Lika-liku KTT NATO London 2019

nato londonOleh: Chairul Fajar*

Awal Desember ini negara-negara anggota NATO kembali mengadakan pertemuan tingkat tinggi di London. KTT NATO ini menjadi kelanjutan agenda konsolidasi bagi aliansi transatlantik (AS-Eropa) akan perkembangan situasi lingkungan strategik politik global terakhir.

Keberhasilan koalisi pimpinan AS-NATO mengalahkan ISIS telah menciptakan pertanyaan baru mengenai masa depan tatanan politik-keamanan di wilayah bekas pendudukan ISIS beserta problematika lain yang menyertainya. Di KTT ini terlihat bahwa negara-negara  NATO masih belum satu suara dalam menyusun suatu skenario keamanan menangani permasalahan post-ISIS questions.

Jerman bersama beberapa negara Eropa lainnya bersedia merepatriasi tawanan anggota ISIS beserta keluarganya ke Eropa untuk menjalani proses peradilan hukum. Sementara langkah AS justru sangat berseberangan dengan para mitranya di Eropa tersebut dimana AS sangat mendorong negara-negara di kawasan Timur Tengah untuk langsung menghukum para terdakwa anggota ISIS dimana mereka berada.

Secara tidak langsung hal ini menjadi kritik atas kinerja NATO selama ini sebab dominasi pengaruhnya lewat kampanye politik-keamanan di Timur Tengah sejak awal abad ke-21 ini dianggap belum memuaskan dalam membentuk tatanan keamanan di kawasan tersebut.

Di Afghanistan saja hingga kini masih belum memperoleh kepastian keamanan akibat perundingan Taliban – Pemerintah Afghanistan yang mengalami kebuntuan. Sementara di Libya pasca-Khadafi dilengserkan lewat intervensi militer NATO saat ini masih mengalami struggle for power antar-entitas politiknya yang dulu bersatu di bawah payung koalisi anti-Khadafi dukungan NATO.

KTT ini juga mengapresiasi Turki sebagai anggota strategis terdepan NATO dalam menyukseskan rangkaian operasi militer menghadapi ISIS di Suriah. Padahal sebelumnya kedua anggota NATO, Turki-AS, sempat bersitegang dalam penyelesaian politik di Suriah Utara mengenai Kurdish questions.

Tidak dapat dipungkiri, sejak 2014, dukungan penuh AS ke Kurdi telah menjadi sumber keretakan keduanya, meskipun pada Oktober lalu keduanya mencapai sepakat win-win solutions lewat konfigurasi politik dimana AS mengundurkan diri dari perbatasan Turki, memberi jalan untuk Turki masuk ke Suriah Utara. Pengunduran diri AS secara unilateral di Suriah Utara malah mengejutkan para mitra strategis AS di NATO karena AS melakukannya tanpa berkonsultasi lebih dulu.

Ketidakkompakan AS-NATO lainnya juga diperlihatkan dari sikap skeptisme Trump terhadap shared values NATO yang mewajibkan saling melindungi negara anggota lain. Faktanya skeptisme Trump ini muncul akibat kontribusi terbesar di NATO hanya bertumpu pada negara-negara kekuatan dominan (Jerman-Perancis-AS). Sejauh ini, ketiga negara tersebutlah yang terbanyak menanggung anggaran pertahanan NATO.

AS-Jerman berupaya mendorong kesadaran dan komitmen para negara anggota NATO lainnya untuk menjalankan hasil KTT NATO di Brussels Juli 2018 lalu mengenai kesepakatan postur anggaran pertahanan minimal anggota NATO sebesar 2% (dua persen) dari angka PDB setiap negara anggota. Hal ini tentu menjadi pertimbangan serius bagi negara-negara anggota NATO di kawasan Baltik, Eropa Timur hingga Balkan untuk memenuhi komitmen tersebut.

Menariknya kini komitmen penerapan postur pertahanan NATO tersebut nampaknya akan berjalan lebih efektif karena adanya tekanan dari AS dimana Trump mengancam akan memberlakukan sanksi tarif kepada negara-negara anggota NATO yang tidak mau mengikuti komitmen postur pertahanan tersebut. Langkah Trump ini dinilai sebagian kalangan sebagai bentuk menciptakan unsur ‘fairness’ di dalam aliansi militer tersebut mengingat beban tanggungan negara-negara tulang punggung NATO (Jerman-Perancis-AS) yang cukup besar.

Sementara itu pada KTT NATO kali ini Kanada sangat menegaskan berbagai kontribusinya di NATO. Berbeda dengan mitranya AS, Kanada berpandangan optimis bahwa NATO memiliki peranan vital dalam menghadapi berbagai bentuk tantangan ketidakpastian situasi keamanan dunia ke depan, khususnya kontestasi pengaruh NATO-Rusia di kawasan Eropa Timur dan Balkan.

Kali ini para anggota NATO juga menjadikan China sebagai agenda bahasan strategis. Hal ini secara resmi disampaikan dalam KTT oleh Sekjen NATO dan Trump. Artinya menguatnya Cina kini telah berpotensi menjadi rival geopolitik baru yang menambah panjang daftar rival NATO (Rusia, dahulu Uni Soviet dan kini Cina).

Sedikit melihat ke belakang, NATO sendiri tidak memiliki ‘rival prinsipal’ dalam piagamnya melainkan disesuaikan dengan perkembangan kontestasi politik global. Tentu pertambahan rival eksternal ini berkaitan dengan kekhawatiran AS yang saat ini sangat concern terhadap tantangan kekuatan Cina dan keterlibatan keduanya dalam rangkaian perang dagang.

Tetapi meski forum sepakat memasukkan China ke daftar rival NATO, sejumlah anggota NATO seperti Perancis-Jerman berbeda sikap dalam menyikapi tekanan AS untuk memasukkan Huawei beserta 5G-nya  ke daftar produk larangan. Pasalnya, produk tersebut justru telah diizinkan masuk ke pasar Perancis-Jerman.

Dari beberapa fakta di atas, KTT ini menunjukkan bagaimana negara-negara anggota NATO saling berbeda pandangan satu sama lain. Apabila hal ini terus terjadi, aliansi transatlantik yang selama ini didasari pada fondasi multilateralisme sebagai core values dipastikan akan melemah.

Oleh karena itu perbedaan pandangan tersebut tidak cukup disikapi lewat optimisme para anggotanya semata mengingat dinamisnya konstelasi politik global saat ini. Sangat diperlukan adanya upaya penyatuan visi-misi dan gagasan dari para anggotanya dalam memetakan rencana strategis ke depan yang dapat dimulai dengan kekompakan kepemimpinan dan konsistensi negara-negara ‘tulang punggung’ NATO (Jerman-Perancis-AS).

Bagi Indonesia KTT NATO ini dapat menjadi gambaran betapa pentingnya kepemimpinan regional suatu negara untuk mampu mengakomodasi dan menjaga soliditas negara-negara dalam sebuah format institusi multilateral guna menghadapi ketidakpastian politik global.

*Penulis adalah sarjana Hubungan Internasional. Profil Linkedin: https://linkedin.com/in/chairulfajar

Referensi:

Press Point by NATO Secretary General Jens Stoltenberg and US President Donald Trump. https://www.nato.int/cps/en/natohq/opinions_171542.htm

NATO chief says Canadian missions in Latvia, Iraq helping strengthen alliance. https://www.timescolonist.com/nato-chief-says-canadian-missions-in-latvia-iraq-helping-strengthen-alliance-1.24026870