengulur waktu hingga Januari 1919, ketika akhirnya stafnya berkhianat dan menyerahkannya pada orang-orang Arab.Kesuksesan Lawrence dalam penyerangan dapat dilihat dengan dikerahkannya sekitar 25.000 pasukan Turki untuk menghadapinya. Jika saja mereka tidak bertempur melawan Lawrence, maka mereka tentu akan berjaga di garis depan Suriah.

Tanpa pemberontakan Arab yang dilakukan Faisal, didukung oleh Lawrence, Sekutu akan melakukan operasi militer di kawasan tersebut, dan Damaskus tidak akan menganggap mereka sebagai sahabat. Pemberontakan Arab mengurangi kemungkinan korban yang jatuh karena Sekutu. Dengan demikian, tidak adil untuk menganggap pemberontakan Arab sebagai tidak relevan atau tidak perlu terjadi, sebagaimana yang dikatakan oleh banyak sejarawan. Sheikh Hejazi, mengungkapkan “Siapapun yang bisa melihat bahwa sebelum kedatangan Lawrence, Ottoman telah menang namun setelah kedatangannya, Ottoman pun kalah.”

____

[1] Hugh Leach menghabiskan karirnya sebagai tentara dan diplomat di dunia Arab dan pernah bergabung dengan pasukan Arab reguler maupun non-reguler. Ia adalah penulis Strolling About on the Roof of the World: The First Hundred Years of the Royal Society for Asian Affairs (Formerly Royal Central Asian Society), Routledge/Curzon, 2003.

Artikel ini pertama kali pada Oktober 2005 dalam History Today, dan dicetak ulang dengan izin editor. (History Today, 20 Old Compton Street, London, W1D 4TW. Subscriptions 020 7534 8003/4, www.history today.com)